Malam Berhujan; [03]

1.4K 261 11
                                    

***

Alfa memiliki satu bengkel sederhana di pinggir jalan dekat alun-alun kota. Letaknya memang tidak jauh dari jalan tempat kemarin dia menolong sepupu dari sahabatnya, Catra.

Tidak ada yang berkesan dari pertemuan di tengah hujan itu. Bagi Alfa, semua wanita cantik yang terlihat kaya adalah sosok yang patut untuk dirinya jauhi.

Namun lain dengan isi kepala Catra, di mana sahabatnya itu justru menelepon dan merongrongnya untuk menyatakan cinta. Gila. Alfa yang mendengar itu langsung mematikan sambungan sebelum Catra melanjutkan bicara.

Bagaimana bisa dia meneror Alfa untuk menyatakan cinta padahal dirinya dan cewek (yang bahkan dia lupa namanya itu) tidak pernah bertemu atau bahkan kenal sebelumnya?

Kaus oblong tanpa lengan berwarna putih kusam adalah pakaian yang dikenakan Alfa sehari-hari. Berkutat pada motor atau mobil yang harus dibereskannya membuat pemuda itu malas berpenampilan rapi.

Bengkel tanpa nama ini didirikan Alfa sekitar satu tahun yang lalu. Hanya bengkel biasa yang tidak menghasilkan banyak uang tapi cukup untuk kebutuhan Alfa sehari-hari. Sejauh ini, karyawan yang berhasil direkrutnya hanya dua. Rudi yang merupakan remaja lulus SMA yang sedang mencari pengalaman kerja, juga Yuda pemuda berumur dua puluh tiga tahun yang Alfa temukan di pinggiran club malam dalam keadaan babak belur.

Alfa sedang mencuci kedua tangannya yang penuh dengan oli dan noda hitam itu di dalam ember ketika sebuah mobil Lamborgini yang sudah sangat dihapalnya masuk dan berhenti di lahan parkir bengkelnya yang kecil.

Pria dengan kaus hitam mengkilap juga rambut yang disisir rapi keluar dari sana. Catra. Sepertinya sahabatnya itu tidak punya tongkrongan lain selain di bengkel sederhananya.

"Yo," Catra menyapa dengan senyum lebarnya. Pemuda itu berjalan mendekat ke arah Alfa yang langsung berdiri dari jongkoknya. "Rame banget pagi ini, bro."

Alfa mengangguk sekilas. Mengambil handuk kumal dan mengeringkan tangannya yang basah dengan benda itu. "Ada apa?"

Catra memang sering sekali mampir ke mari. Tapi tidak pernah pagi-pagi buta begini. Oleh itu, Alfa sebaiknya patut curiga.

"Btw, thanks semalem udah mau nolongin sepupu gue." Catra menjawab lain. Dia duduk di sebuah bangku kayu dan tersenyum jumawa. "Lo kayaknya harus liat segimana terpesonanya Hanna dengan sikap gentle elo."

Mendengar itu Alfa justru mendengus. Dia tidak serta merta percaya dengan kalimat yang dilontarkan Catra karena sahabatnya itu sering sekali hiperbola.

"Langsung aja," Alfa memang bukan orang yang senang berbasa-basi. "Lo mau minta tolong apa lagi?"

Benar saja, Catra langsung nyengir mendengar pertanyaannya. "Hari ini Hanna nggak bawa mobil ke restorannya, dia nyuruh gue jemput. Tapi gue udah punya janji sama Zania. Lo bisa, kan?"

Alfa melengos kemudian berbalik. "Tinggal batalin aja janji ke cewek lo," sahutnya melangkah mendekati motor yang butuh perhatiannya.

Catra yang belum puas akan jawaban Alfa berdiri dan mengikuti. "Rencana gue sama Zania udah dipersiapkan jauh-jauh hari. Al, gue kira lo sahabat gue."

Alfa mulai mengotak-atik mesin dengan peralatannya. "Ya lo ngapain ngeiyain permintaan sepupu lo segala."

"Hanna ngomongnya di depan nenek. Lo tau gue nggak bisa berkutik di depan nenek." Catra berdecak ketika mendapati wajah Alfa yang datar-datar saja. Dia kemudian ikut berjongkok, meraih lengan Alfa sampai sahabatnya itu tidak bisa bergerak dan melanjutkan pekerjaannya. "Terakhir kali gue janji."

Yang bisa Alfa lakukan hanya menghela napas. Menghentak kesal tangan Catra yang keras kepala. "Ini terakhir kalinya. Lain kali gue nggak akan mau meskipun lo sujud-sujud di kaki gue."

Bukan Romeo & Juliet (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang