19

814 128 19
                                    

Seorang gadis terbaring tak sadarkan diri di bangkar rumah sakit. Wajahnya pucat dan kusam. Tubuhnya sangat kurus dan putih. Kepalanya terlilit sempurna oleh perban. Lilitan itu begitu tebal menutupi luka pada kepalanya.

Beberapa detik kemudian, jari telunjuknya sedikit bergerak. Matanya mulai menunjukan getaran pertanda ia mulai sadar dari tidurnya.

"KAK HEESEUNG!"

Jean langsung terduduk dengan kedua mata terbuka lebar-lebar. Jantungnya berpacu begitu cepat. Suhu tubuhnya terasa begitu dingin, namun jika ada yang menyentuh kulitnya akan terasa begitu panas.

Deru nafasnya tak beraturan karena sesak.

Matanya menoleh sana-sini, memandangi tiap sudut ruangan yang ia tempati. Ini bukan kamarnya. Dimana ia berada?

Ruangan serba putih dengan beberapa peralatan dokter dan obat berada disana. Ruangan yang dingin karena AC itu membuatnya tersadar bahwa ia tidak berada di rumah.

Ia berada di rumah sakit.

"Kamu sudah sadar, ya?" Seorang laki-laki dengan jas putih masuk, menyapanya dengan senyuman dan suara yang begitu lembut.

Gadis itu tampak bingung. Kakinya ia turunkan berniat untuk melangkah, namun mendadak kepalanya terasa begitu sakit saat kakinya menyapa dinginnya lantai.

"Kamu istirahat dulu," kata sang dokter dan berniat untuk membaringkan Jean.

Namun pertanyaan Jean itu membuat sang dokter terdiam, mengurungkan niat baiknya.

"Kakak..." lirih Jean yang mulai mengingat kejadian yang menimpanya. "KAK HEESEUNG! KEADAANNYA KAK HEESEUNG GIMANA!"

Teriakan Jean itu membuat dokter bernama Kim Taehyung itu terkejut, namun detik kemudian Taehyung tersenyum lembut.

"Kamu istirahat dulu, ya?"

"KAKAK MANA!" teriak Jean lagi seperti orang yang tak mempunyai akal sehat. "Mama? Papa?"

Saat Taehyun ingin menenangkan Jean, gadis itu langsung berdiri dan berlari sekuatnya.

"JEAN!" teriak Taehyung berusaha mengejar Jean, namun akhirnya ia memilih untuk berhenti karena melihat Jean yang sudah berlari sangat jauh.

Jean terus berlari. Kerap beberapa kali ia menabrak orang yang berlalu-lalang disana, namun ia tak peduli. Yang ada dipikirannya saat ini adalah kedua orang-tuanya. Ia memiliki firasat yang buruk soal ini.

"TAXI!" Jean langsung memberhentikan sebuah taxi yang melaju.

Taxi tersebut berhenti sempurna didepannya. Gadis itu langsung masuk masih dengan pakaian duka yang ia gunakan sore tadi.

"Tolong ke alamat XXX!"

•••

BRAKK

"MAMA! PAPA!"

Jean langsung membanting kasar pintu rumahnya setibanya ia disana. Dan tubuhnya langsung melemas saat melihat keadaan rumahnya yang gelap.

Jean melangkah gontai mencari saklar lampu. Tangannya bergetar menekan saklar lampu membuat rumahnya bercahaya. Nafasnya bergetar dan tak beraturan. Dadanya sesak. Pandangan matanya buram karena air mata tertahan disana.

"M-Mama, Papa..." lirih Jean dan terus berjalan menuju kamar milik kedua orang-tuanya.

Tubuhnya langsung menegang. Badannya kaku saat melihat pintu kamar orang-tuanya yang terbuka lebar-lebar namun dengan keadaan lampu yang mati. Jantungnya berhenti berdetak selama satu detik, namun langsung berpacu begitu kuat didetik berikutnya.

Sebulir cairan bening lolos di mata sebelah kanannya.

Dengan lemah, Jean melangkahkan kakinya, memberanikan diri untuk masuk.

CEKLEK

Saat lampu menyala, matanya makin berkaca-kaca. Mulutnya yang terbuka ia tutup rapat-rapat menggunakan kedua tangannya. Teriakan tertahan terdengar dari balik tangannya.

"M-Mama, Papa..." Hanya kata itu yang bisa Jean ucapkan.

Keadaan kedua orang-tuanya membuat gadis itu tak bisa berkata-kata. Kedua orang-tuanya terbaring tak bernyawa di lantai dengan darah berlumuran dimana-mana. Ada genangan darah diantara mereka berdua.

Darah keduanya yang menyatu menjadi genangan.

"Surprise!"

Suara itu langsung membuat Jean berbalik spontan. Tubuhnya langsung lemas ketika melihat Jay dengan cipratan darah di wajahnya dan darah di kedua tangannya.

Jay tersenyum seperti biasa. "Gimana? Surprise banget, kan?"

Detik kemudian, Jean berteriak dari balik tangannya. Berjalan mundur dengan gontai menjauhi Jay yang tersenyum riang didepannya.

"Gimana? Bagus banget, kan?" Jay tersenyum riang sembari menatap kedua orang-tua Jean yang berlumuran darah.

Jean menggelengkan kepalanya dengan tangisan yang mulai pecah. Mulutnya terus ia tutup menggunakan kedua tangannya saking shocknya gadis itu.

Jay masih dengan senyumannya, mengangkat kedua tangannya yang berlumuran darah, memperlihatkan warna merah itu kepada Jean.

"Ini? Ini semua gara-gara lo," kata Jay tanpa rasa bersalah. "Gue gak suka lo ngelawan."

Jean terus menggelengkan kepalanya, seakan-akan tak percaya dengan apa yang terjadi.

Jay tersenyum manis, menurunkan tangannya dan melangkahkan kakinya untuk mendekati Jean.

"Jangan takut dong. Masa gitu aja takut."

BUGHH

"JEAN! CEPET LARI!"

























Tebak siapa yang dateng

Room Hate | EnhypenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang