34.Buy your time?

228 57 37
                                    

''Cuma satu untuk yang pertama dan terakhir kalinya.''
.


Tiara terbangun dalam keadaan pusing yang luar biasa menyerang kepalanya. Sebagian tubuhnya masih sulit untuk digerakkan namun tidak semati rasa tadi. Ia mengerjabkan kedua matanya beberapa kali untuk menyesuaikan pencahayaan yang masuk ke matanya. Menatap ke sekeliling kamarnya dan mendapati dua orang laki laki duduk di sebelah kanan dan kirinya.

Ia tidak terkejut mendapati Samuel ada di sisi kanannya, duduk di sebelahnya di atas kasur. Tapi melihat Raka ada di sisi kirinya, membuat Tiara sedikit tersentak.

''Papa?'' Ucapnya. Tiara menatap Raka sendu, meski pria itu hanya membalas datar tatapannya.

''Gimana keadaan kamu?'' Tanya Raka.

Tiara merasa tidak sesesak biasanya saat menatap wajah papanya. Seolah ikatan kuat yang mengikat dadanya sedikit melonggar begitu ia mendengar pertanyaan itu. Pertanyaan yang ia tunggu selama usia hidupnya selama ini. Akhirnya bisa ia dengar untuk pertama kalinya.

Melihat Tiara menangis, Raka justru mengernyit bingung. Ia tidak merasa berlaku kasar pada putrinya itu seperti biasanya. Kenapa Tiara malah menangis lagi.

''P-papa,--- papa tanyain keadaan aku?'' Tanya Tiara terbata. Ia sangat ingin berdiri saat ini, melompat kesenangan karena untuk pertama kalinya Raka memperhatikannya.

Raka mengangguk kaku, ia memalingkan wajahnya dari Tiara. Tidak mau melihat wajah sendu namun sarat bahagia itu. Apa sesenang itu Tiara hanya mendengar pertanyaan kabar darinya?

Seandainya Raka tau seberapa lama Tiara menunggu pertanyaan itu.

''Aku nggak pernah sebaik ini,'' jawab Tiara.

Hati Raka mencelos mendengarnya. Kalimat Tiara terdengar begitu bahagia. Seolah ia adalah manusia paling baik baik saja di dunia. Padahal yang Raka lihat, Tiara begitu kesulitan hanya untuk membuka mulutnya.

Tadi, sebenarnya Raka akan meninggalkan Tiara bersama Samuel. Tapi, anak laki lakinya itu menghentikannya dan menghantamnya dengan kalimat tajamnya.

''Tiara butuh papa, setelah apa yang selama ini papa lakuin ke dia, apa papa tega buat ninggalin dia dalam keadaan seperti ini?''

Raka berhenti melangkah saat tangannya sudah menyentuh handel pintu. Ia tidak berbalik, ia hanya diam di tempatnya.

''Papa masih banyak ker---''

''Apa kerjaan papa lebih penting dari anak papa sendiri?! Apa papa bakal peduli sama Tiara hanya kalau dia udah mati?'' Tanya Samuel. Seketika membuat Raka meremang, pria itu berbalik dengan cepat menatap tajam putranya yang juga tengah menatapnya sama.

''Apa maksud kamu?''

Samuel mengalihkan tatapannya, ia menatap Tiara yang terbaring pingsan di hadapannya. Terlihat sangat tersiksa meski ia masih menutup matanya. Samuel meringis pelan, bahkan dalam tidurnya saja, Tiara masih menderita.

''Tiara sakit, pa.''

Raka menggerakkan tangannya secara perlahan ke arah kepala Tiara. Gerakannya kaku, kontras dengan ekspresi datarnya saat ia perlahan mengusap kepala anak gadisnya itu.

Air mata Tiara kembali meleleh, ia memejamkan kedua matanya merasakan sentuhan tangan papanya di kepalanya. Jadi seperti ini rasanya di perhatikan oleh ayah sendiri? Kenapa rasanya begitu menyenangkan dan menyakitkan dalam satu waktu?

''Kamu sakit apa?''

Tiara membuka matanya pelan, bagaimana Raka tau? Ia pikir yang tau tentang penyakitnya hanya Nuca saja.

Eccedentesiast (Anrez & Tiara) [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang