Chapter 14

981 88 0
                                    

Selesai makan, Farzan memberikan obat penurun demam kepada Naira. Dan Naira menerimanya dengan bibir yang melengkung ke bawah. Farzan hanya tersenyum geli saat melihat Naira yang sedikit kesusahan meminum obatnya. Sama saat dirinya masih dirumah sakit, harus menghabiskan satu gelas air hanya untuk meminum satu pil obat.

"Sekarang kamu tidur, aku akan tidur di sofa," ucap Farzan lalu mengambil bantal dan selimut.

"Om Dokter," panggil Naira membuat Farzan menghentikan langkahnya.

Farzan menaikkan sebelah alisnya seolah berkata 'ada apa?'.

"Emm tidur sama Naira ya," pintanya dengan menundukkan kepalanya.

Farzan mengerti hal itu, dia tau jika Naira sedang sakit maka dia tidak mau tidur sendiri.

"Apakah boleh?" Tanya Farzan, dia tidak mau Naira akan marah saat dia tidur dengannya.

Naira mengangguk sebagai jawaban. Farzan hanya bisa tersenyum manis, akhirnya do'anya bisa terwujud juga.

Seperti permintaan Naira, Farzan pun naik ke atas ranjang. Lalu dia memposisikan badannya miring menghadap ke Naira.

"Sekarang tidur," ucap Farzan. Lalu tangannya terangkat mengelus surai Naira. Naira menikmati usapan lembut dari Farzan. Hingga dirinya sudah berada di alam mimpi.

Farzan yang mendengar dengkuran halus dari Naira, hanya bisa tersenyum manis. Entah ini sudah senyuman manis yang keberapa, tapi dia bersyukur dengan kehadiran Naira di dalam hidupnya. Karena semenjak kejadian itu dia sangat jarang untuk tersenyum. Tapi sekarang dia selalu tersenyum setiap saat.

"Ana uhibbuki fillah, Zaujati," bisik Farzan lalu mencium lembut kening istrinya. Setelah itu dia memeluk erat istrinya seakan jika dia lepas maka istrinya akan pergi.

▪︎▪︎▪︎

Azan subuh sudah berkumandan, saatnya untuk kaum muslim melaksanakan salat subuh. Naira merasakan sesuatu yang berat di bawah sana. Perlahan mata indah itu terbuka, dan pandangannya tertuju kepada seseorang yang tertidur pulas di sampingnya.

Naira melihat sebuah tangan kekar yang memeluk dirinya dengan sangat erat. Tiba tiba kejadian tadi malam berputar kembali di otak cantiknya.

"Astaga jadi semalam itu bukan mimpi?" Gumamnya.

Naira menatap wajah Farzan dengan sangat lekat, dia akui Farzan mempunyai wajah sangat tampan. "Kenapa dia mempunyai wajah setampan ini sih?! Jadi gak rela gue buat lepasin dia," ucap Naira dengan tangan yang menyentuh rahang tegas Farzan.

Tanpa Naira ketahui ternyata Farzan mendengar semua ucapannya. Sebenarnya dia sudah bangun dari tadi, hanya saja dia masih ingin menikmati tidur ini. Kapan lagi kan, bisa tidur dengan istrinya?

Perlahan mata Farzan terbuka, Naira terkejut saat melihat tatapan lembut milik Farzan. Dengan cepat dia menarik tangannya lalu memalingkan wajahnya. Dia merutuki dirinya sendiri karena telah melakukan hal bodoh ini.

Farzan hanya terkikik geli, tangannya terangkat menyentuh kening istrinya. "Emm sudah tidak panas lagi," ucap Farzan saat merasakan suhu tubuh istrinya sudah normal, meskipun masih agak hangat dikit.

"Hari ini kamu tidak ke kampus, aku takut demam-mu kambuh lagi," ucap Farzan.

"Gak, gue mau ke kampus," tolak Naira, dia tidak mau hanya berdiam diri dirumah.

"Faizah, sekali aja kamu turutin perintahku. Aku hanya tidak mau kamu sakit lagi," ucap Farzan.

"Gue bilang gak ya gak, kenapa maksa sih."

Farzan hanya menghembuskan nafasnya kasar, sudah berapa kali istrinya selalu menentang perintahnya. "Baik, tapi jika aku dengar dari pihak kampus kalau kamu sakit. Maka aku tidak akan biarkan kamu keluar dari rumah ini," putus Farzan.

Naira hanya mengedikkan bahu acuh, setelah itu dia turun dari ranjang untuk ke kamar mandi.

"Huft sabar Zan," gumam Farzan. Tapi dia masih ingat apa yang Naira katakan tadi saat dia pura pura tidur. Seketika bibirnya terangkat ke atas membentuk senyuman.

"Tanpa Naira sadari, dia sudah menerima aku sebagai suaminya," ucap Farzan dengan senyuman yang merekah.

Selesai salat subuh, Naira bersiap untuk ke kampus. Begitu pun dengan Farzan, dia sudah siap dengan jas Dokternya.

Hari ini Bi Inah yang membuat sarapan, karena Farzan melarang Naira untuk memasak. Naira bingung dengan sikap Farzan yang menjadi overprotektif seperti ini.

Seperti biasa Farzan akan mengantar Naira ke kampus. Tapi kali ini, Naira melarang Farzan mengantarnya sampai ke gerbang. Karena dia tidak mau temannya mengetahui kalau sekarang dia sudah menikah.

Dan lagi lagi Farzan hanya pasrah dengan keputusan Naira. Entah ini akan berlangsung sampai kapan, tapi dia berharap Naira akan memberi tahukan temannya.

"Belajar yang pinter, ingat jangan terlalu dekat dengan anak cowok. Kamu sudah punya suami dan---"

"Bawel banget sih," potong Naira lalu mencium punggung tangan Farzan.

"Udah sana jalan," usir Naira saat sudah keluar dari mobil.

"Morning kiss?" Tanya Farzan dengan menaik turunkan alisnya.

"Gak ada, udah sana pergi," ketus Naira.

Farzan mendengus sabar, "Nanti aku jemput, assalamualaikum," pamit Farzan lalu menancapkan gas mobilnya.

"Waalaikumsalam," jawab Naira.

Saat Farzan sudah pergi, Naira pun melanjutkan jalannya menuju kampus. Sebenarnya dia ingin memberi tahukan kepada temannya. Hanya saja dia belum siap untuk memberitahukan soal ini.

Naira memasuki kelasnya, dan disana sudah terdapat Gea dan Alifa yang sudah duduk manis. Naira mengayunkan kakinya menuju ke arah mereka.

"Pagi," sapa Naira dengan senyuman khas miliknya.

•••☆•••

TBC!

Gimana ceritanya?

Aku bersyukur banget udah banyak yang baca sama vote tanpa harus feedback atau semacamnya.

Terima kasih banyak banyak buat yang suka ceritaku sampai titik ini, saking senengnya sampek ingin peluk kalian, tapi jauh hehe.

Bantu promosi biar banyak yang baca, dan aku pun semangat buat ceritanya:)

See you♡

𝟎𝟐:𝟎𝟎 |𝐀𝐤𝐮 𝐌𝐞𝐧𝐢𝐤𝐚𝐡?!|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang