Chapter 38

1.6K 74 17
                                    

Naira menatap kedua sahabatnya jengah. Baru saja kakinya menginjak lantai kelas, dia sudah di serang dengan pertanyaan secara beruntun. Tanpa memperdulikan ocehan sahabatnya, dia melangkahkan kakinya menuju kursi yang kosong.

Gea dan Alifa saling tatap, setelah itu mereka berdua mengikuti Naira. Terdengar suara kursi yang di geser. Naira tahu siapa yang melakukan hal itu.

"Nai, gue dengar Arka di keluarkan oleh pihak kampus," ucap Alifa dengan wajah penasarannya.

"Hu'um, padahal menurut gue dia tidak melakukan kesalahan. Lo tau sendiri kan dia orangnya di siplin, belum lagi dia aktif dalam pelajaran," cerocos Gea. Naira tersenyum miris, jika mereka mengetahui yang sebenarnya, mereka tidak akan memuji Arka seperti itu.

Hembusan napas terdengar, dia menegakkan tubuhnya. "Kalian tau gak? Arka yang kita kenal baik, ternyata hanya bagian dari rencana jahatnya." Gea dan Alifa mengerutkan keningnya. Mereka belum paham dengan apa yang Naira katakan.

Melihat ekspresi sahabatnya, Naira mulai melanjutkan ucapannya, "Arka hampir menyentuh diriku." Naira mengepalkan tangannya saat mengingat kejadian itu. Ingin sekali dia menghajar wajah yang sudah menatapnya remeh.

"Gak mungkin," sahut Gea. Naira menatap Gea datar, seperti yang dia tahu kalau sahabatnya tidak akan percaya.

"Tapi bagaimana bisa, sedangkan kita tau kalau Arka itu orang baik. Sifatnya sama persis seperti Rian." Alifa masih belum percaya dengan semua ucapan Naira. Karena dia tahu jika Arka adalah lelaki yang baik. Tidak mungkin dia akan menyentuh Naira.

Naira mulai menceritakan semuanya dari awal dia di jebak oleh Arka sampai dengan Arka yang hampir menyentuhnya. Dan terakhir Farzan yang datang secara tiba-tiba.

Alifa menutup mulutnya terkejut, sedangkan Gea hanya menatap lurus ke depan dengan tangan mengepal kuat. Ya, dia sangat marah saat mendengar penjelasan Naira.

"Dan Farzan melaporkan ini kepada pihak berwajib," putus Naira.

Gea dan Alifa memeluk Naira erat, mereka merasa gagal menjaga sahabatnya. Tapi mereka bersyukur karena Naira tidak di sentuh oleh lelaki bajingan itu.

"Emm, Lif, bisa bantu gue gak?"

"Apa?"

Naira terdiam sejenak, dia menatap Alifa dengan tatapan yang sulit di artikan.

▪︎▪︎▪︎

Hari mulai sore, Naira bersandar manja di dada bidang Farzan. Farzan sekarang tidak ada jadwal oprasi, jadi dia bisa leluasa menemani istri kecilnya.

Namun, Naira menatap kesal ke arah Farzan. Karena sejak tadi siang, Farzan fokus dengan ipad di tangannya. Ya, meskipun dia tidak kerumah sakit, tapi Farzan masih memantaunya dari kejauhan. Belum lagi, dia sekarang mengurus kampus yang sudah beberapa hari dia tinggalkan.

Naira menatap ponselnya, dia melihat jam yang sudah menunjukkan pukul empat. "Lama banget sih." Batin Naira, lalu memeluk lengan Farzan. Dia menatap film di depannya dengan malas.

Tak lama kemudian suara bel rumah terdengar sangat keras. Farzan dibuat kaget, saat Naira tiba tiba berlari menuju ke arah pintu yang berada tidak jauh dari sana.

"Faizah jangan lari." Namun, Naira tetap berlari. Farzan mendengus kesal. Seperti biasa Naira tidak akan mendengarnya.

Senyuman bahagia terbit di bibir mungilnya. Hal yang sangat dia nantikan akhirnya datang juga. Naira berjalan menuju kamarnya, tanpa menghiraukan Farzan yang menatapnya dengan penuh tanda tanya.

Melihat kepergian istrinya, Farzan berniat untuk mengikuti Naira. Dia membuka pintu kamarnya, disana Naira yang sibuk membuka isi paket tersebut. Farzan tidak tahu apa isinya, karena paket tersebut sangat besar.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 03, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

𝟎𝟐:𝟎𝟎 |𝐀𝐤𝐮 𝐌𝐞𝐧𝐢𝐤𝐚𝐡?!|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang