Chapter 31

828 62 4
                                    

Setelah melihat istrinya yang sudah menghilang, Farzan pun mulai menyalakan mesin mobil.

Tapi,

Kegiatannya terhenti saat melihat ponsel milik istrinya. Dia mengambil ponsel tersebut.

"Ceroboh, dia melupakan ponselnya. Bagaimana cara dia menghubungiku jika ponselnya disini." Tanpa berpikir panjang, Farzan keluar dari mobil. Dia akan memberikan ponsel ini kepada istrinya.

Langkahnya terhenti saat melihat istrinya yang mengobrol dengan seorang laki laki. Dan yang menjadi pusat perhatiannya, saat laki laki tersebut memegang tangan istrinya.

Tangannya mengepal kuat, dia tidak suka saat melihat istrinya di sentuh pria lain. Dan parahnya lagi, dia mendengar ucapan laki laki tersebut.

Cinta?

Farzan tersenyum smirk, argh rupanya laki laki di depannya ini belum mengetahui kalau yang dia tembak adalah istrinya.

"Nai, gue cinta sama lo. Apa lo gak sadar kalau sikap gue selama ini melebihi dari sahabat." Farzan semakin mengepalkan tangannya. Sebisa mungkin dia menahan amarahnya.

Dia melihat istrinya yang hanya menggelengkan kepalanya, "Bukan gitu, aku---"

"Dia istriku."

Dengan langkah lebar, Farzan menghampiri istrinya. Dia memeluk pinggang ramping Naira, seolah berkata Naira miliknya.

Rian melepas genggaman tangannya, dia menatap Farzan dengan tatapan bingung.

"Ya, kau salah mengatakan cinta. Karena yang kau cintai adalah istriku." Farzan menekan kata istriku agar laki laki di depannya ini paham.

Pernyataan tersebut membuat Rian syok. Bagaimana tidak, dia bahkan tidak pernah melihat Naira dekat dengan cowok selain dirinya. Dan sekarang, dia mendapatkan kenyataan kalau gadis yang dia cintai adalah istri dari pemilik kampusnya.

"Bapak, bercanda kan? Gak mungkin Naira sudah menikah."

Farzan hanya tersenyum tipis, dia semakin mengeratkan pelukannya di pinggang Naira. Naira mengerti jika saat ini suaminya sedang menahan amarah.

"Apakah wajah saya mengatakan kalau ini hanya candaan? Tidak, ini adalah fakta. Dia." Farzan menggantung ucapannya, dia menolehkan kepalanya menatap Naira. "Faizah Naira Arsyla, istri sahku."

Bom!

Pupus sudah harapannya saat mengetahui fakta yang menyakitkan ini. Dalam hati dia menyesali karena sudah terlambat mengatakan perasaannya.

Naira semakin merasa bersalah kepada sahabatnya. Dia dapat melihat kekecewaan di bola mata Rian.

"Yan, lo gak papa kan?" tanya Naira.

Rian hanya menggelengkan kepalanya sambil berkata. "It's okay, dan selamat buat lo. Soal ucapan gue tadi, lupakan aja," jawabnya seraya mengulurkan tangannya.

Naira hendak menerima uluran tersebut, namun Farzan menghentikannya. "Thank you," ucap Farzan dengan menjabat tangan Rian.

Laki-laki tersebut tersenyum miris, setelah itu dia pergi meninggalkan Naira dan Farzan. Hari ini, dia mendapatkan dua kenyataan pahit. Pertama, cintanya di tolak. Kedua, orang yang dia cintai sudah menikah.

▪︎▪︎▪︎

"Jalankan semua yang aku perintahkan dengan baik," ucapnya tanpa melihat siapa orang yang di suruh.

"Baik, gue akan lakukan sesuai dengan yang lo perintahkan. Asalkan pembayarannya lancar." pria tersebut terkekeh pelan mendengar penuturan dari bawahannya.

"Aku akan bayar sesuai dengan yang kamu minta, dan bahkan jika kamu menjalankan semuanya dengan baik. Akan aku beri tambahan." seakan puas dengan jawaban dari Bos-nya, dia tersenyum senang.

"Gue gak sabar mencicipi tubuh itu," gumamnya yang masih dapat di dengar dengan jelas oleh pria di depannya. Setelah itu dia beranjak pergi dari ruangan tersebut.

Dengan arogant pria tersebut berdiri dari duduknya. Menatap pemandangan kota pada malam hari. "Semoga kamu suka dengan kejutannya, Adikku."

▪︎▪︎▪︎

Sudah satu minggu sejak kejadian itu, Naira tidak melihat Rian lagi. Kabarnya cowok tersebut kuliah di Jerman. Sedih, tentu saja. Dia masih ingat ucapan Rian sebelum pergi ke Jerman.

"Nai, gue pamit dulu. Jaga diri lo baik baik, gue bahagia karena lo udah dapat yang lebih baik dari gue. Gue minta maaf karena belum bisa melupakan lo. Mungkin dengan gue kuliah di Jerman, gue bisa melupakan lo."

"Jangan merasa bersalah dengan semua yang terjadi, karena ini bukan salah lo. Gue berharap lo hidup bahagia dengan suami lo. Dan ya, jangan lupa buatkan gue ponakan yang lucu."

Pesan terakhir yang mampu membuat dirinya semakin sedih. Untuk waktu yang cukup lama, dia tidak akan bertemu lagi dengan sahabatnya ini.

Masih teringat kenangan bersamanya, dimana hanya Rian yang mampu membuatnya tertawa lepas.

"NAIRA!"

Lamunan Naira buyar saat mendengar suara melengking itu. Dia menatap kedua sahabatnya yang sedang mengatur napas.

"Kenapa?" tanya Naira.

"Tau gak?!"

"Gak." Gea berdecak kesal, karena dia belum selesai bicara.

"Lif, lo kasih tau sana." Alifa menganggukkan kepalanya, sebelum itu dia membenarkan hijabnya yang sedikit berantakan akibat lari tadi.

"Jadi gini, tadi gue habis ke kantin. Nah, disana gue liat cowok ganteng banget. Katanya sih anak baru, dan gue dengar dia bakal di kelas ini." Naira hanya menganggukkan kepalanya, setelah itu dia memilih untuk membaca novel favoritnya.

"Ah ya, gue lupa. Kalau lo udah nikah, jadi gak tertarik sama yang kaya beginian," sahut Gea.

Naira hanya berdeham singkat, dia masih memikirkan Rian. Karena jujur, dia tidak suka berada di posisi sekarang. Dimana harus kehilangan sahabatnya, hanya karena cinta.

Gea dan Alifa saling menatap, baru kali ini sahabatnya menjadi pendiam. Biasanya, sebelas dua belas dengan monyet. Ups.

"Lo kenapa?" tanya Gea saat sudah duduk di samping Naira.

Naira menolehkan kepalanya, "Gak papa kok," jawabnya.

"Cerita sama kita Nai, kalau lo ada masalah." Naira menutup kembali novelnya.

"Sebenarnya, gue masih kepikiran dengan ucapan Rian. Karena gue, dia harus pergi ke Jerman," jelas Naira.

Alifa mendaratkan bokongnya, sebelum berkata, "Dengar, ini bukan salah lo. Dan jika saja Rian dapat mengendalikan perasaannya. Mungkin ini semua tidak akan terjadi. Karena memang, persahabatan antara cowok dan cewek ujiannya adalah perasaan." Gea menganggukkan kepalanya, membenarkan setiap ucapan Alifa.

"Apa dia akan kembali lagi?" tanya Naira.

Alifa tersenyum sembari menganggukkan kepalanya. "Iya, dia pasti akan kembali dan berkumpul bersama dengan kita." Dengan penuh keyakinan Alifa mengatakan semua itu.

Naira memeluk Gea dan Alifa, dia sangat beruntung memiliki sahabat seperti mereka. Berbeda sifat, namun tidak membuat persahabatan mereka retak.

"Gue sayang sama kalian berdua."

"Kita juga."

•••☆•••

TBC!

Dua chapter untuk hari ini, karena kemarin aku gak bisa update. Jadi aku update dua chapter.

Jangan lupa vote dan komennya🌟

𝟎𝟐:𝟎𝟎 |𝐀𝐤𝐮 𝐌𝐞𝐧𝐢𝐤𝐚𝐡?!|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang