Chapter 19

963 80 0
                                    

'Jangan berjuang mati-matian hanya untuk sesuatu yang tidak akan bisa dibawa mati'

Ali bin Abi Thalib

•••●●●🦋●●●•••

Semua sibuk dengan pikirannya masing masing, terlalu banyak tanda tanya yang berada di benak mereka tentang Farzan. Berbeda dengan Kei, dia sedang asik dengan es krim yang sudah Zidan belikan tadi. Ternyata bocah satu ini mempunyai daya ingat yang kuat, sehingga dia ingat dengan janji Zidan untuk membelikannya es krim.

Farzan duduk disebelah pria tampan itu, dia masih sibuk dengan makanannya. Sama seperti pria tampan tersebut, yang sibuk menatap tajam Zidan karena telah mengganggu Adik kesayangannya.

Zidan dibuat mati kutu dengan tatapan membunuh itu, dia merasa kurang nyaman dengan tatapan itu.

Dia berharap ada yang menolongnya untuk kali ini saja, tapi sungguh malang nasibnya karena sahabatnya tidak peduli sama sekali dengan apa yang dia alami.

"Ken, bagaimana dengan keadaan markas?" Tanya Farzan kepada pria tampan yang bernama Kenzie Gevandra Paramudya.

Kenzie memutuskan tatapannya dan beralih menatap Farzan yang berada di sampingnya.

Terdengar suara helaan nafas lega dari Zidan. "Alhamdulillah, masih ada yang sayang sama gue," batin Zidan.

"Baik," jawab Kenzie dengan singkat.

Farzan tersenyum simpul, dia sudah tau dengan sifat sahabatnya satu ini. "Lalu kenapa kalian bisa ada disini?" Tanya lagi Farzan.

"Kebetulan," dan lagi lagi Kenzie menjawabnya dengan singkat.

"Ya Allah Ken, irit amat lo bicara. Lagian lo bicara sepanjang apa pun gak bakal bayar," celetuk Dava yang langsung mendapatkan tatapan tajam dari Kenzie.

Dava sedikit meringis dengan tatapan itu. "Hehe bercanda Bos," ucapnya dengan menampilkan deretan giginya.

Kei hanya menatap mereka dengan tatapan polosnya, dia masih belum mengerti dengan apa yang Abang-Abangnya bicarakan.

"Zan, lo kemana aja selama dua tahun terakhir ini? " tanya Farel yang sedari tadi diam.

Farzan menghentikan acara makannya, dia tampak berpikir sejenak sebelum menjawab pertanyaan dari Farel.

"Semenjak kejadian itu, gue memilih menjadi Dokter di rumah sakit Ayah gue. Karena hampir seluruh aset kekayaan orang tua gue sudah dia ambil. Dan gue hanya dapat menyelamatkan beberapa aset saja."

Farzan menjeda ucapannya, dia menahan amarah yang selama ini dia rasakan. "Selama ini, dia mempengaruhi saudara gue untuk membenci gue, dan gue gak bisa melawan saudara gue sendiri. Dia memanfaatkan situasi ini untuk rencana jahatnya," Farzan menatap lurus ke depan dengan menahan seluruh amarah yang sudah tersimpan sejak beberapan tahun terakhir ini.

Kenzie menepuk pelan bahu Farzan, dia juga merasakan apa yang sahabatnya rasakan. Zidan dan lainnya hanya menatap sendu Farzan, sebenarnya mereka semua juga ingin menghabisi orang itu sekarang juga. Tapi mereka tidak mau mengambil resiko besar berurusan dengan dia.

Farzan menatap sahabatnya satu persatu, sebelum membuat mereka semua terkejut.

"Dan gue sudah menikah."

"APA?!"

▪︎▪︎▪︎

Sudah satu jam Naira berkutat di dapur, tadi setelah bangun dari tidurnya dia memilih untuk memasak. Dia ingin membuatkan makanan spesial untuk Farzan. Mungkin dengan ini Farzan akan luluh dan memperbolehkan dirinya untuk keluar rumah. Naira bukan tipe cewek yang akan betah di rumah. Tidak, dia lebih suka jalan jalan dengan sahabatnya dari pada di rumah yang sudah pasti dia hanya rebahan saja.

Naira melarang Bi Inah untuk membantunya dalam hal memasak, karena dia ingin Farzan akan makan masakannya sendiri.

"Eumm, ternyata Non pintar masak ya," puji Bi Inah.

Naira berdecak kesal. "Naira kan sudah bilang, panggil Naira aja."

Bi Inah tersenyum manis, dia sudah menganggap Naira sebagai putrinya. "Hehe maafin Bi Inah ya."

Naira menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. Lalu dia melanjutkan acara masaknya.

"Sekarang Nak Farzan sudah tidak sendirian lagi," ucap Bi Inah tiba-tiba, membuat Naira menolehkan kepalanya. Bi Inah memang sudah menganggap Farzan seperti anaknya dan begitu pun sebaliknya. Jadi dia memanggil Farzan dengan sebutan Nak.

"Maksud Bi Inah apa?"

Bi Inah hanya tersenyum, "Gak papa kok, ayo lanjutkan lagi masaknya. Sebentar lagi Nak Farzan pulang," elak Bi Inah.

Naira hanya bisa menganggukkan kepalanya, dia sedikit curiga dengan sikap Bi Inah yang seakan ada yang dia sembunyikan.

Sebenarnya dia tidak mengerti dengan ucapan Bi Inah. 'Tidak sendirian lagi?' Dalam artian Farzan tinggal sendiri atau apa karena sekarang Farzan sudah mempunyai istri. Tapi apa benar Farzan selama ini tinggal sendiri, karena sudah beberapa minggu dia tinggal disini. Tapi dia belum juga bertemu dengan orang tua Farzan.

Dan dia baru ingat dengan hal sebesar ini. Kenapa tidak mulai dulu dia mananyakan hal ini kepada suaminya. Suami? Emm boleh lah untuk sekarang, karena jauh dari lubuk hati, dia sudah menerima Farzan sebagai suaminya, tapi untuk cinta. Dia akan pikirkan terlebih dahulu.

"Nak, kok bengong?" Tanya Bi Inah membuyarkan lamunan Naira.

"Udah masak tuh, dan juga sudah di tunggu sama suaminya," ucap Bi Inah dengan bola mata yang melirik ke belakang Naira.

Naira mengeryitkan keningnya, pertanda belum mengerti.

Bi Inah hanya tersenyum lalu dia meninggalkan Naira yang sedang bingung.

"Loh Bi Inah mau kemana?" Tanya Naira, lalu dia membalikkan badannya secara tiba tiba tanpa melihat sesuatu yang di belakangnya.

Duk

"Awss," Naira memegang keningnya yang terasa sakit saat tidak sengaja menabrak dada bidang milik seseorang.

"Lagi mikirin apa hem?"

Deg!

•••♧•••

TBC!

JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN^^

𝟎𝟐:𝟎𝟎 |𝐀𝐤𝐮 𝐌𝐞𝐧𝐢𝐤𝐚𝐡?!|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang