Chapter 10

1.2K 97 0
                                    

Prang

Duk

Tak

Naira menumpahkan segala amarahnya dengan peralatan dapur. Dia merasa kesal dengan apa yang Farzan lakukan tadi. Bagaimana tidak? Tadi dia dengan lancangnya masuk ke dalam kamar Naira.

Dan sekarang Bi Inah hanya mampu melihat majikannya masak, lebih tepatnya hanya membuat dapur seperti kapal pecah. Dia juga sudah bersiap dengan sapu dan kain pel di tangannya.

Tap

Tap

Tap

Suara derap sepatu terdengar jelas saat Farzan baru keluar dari kamarnya dengan jas Dokter yang sudah melekat di tubuhnya. Tapi langkahnya terhenti saat melihat Bi Inah yang hanya berdiri di dapur. Farzan mencoba bertanya kepada Bi Inah, tapi langkahnya terhenti saat melihat kondisi dapur saat ini.

"Allahu Akbar, Naira!" Pekik Farzan.

Naira membalikkan badannya saat mendengar pekikan dari Farzan.

"NGAPAIN LO DISINI?!" Kesal Naira dengan pisau yang berada di tangannya.

"Seharusnya aku yang tanya, kenapa dapur jadi seperti ini?" Tanya Farzan.

"Kan tadi lo yang nyuruh gue buat masak," sahut Naira.

"Iya aku tau, ta--"

"Udah diam aja, sekarang lo ke meja makan gue mau lanjut masak," potong Naira lalu melanjutkan acara memotongnya.

"Biar Bi Inah aja yang masak, kamu sama aku tunggu di meja makan," ucap Farzan.

Naira menatap nyalang Farzan, "Lo mau nunggu di meja makan, atau pisau ini melayang tepat pada jantung lo?" Ancam Naira sambil mencondongkan pisaunya.

Farzan yang melihat itu hanya pasrah, dia tidak mau menjadi korban pembunuhan oleh istrinya sendiri. "Oke, kamu lanjutkan acara masaknya," ucapnya.

"Bi jaga dia, aku takut dia bakal bunuh diri," bisik Farzan kepada Bi Inah. Tapi Naira mempunyai pendengaran yang tajam.

"Gue denger, sekali bicara tentang gue bersiap pisau ini akan melayang," ucap Naira dengan santai.

Hal itu membuat Farzan gelagapan, setelah itu dia berlari kecil dari dapur. Ternyata istrinya sadis juga.

Lima menit Naira selesai memasak. Dia membawa semua makanan tersebut ke meja makan dengan di bantu Bi Inah.

Farzan terkejut bukan main, saat melihat ayam goreng eh lebih tepatnya ayam gosong. Mungkin istrinya masih marah kepadanya tentang kejadian tadi pagi. Huft bersabarlah.

"Nih makan, awas kalau gak habis!" Ucap Naira dengan memberikan ayam gosong tersebut kepada Farzan.

Farzan meneguk ludahnya kasar, bagaimana dia akan memakan ayam gosong ini.

"Zah, apa gak ada makanan lagi?" Tanya Farzan.

Naira yang mendengar hal itu langsung melototkan matanya.

"Makan!" Tegasnya.

Terpaksa Farzan mengambil ayam gosong tersebut. Dengan perlahan dia menyuapkan ayam gosong tersebut sambil menutup mata.

Tapi,,

Seketika matanya terbuka lebar saat memakan ayam gosong tersebut.

"Enak," gumam Farzan yang masih dapat di dengar oleh Naira.

"Sengaja gue kasih pewarna makanan agar terlihat gosong. Ini sebagai hukuman buat lo karena sudah masuk ke kamar gue tanpa izin!" Ucap Naira penuh penekanan.

Farzan hanya mengangguk paham, di dalam hati kecilnya dia sangat senang. Karena istrinya tidak benar-benar membuat ayam ini gosong.

Selesai sarapan, Farzan pamit untuk ke rumah sakit.

"Aku berangkat dulu," pamitnya dengan mengulurkan tangannya kepada Naira.

Naira hanya menatap tangan Farzan dengan sebelah alis yang terangkat.

"Cium," ucap Farzan membuat Naira melebarkan matanya.

"What do you--"

"Kamu harus menjadi istri yang berbakti kepada suami dengan mencium tangan suamimu," jelas Farzan.

Naira mendengus kesal, lalu dia mencium tangan Farzan. Lebih tepatnya dia tidak menciumnya, dia hanya menempelkan punggung tangan Farzan di pipinya.

"Bukan seperti itu," ucap Farzan.

Naira mengangkat sebelah alisnya. "Terus kayak apa? Kan gue udah cium tangan lo," kesal Naira.

"Tapi kamu salah, seharusnya kamu menciumnya dengan hidung bukan pipi," ucap Farzan.

Naira berdecak kesal setelah itu dia mengambil tangan Farzan lalu menciumnya dengan sedikit kasar.

"Oke lumayan," ucap Farzan membuat Naira tambah mendengus kesal.

Cup

"Aku pergi dulu, Assalamualaikum Faizah," pamit Farzan saat selesai memberi ciuman lembut di kening Naira. Setelah itu dia melangkahkan kakinya dengan senyuman yang terbit di wajah tampannya.

Sedangkan Naira merasakan jantungnya berdegub cepat saat mendapatkan kecupan mendadak di keningnya.

"Sepertinya gue terkena penyakit jantung," gumamnya sambil memegang dadanya.

▪︎▪︎▪︎

Farzan melewati lorong rumah sakit dengan senyuman yang masih belum luntur. Dia masih mengingat wajah merah istrinya saat dia memberi kecupan pada keningnya.

"Ass---"

"Gavin saya ingin jadwal hari ini kosong sampai jam makan siang," potong Farzan lalu masuk ke dalam ruangannya.

Sedangkan orang yang di panggil Gavin tersebut hanya melongo dengan sikap Farzan yang tidak seperti biasanya. Dan anehnya ini pertama kalinya dia melihat Farzan tersenyum. Sejak kejadian itu Farzan jarang tersenyum. Tapi sekarang dia senyum senyum sendiri seperti orang gila.

Gavin merupakan asisten Farzan di rumah sakit. Tapi Farzan menganggapnya lebih dari asisten. Maka dari itu hubungan mereka sangat dekat bahkan sudah seperti sahabat sejati.

"Aneh ada apa dengan dirinya?" Gumam Gavin. Lalu dia melanjutkan pekerjaannya. Dan sekarang dia harus mengatur jadwal Farzan sekali lagi. Dimana dia mengantikan Farzan dengan Dokter lain untuk oprasi hari ini.

"Ck dia kira gampang apa mengatur jadwal kayak gini," gerutu Gavin.

"Ingat jangan mengeluh dengan pekerjaanmu. Karena Allah tidak suka dengan orang yang sering mengeluh sepertimu," ucap Farzan membuat Gavin tersentak kaget dengan kedatangan Farzan yang tiba tiba.

Setelah itu Farzan melangkah ke arah ruang oprasi.

"Bentar, tadi dia bilang kosongkan jadwal hari ini. Tapi kenapa dia keruang oprasi?" Heran Gavin.

"GAVIN CEPAT KESINI, APA KAMU MAU SAYA POTONG GAJIMU," teriak Farzan di dalam ruang oprasi. Gavin dengan cepat menuju ruang oprasi tersebut sambil mengucapkan sumpah serapah untuk Dokter muda itu.

•••☆•••

TBC!

VOTE DAN KOMEN, THANKS^^

𝟎𝟐:𝟎𝟎 |𝐀𝐤𝐮 𝐌𝐞𝐧𝐢𝐤𝐚𝐡?!|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang