Malam Berhujan; [07]

1.2K 231 21
                                    

***

"Apa Nenek bilang, kan?"

Kepulangan Hanna ke rumah disambut oleh kemurkaan. Sang Nenek yang ternyata sejak tadi menunggunya pulang langsung melempari Hanna dengan makian.

"Ini akibat kalau kamu terlalu keras kepala! Arthadinata berniat menyerang kamu karena kamu yang terlihat paling lemah di antara keluarga kita," katanya menunjuk Hanna dengan muak. "Ini adalah penghinaan! Selemah apapun bisnis yang kamu kembangkan, tetap saja mereka tidak berhak meneror seperti itu."

"Polisi akan membereskannya." Hanna berkata lelah. Ingin sekali dia langsung naik ke atas dan masuk ke dalam kamarnya untuk beristirahat. Batinnya belum siap menerima omelan beruntun dari Nenek.

"Kamu pikir mereka akan melakukannya seandainya kamu tidak memberi kompensasi lebih atau mengikutsertakan nama belakang kamu? Mereka cuma kecoak-kecoak nggak becus yang memakan gaji buta." Sang nenek berdecih. Dia kemudian menuju telepon rumah. "Nenek akan membereskannya."

"Jangan ikut campur." Hanna mengingatkan untuk ke sekian kali. "Hanna masih bisa mengatasinya."

"Mengatasinya?" Nenek tersenyum meremehkan. "Bukan karena restoran kamu nenek bersedia membantu, tapi karena Arthadinata sudah menantang kita. Dia menyerang bisnis terlemah Sastraguna, sama saja mencoreng kotoran kalau Nenek diam saja, kan?"

"Tapi ini bisnisku!" Hanna menyahut keras kepala. "Restoranku sama sekali tidak memakai modal ataupun nama Sastraguna. Jadi, biar aku yang menyelesaikannya sendiri. Nenek jangan coba-coba ikut campur."

Hanna berniat melanjutkan langkah sebelum teriak penuh kemarahan sang nenek kembali terdengar.

"Jangan bodoh! Yang kamu lawan sekarang adalah Arthadinata! Kamu nggak akan bisa melakukan apa-apa tanpa bantuan Nenek atau nama belakangmu!" serunya.

"Kita lihat aja."

"Dasar keras kepala! Kamu memang persis seperti ibumu yang jalang itu." Sang nenek kemudian duduk pasrah di atas kursi sambil menghela napas. "Kita lihat aja, nenek penasaran seperti apa hasil dari kekeras kepalaanmu itu," katanya pada akhirnya.

Hanna mendesah, mencoba mengusir sesak serta sengatan perih pada kedua matanya. Sebelum melanjutkan langkah menaiki tangga.

Kalimat nenek memang selalu menyakitkan hati. Tidak terhitung sudah berapa juta kali Hanna menangis akibat perkataan sang nenek, namun entah apa yang membuat Hanna tidak bisa meninggalkan tempat ini.

Malam ini dia muak sekali. Tubuh serta pikirannya sama sekali belum beristirahat sejak tadi. Ditambah ketika pulang, kalimat-kalimat yang nenek lontarkan datang layaknya peluru tempur yang menyerang Hanna bertubi-tubi.

L'Vegan adalah satu-satunya yang Hanna punya. Satu-satunya bisnis yang Hanna ciptakan tanpa campur tangan Sastraguna. Hanna hanya ingin membangun L'Vegan dengan jerih payahnya, mengatasi masalah dengan isi kepalanya, tanpa bantuan sang nenek ataupun nama belakangnya.

Meskipun Hanna juga sama muaknya dengan sang nenek menyangkut nama Arthadinata, namun Hanna ingin menghancurkan mereka sendiri. Mereka yang sudah mengacau L'Vegan, merusak bangunan yang susah payah Hanna dirikan, Hanna ingin semuanya mendapat balasan yang setimpal.

Polisi tentu tidak bisa diandalkan, dan biarkan itu terjadi selama Hanna menyusun rencananya sendiri.

Alfa.

Benak Hanna sontak berpikir ke arah pria itu. Alfa yang tidak dia ketahui nama belakangnya, yang malam ini menginap di restorannya. Tanpa bantal, tanpa selimut.

Di penghujung tahun seperti ini, hujan memang turun tak terkondisi. Dan malam menjadi malam yang tepat menurut mereka untuk menumpahkan semua tirta.

Bukan Romeo & Juliet (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang