Malam Berhujan; [58]

755 165 13
                                    

***

"Apa?" Rajasa tidak mempercayai pendengarannya. Dia melotot menatap istrinya yang sepertinya sudah menduga reaksinya akan seperti apa.

Namun Stella tetap mengangguk. "Benar, dia hamil. Aku langsung nyamperin mereka dan memastikan."

Ekspresi Rajasa sama seperti wajahnya tadi ketika dia tahu kenyataan ini. Wajahnya pucat pasi, dan dengan perasaan yang tak keruan mengurut pangkal hidungnya.

"Aku menduga kalau Arya juga berada di sini." Rajasa dengan kepala yang masih pening bukan kepalang memilih melanjutkan. "Jadwal penerbangannya tadi pagi, makanya aku langsung menyusul untuk menyeret dia pulang."

Stella kemudian berdiri. Masih dengan dress dan sepatu rapi dia mondar-mandir di hadapan suaminya. "Yang harus kita pikirkan sekarang bukan Arya," kata Stella sambil menggigiti buku-buku jarinya.

"Kalau Sastraguna itu beneran hamil, nggak mungkin kita meminta Alfa untuk membujuk menggugurkannya, kan?"

"Jangan gila!" Kedua mata Stella melotot marah. Bagaimana pun, dia masih seorang wanita dan seorang ibu, tidak semudah itu meminta wanita lain mengorbankan bayinya hanya untuk keegoisan mereka. "Memang dasar Alfa, dari kecil hidupnya sama sekali nggak menurut sama kita."

"Aku sama sekali nggak menyangka kalau cucuku juga akan mewarisi darah Sastraguna." Rajasa berkata setengah melamun. Pria yang sudah masuk ke usia enam puluh itu kembali mengurut pangkal hidungnya yang luar biasa sakit.

Kepalanya pening sekali.

***

Oke, karena sepertinya mereka sudah lengkap dan tidak ada masalah lagi, Hanna memutuskan untuk mengajak Alfa, Zania sekaligus Arya menikmati waktu di hari terakhir mereka untuk turun ke bawah. Ke pantai yang katanya hari ini terdapat party juga performance dari sebuah band terkenal.

Hanna sudah siap dengan dress selutut berwarna putih juga sandal jepitnya yang nyaman. Sedangkan Alfa tetap pada penampilannya yang biasa, kaus hitam dan khaki senada. Mereka berempat memutuskan turun dengan membawa daging mentah untuk dipanggang. Karena kabarnya, di tepi pantai juga disediakan area untuk BBQ.

"Kayaknya seharian ini kita makan daging terus, ya?" Hanna berbicara pada Alfa yang berjalan di sampingnya. Membiarkan Zania serta Arya berjalan lebih dulu jauh ke depan.

Alfa yang menenteng sekarton daging menoleh. "Nggak apa-apa, sekali-kali di Bali, kan? Di Jakarta kamu jarang banget makan pake daging."

"Tapi nanti badanku jadi segede gajah, kamu nggak keberatan?"

Tentu saja Alfa langsung menggeleng. "Enggak," jawabnya.

Hanna mengulum senyum. Mereka sampai pada salah satu pendopo yang berhasil mereka sewa. Isi dari pendopo itu ada meja makan lengkap, juga grill untuk mereka memanggang daging.

Hanna dengan cepat mengeluarkan potongan-potongan daging itu, dibantu Alfa. Sedangkan dilihatnya Arya yang juga dengan lincah menghidupkan api untuk memanggang. Dan Zania, ketika Hanna melirik, dia sudah berlari ke bibir pantai dengan dress marunnya yang berkibar itu. Hanna menggelengkan kepala. Sejak dulu, Zania memang tidak bisa kalau disuruh duduk diam.

"Sini, biar aku aja." Alfa langsung menarik penjapit dari tangan Hanna. Mengambil alih tugas wanita itu yang hendak memanggang daging. "Kamu sama Zania aja tuh, seneng-seneng. Panggang daging biar jadi urusanku."

Sebelumnya, Hanna mengangkat alis heran. Namun ketika melirik ke arah Arya, dia langsung mengerti. Alfa sedang butuh bicara dengan sang kakak. Maka dari itu dia langsung menurut dan berlari menghampiri Zania.

Bukan Romeo & Juliet (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang