"JEAN! KAMU GAPAPA, SAYANG?"
Seorang Wanita paruh baya dan Pria paruh baya langsung menghampiri seorang gadis yang terduduk di samping bangkar rumah sakit.
Tatapannya kosong. Wajahnya pucat pasih dengan raut wajah yang menyedihkan. Kaki sebelah kanan dan siku serta lengannya terbalut oleh perban.
Luka akibat gesekan aspal itu begitu panjang dan lebar, sehingga menimbulkan luka sobekan yang cukup parah. Luka itu memanjang.
Sang Mama menangkup wajah Jean yang hanya memandangi ubin lantai. "Jean! Jean! Beneran gapapa, kan! Sakit banget ya? Mau nginep di rumah sakit—"
Spontan Jean menggeleng pelan, namun tatapan matanya masih kosong menatap ke bawah.
"Kenapa bisa gini, Jeannn?" tanya sang Papa dengan wajah yang sangat khawatir. "Terus Jungwon mana?"
Mendengar sang Papa menyebut nama Jungwon, Jean langsung mendongak lemah. Tatapan matanya sendu dan sayu.
"Jungwon di kamar sebelah, Om. Kondisinya parah banget jadi harus di operasi." Mendadak Jay menyeletuk membuat ketiganya menoleh ke arah Jay yang baru masuk.
Mama Jean langsung berlari ke arah Jay dan memeluk pemuda itu erat. Tetesan air mata mulai membasahi pundak Jay. Jay bisa merasakan itu.
"Makasi ya, nak! Udah nyelamatin Jean! Tante makasih banget!" Sang Mama makin memeluk Jay erat dan menangis disana, tanda terimakasihnya.
Jay tersenyum, mengelus pundak Mama Jean, kemudian menatap Jean yang juga menatapnya dengan sorot mata tak bisa diartikan.
"Iya, Tan. Gapapa. Untung Jean langsung nelpon," kata Jay dusta.
Jean hanya diam. Ia hanya diam, membiarkan Jay berbuat sesukanya.
Mama Jean langsung melepaskan pelukannya dan menatap Jay dengan mata sembab. "Sekali lagi makasi ya, Jay. Tante bener-bener berterimakasih banget sama kamu. Makasi udah nyelamatin Jean."
Jay hanya tersenyum membalas ucapan wanita itu.
"Makasi ya, Jay. Om juga berterimakasih banget sama kamu," kata sang Papa dan hanya dibalas anggukan senyum oleh Jay.
Jean ingin melawan, tapi raganya tak bisa. Mulutnya ingin berbicara, tapi mulutnya terkunci begitu rapat. Ia juga ingin berteriak, namun mentalnya terlalu lemah. Jadi, yang bisa ia lakukan hanya diam.
"Tapi, Mama denger kepala Jungwon hancur, ya? Mama gak bermaksud gimana—"
"Ohh soal itu, rem Jungwon rusak Tan. Jungwon tau kalo rem-nya rusak, jadi dia minjemin helm-nya ke Jean," sela Jay berusaha menutupi kejadian tadi. "Jadi, Jean gak terlalu parah."
Sang Mama mengangguk paham. "Tapi kamu tadi mau kemana sama Jungwon?"
•••
"KAMU APAIN ANAK SAYA HAH!"
"ANAK SAYA MENINGGAL GARA-GARA KAMU!"
"KENAPA BUKAN KAMU YANG MATI HAH! KENAPA HARUS ANAK SAYA! JUNGWON!"
Sudah sekitar satu menit wanita yang diketahui sebagai Bunda Jungwon itu terus mengguncang-guncangkan tubuh Jean.
Kedua orang tua Jean, Ayah Jungwon dan Jay serta pihak rumah sakit berusaha menjauhkan Mama Jungwon dari tubuh Jean. Sedangkan Jean, gadis itu diam tak berkutik, membiarkan Bunda Jungwon terus menggertaknya.
Tepat setelah ia keluar dari kamar rumah sakit untuk pulang, tepat detik itu pula Jungwon dinyatakan meninggal. Nyawanya tak tertolong.
"ANAK SAYA JUGA CEDERA PARAH!" Papa Jean berusaha menarik Jean agar menjauh dari Bunda Jungwon.
Jean terus terdiam. Membiarkan segala gertakan dan tarikan itu terjadi pada tubuhnya. Pandangan matanya memburam dengan kepala tertunduk karena tak kuasa untuk menangis. Bibirnya yang bergetar itu ia tahan sebisa mungkin agar tidak mengeluarkan suara.
"UDAH! ANAK SAYA JUGA SAKIT!" gertak sang Mama dan terus mendorong tubuh Bunda Jungwon dari tubuh anaknya itu.
"Anak saya meninggal! Tapi kamu gak kenapa-kenapa!"
Bunda Jungwon berhasil ditarik menjauh dari tubuh Jean. Bunda Jungwon terus berteriak histeris dengan cairan bening yang terus lolos. Anak satu-satunya itu meninggal.
"KAMU PEMBUNUH!"
Jangan lupa tinggalkan jejakk🥰
KAMU SEDANG MEMBACA
Room Hate | Enhypen
FanfictionSejak malam itu, Jean tidak bisa berbicara. Ia tidak dapat mengeluarkan suaranya barang sedikitpun saat melihat sang Kakak tertusuk tepat dihadapannya. Dan yang membuatnya takut adalah orang yang menusuk Heeseung terus menerornya. "𝐒𝐬𝐬𝐭, 𝐮𝐝𝐚�...