Malam Berhujan; [73]

638 117 7
                                    

***

"Nenek akan menyetujuinya."

Hanna mengerutkan kening ketika restu yang dia kira belum akan dirinya dan Alfa dapatnya hari ini justru malah semudah itu. Larissa  Sastraguna duduk di sofa tunggal berbahan lembut itu sambil bertopang kaki. Jelas sang nenek tahu jika Hanna terkejut setengah mati.

"Awalnya, Nenek memang menentang hubungan kalian mati-matian. Memangnya Nenek mana yang akan mengizinkan cucu perempuan satu-satunya menikah dengan laki-laki yang berasal dari keluarga kalian?" Laura mengulum senyum. Cincin emas dan gelangnya yang berkilau tampak bergerak ketika tangannnya yang tak lagi berkulit kencang mulai menopang dagu. "Tapi ... Sampaikan kepada Papamu, beri Nenek setidaknya satu persen saham milik Arthadinata. Nenek akan langsung menyetujuinya."

Mendengar hal itu, alis Hanna seketika langsung memicing curiga. Dari senyum yang ditampilkan sang Nenek dia jelas tahu ada yang sedang wanita tua itu rencanakan. Meminta saham, katanya? "Nenek berniat menjual ku?" Hanna tidak dapat menahan bibirnya.

"Saya akan memberikannya." Namun berbanding dengan Hanna, Alfa justru langsung menyetujui. "Saya menyimpan sekitar lima persen saham di Arthadinata Group, saya akan langsung memindah tangankan satu persen atas nama Sastraguna."

"Al!" Hanna langsung melotot, mencengkeram lengan pria di sampingnya. Dia sama sekali tidak mengerti kenapa pria itu justru menyetujuinya dengan mudah.

***

"Kamu jelas tahu apa alasan Nenek meminta saham milik Arthadinata! Dia sedang ingin menjamin ku! Dia belum mempercayai kamu! Kenapa kamu justru ngasih saham kamu begitu aja, sih?!" Hanna mengomel. Nenek sudah meninggalkan tempat duduknya menyisakan Alfan dan dirinya seorang diri.

Di detik itu, Alfa langsung menekan dadanya sendiri. Jantungnya terasa ingin copot. Ini adalah kali pertama baginya bertemu dan bertatap mata dengan seorang Laura Sastraguna, si penguasa yang menjadi rival abadi dari sejarah keluarga mereka.

"Aku tau." Alfa menjawab setelah menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya secara perlahan. Sahamnya di Arthadinata Group hanya ada 3% saja, itu juga pemberian dari mendiang kakeknya yang membagi-bagi warisan kepada sang pewaris sah. "Aku tidak pernah menggunakan sahamku selama ini, ku pikir, memberikan 1% kepada Nenekmu tidak akan ada masalah."

"Satu persen, Al. Nenek bisa mengobrak-abrik Arthadinata dengan 1% yang dia punya!" Hanna membentak. Sepertinya Alfa sama sekali tidak tahu bagaimana sifat licik yang dimiliki oleh Neneknya.

"Aku nggak berpikir kalau Nenekmu akan melakukan itu." Alfa banyak menimbang. Mungkin, ini adalah pertaruhan antara dirinya sendiri. Tapi entah kenapa, dia ingin sekali percaya bahwa maksud tersembunyi dari 1% yang diminta oleh Laura Sastraguna bukan untuk mengobrak-abrik Arthadinata seperti yang tadi dikatakan Hanna. Ada hal lain, yang jauuuuuh lebih penting dari pada itu. Yaitu ... Melindungi cucunya. "Dia meminta jaminan sahamku sebagai upayanya melindungimu," gumam Alfa kemudian. "Satu persen itu bisa dia gunakan sebagai ancaman, jika suatu saat nanti aku berniat menyakitimu."

Alfa menatap sang pacar sekilas, memegang kedua bahunya dengan tatapan penuh tekat meminta Hanna untuk yakin terhadapnya. "Sekali ini saja, percaya sama aku. Aku akan melakukan apa aja untuk mendapatkan kamu. Aku ... Akan berada di pihak kamu, sebagai Sastraguna jika itu yang Nenek kamu minta."

***

"Itu adalah jaminan yang adil." Larissa tersenyum miring. Menggenggam gelas tingginya yang berisi anggur merah. "Dengan Mama sebagai salah satu pemegang saham dari perusahaannya, Rajasa jelas tidak bisa merencanakan apa-apa."

Teguh Sastraguna menghela napas. Menutup jurnal yang dibacanya dan menatap sang Mama dengan kedua matanya yang memprotes. "Dengan menjadikan Hanna sebagai jaminannya? Aku benar-benar nggak tahu apa yang ada di pikiran Mama."

Meskipun dalam hati Teguh mengagumi rencana Mamanya yang satu itu. Sebagai salah satu pemegang saham milik Arthadinata, jelas dirinya bisa menggunakan kesempatan itu untuk melindungi putrinya. Persetujuan yang disuarakan oleh Rajasa memang menaruh curiga, Teguh pun harus mempunyai antisipasi jika suatu saat Rajasa berniat untuk menggunakan Hanna sebagai kartu as untuk menjatuhkan Sastraguna.

"Mama melakukannya demi cucu Mama," Larissa menjawab. "Mama tahu kalau Mama bukan lah nenek yang sempurna. Nenek yang jarang sekali memberi kasih sayang atau perhatian kepada cucu-cucu Mama, tapi kalau ada orang lain yang berniat menyakiti mereka, terlebih jika itu adalah Rajasa, Mama jelas nggak akan membiarkannya."

"Ini ... Sudah seperti pertarungan dua nama besar saja," gumam Teguh sambil geleng-geleng kepala. Dia sama sekali tidak menyangka jika sang putri lah yang justru menjadi penyebab gencatan senjata antara dua keluarga yang sebelumnya saling bermusuhan. "Aku harap ... Semuanya akan berakhir seperti rencana kita."

"Ini sudah jam tujuh, kita harus bersiap-siap." Larissa melirik jam besar dengan ukiran emas yang menempel pada salah satu dinding di dekat mereka. "Ini ... Adalah pertama kalinya kita diundang oleh Rajasa untuk makan malam, bukan?"

"Apa Mama yakin dia tidak akan meracuni kita?"

Larissa mengukir senyum miring untuk yang ke sekian kali.

***

Bab 75 udah end guyssss huhuuuu, selamat berpisah😖😭

Yang mau baca duluan bisa ke Karyakarsa yaaaaa.

Bukan Romeo & Juliet (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang