Chapter 18

966 74 2
                                    

“Janganlah engkau mengucapkan perkataan yang engkau sendiri tak suka mendengarnya jika orang lain mengucapkannya kepadamu”

-Ali Bin Abi Talib-

•••●●●🦋●●●•••

Sesuai dengan perkataan Farzan, Naira akan menjalani hukumannya dengan tidak keluar rumah selama satu minggu. Dan parahnya Farzan tidak mengizinkannya untuk kuliah lagi selama menjalani hukumannya. Gak kebayang 'kan, kita hanya dirumah selama satu minggu tanpa menghirup udara segar.

Sepulang dari rumah sakit, Naira memutuskan untuk istirahat di kamarnya. Sedangkan Farzan dia izin keluar karena ada urusan. Dan seperti yang kita ketahui, Naira tidak akan bertanya apa pun tentang urusan Farzan.

Naira menghempaskan tubuhnya di kasur king size-nya. Dia menatap langit langit kamarnya dengan sesekali menghembuskan nafas lelah. Dia memikirkan bagaimana cara membujuk Farzan agar dia diperbolehkan untuk keluar rumah.

"Emm apa yang disukai oleh Om Dokter itu ya?" Monolog Naira.

Hingga ide bagus muncul di otak cantiknya, dengan cepat Naira bangun dari tidurnya. Dia mencari sesuatu yang beberapa hari ini tidak dia pegang.

Matanya menangkap sebuah benda pipih yang berada di nakas. Naira mengambil benda tersebut, lalu jari lentiknya mulai menari di atas benda pipih tersebut.

'Cara meluluhkan hati seorang suami'

Ting!

'Apa do'a suami betah dirumah?'

Naira berdecak kesal, karena yang muncul bukan jawaban melainkan pertanyaan.

"Ck bukan ini yang gue cari!" Kesal Naira.

Dia mencoba mencari lagi, jari lentiknya menekan apa yang menurutnya benar seperti yang dia cari, dan untuk kali ini sesuai dengan apa yang Naira cari.

Cara untuk meluluhkan hati seorang suami:

•Sabar

•Tunjukan Rasa Sayang kepada Pasangan

Kening Naira sedikit berkerut. "Emang gue harus sabar? Dih boro-boro sabar, liat mukanya aja pengen nabok. Dan apa nih rasa sayang? Yang bener aja. Wah gak bener nih Mbah Google, pecat aja deh dari ponsel gue," gerutu Naira, dia tidak terima dengan jawaban dari aplikasi tersebut yang Naira panggil dengan sebutan 'Mbah Google'.

Tapi,,

Naira berpikir sejenak, "Emm kalau di pikir pikir cara ini bagus juga, kalau gue pura pura baik dan cinta sama dia. Mungkin hatinya bakal luluh," lanjutnya.

"Oke, bisa di coba nih," senyuman manis terbit di wajah cantiknya, Naira terlalu bersemangat untuk melakukan hal itu, karena dia tidak mau dikurung di dalam rumah.

Naira meletakkan kembali ponselnya di nakas, dia memilih untuk istirahat terlebih dahulu sebelum menjalankan aksinya saat Farzan pulang nanti.

▪︎▪︎▪︎

Siang ini Farzan sedang menikmati makanannya. Dia tidak terusik sedikit pun walau para gadis sedang memperhatikan dirinya semenjak dia masuk ke restaurant tersebut. Dia memilih makan siang di luar karena dia sudah bosan makan siang di kantin rumah sakit.

Suapan demi suapan dia makan dengan hikmat tanpa gangguan sedikit pun. Sebelum,,

"Hai Bro," panggil seseorang membuat Farzan tersentak kecil.

Farzan menatap tajam orang yang berada di depannya tersebut. Orang yang sudah dia anggap sahabat, dan bahkan lebih dari kata sahabat. Siapa lagi kalau bukan Zidan Alfarez.

Zidan bergidik ngeri saat melihat tatapan tajam dari Farzan, seakan tatapan itu ingin menerkamnya sekarang juga.

Sedangkan kedua sahabatnya menahan mati matian untuk tidak tertawa. Benar, Zidan tidak sendirian. Dia bersama dengan ketiga sahabatnya, yang juga sahabat Farzan.

"Santai dong Bro," ucap Zidan dengan raut wajah tidak berdosanya.

"Apa lo udah lupa untuk mengucapkan salam?" Desis Farzan membuat Zidan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Hehe refleks, Assalamualaikum ustadz Farzan Armaghan Fattah mantan--,"

"Hallo semua, aduh dede Kei kok ditinggal sih," potong seseorang yang baru datang. Membuat Zidan berdecak kesal karena ucapannya di potong begitu saja oleh teman lucnutnya.

"Kei lo kesini juga?" Tanya salah satu dari mereka yang bernama Alden Davanka.

Orang yang mempunyai nama Kei Paramudya tersebut hanya tersenyum manis, "Iya dong, kita kan sahabat terus kalau Kei gak ada kan gak lengkap," jawab Kei yang membuat Zidan berdengus kesal.

"Cih emang lo sahabat gue?" Sahut Zidan membuat Kei menatapnya dengan mata yang sudah berkaca kaca.

"Hiks,, Bang Zidan jahat ama Kei hiks,, hiks," tangis Kei membuat yang lain menjadi panik, kecuali Farzan yang hanya menatap jengah mereka.

"Aduh udah dong cup cup, entar Bang Farel beliin es krim deh," ucap Farel yang lebih tepatnya Farel Nagendra.

Zidan dan Dava juga membantu menenangkan Kei sebelum pawangnya datang. Tapi tangisan Kei belum reda juga dan bahkan bertambah keras membuat seluruh mengunjung restoran menatap mereka.

"Aduh nih anak nangisnya awet bener," sahut Zidan.

"Lo sih bicaranya ceplas ceplos bikin susah orang tau gak," kesal Dava.

Sedangkan Farel masih sibuk menenangkan Kei yang masih menangis. Mereka sebenarnya bingung bagaimana bisa mereka mempunyai teman seperti Kei yang sifatnya sebelas dua belas dengan anak kecil?

Ah iya, mereka baru ingat. Jika bukan kerena 'dia' mereka ogah berteman dengan bocah ingusan seperti Kei.

"Kei udah dong, gue janji bakal beliin Kei es krim yang banyak," bujuk Zidan. Tapi Kei tetap menangis.

"Kalau kita ketahuan buat Kei nangis, maka---"

"Siapa yang bikin Kei nangis huh?!"

Suara itu!

Ya, mereka mengenalnya. Suara yang tidak ingin mereka dengar, dan sekarang suara itu datang membuat mereka menelan salivanya kasar kecuali Farzan yang tersenyum senang.

"Abang!!" Pekik Kei lalu memeluk pria yang bertubuh kekar itu, dan bahkan para gadis bersorak histeris dengan kedatangan pria tampan itu.

"Mati gue," gumam Zidan.

•••🦋•••

TBC!

VOTE DAN KOMEN🌟

𝟎𝟐:𝟎𝟎 |𝐀𝐤𝐮 𝐌𝐞𝐧𝐢𝐤𝐚𝐡?!|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang