Chapter 22

966 74 9
                                    

"Aku tidak mengizinkanmu untuk keluar rumah," jawab Farzan lalu melanjutkan sarapannya.

Dan sekarang dia sudah tahu kenapa istrinya berubah.

Naira berdecak kesal, tapi dia masih belum menyerah. Dia harus mendapatkan apa yang dia mau.

"Ayolah, Mas Farzanku yang sangat tampan. Izinkan istrimu yang cantik dan baik hati ini keluar rumah, ya ya ya," mohon Naira.

Farzan hanya meliriknya sebentar, dia menghembuskan nafasnya kasar. Kenapa istrinya ini terlalu keras kepala, padahal dia sendiri yang setuju dengan hukuman ini.

"Aku pergi dulu, dan ya aku tidak mengizinkanmu untuk keluar rumah," ucap Farzan dengan tegas.

Naira mencium punggung tangan suaminya dengan sedikit kasar, setelah itu dia pergi masuk ke dalam kamarnya dengan membanting pintu.

"Ck, anak ini. Untung sayang," gumam Farzan lalu segera berangkat ke rumah sakit.

Memang Farzan sudah mencintai istri kecilnya, dan bahkan dia tidak ingin istrinya terluka apalagi berdekatan dengan pria lain. Katakan dia posesif terhadap istri kecilnya ini.

Naira menggerutu tidak jelas dikamarnya, rasanya dia akan mati kebosanan jika seperti ini.

"Gagal dong rencana gue. Argh sialan," umpatnya. Dan sekarang dia bingung harus dengan cara apa lagi agar Farzan mengizinkan dirinya untuk keluar rumah. Dia ingin kabur tapi diluar rumah terdapat banyak bodyguard yang sedang menjaga dirinya agar tidak keluar rumah. Entah sejak kapan Farzan mempekerjakan Om Om berpakaian hitam itu.

Tak mau ambil pusing Naira memilih untuk tidur saja, dia sudah lelah dengan semua sandiwara ini.

▪︎▪︎▪︎

Kampus adalah sebuah tempat untuk menimba ilmu, tapi berbeda dengan kampus yang terkenal di Ibu Kota ini. Sekarang pemilik kampus menjadi bahan pembicaraan bagi maha siswa/siswinya.

Bagaimana tidak, jika pemilik kampus yang dikenal dengan sifat dingin dan tegasnya. Menggendong seorang maha siswi yang pingsan beberapa hari lalu.

Berita ini menjadi hot news di kampus tersebut.

Seperti halnya dengan dua orang gadis cantik dan satu pemuda tampan yang sedang duduk di bangku kantin. Yang tak lain adalah Gea, Alifa dan Rian.

Telinga mereka terasa panas saat mendengar cibiran dari maha siswi yang menilai sahabatnya seperti gadis murahan.

"Kita harus kerumah Naira," ucap Gea

"Lo benar, kita membutuhkan penjelasan dari Naira. Karena sekarang Naira menjadi bahan pembicaraan, dan bahkan mereka merendahkan Naira," imbuh Alifa.

"Mereka sudah merendahkan Naira, akibat Pak Farzan yang menggendongnya beberapa hari lalu," ucap Rian. Tatapannya lurus ke depan, seolah menahan amarah yang bisa meletus kapan saja.

"Gue pengen penggal kepala mereka masing masing, karena telah menyebarkan berita yang hoax ini!" Gea meremas botol soda yang berada di tangannya. Dia sudah muak dengan berita yang sudah jelas itu tidak benar.

Alifa menatap Gea, "Istifar Ge, gak baik marah marah," ucap Alifa.

Gea menghembuskan nafasnya kasar, "Gue gak rela sahabat gue dihina seperti itu Lif," ucapnya, Alifa hanya menganggukkan kepalanya.

Sedangkan Rian, dia sebenarnya menahan amarahnya. Dia tidak rela orang yang dia sayang dihina seperti ini. Tapi, dia juga cemburu melihat kedekatan Naira dengan sang pemilik kampus.

Dia ingin tau apa yang sebenarnya terjadi, kenapa Naira bisa dekat dengan pemilik kampus ini. Soal hubungan, dia rasa tidak mungkin. Karena dari dulu Naira tidak pernah berhubungan dengan pria lain.

"Besok kita kerumah Naira, kita akan tanyakan semuanya. Gue sempat hubungin dia, tapi nomornya tidak aktif," ucap Gea.

"Mungkin dia masih sakit, kita akan tau jawabannya besok. Lo ikut kan Yan?" Tanya Alifa kepada Rian.

"Seperti gue tidak ikut, besok gue akan ke Jerman. Karena orang tua gue ada urusan disana," jawab Rian dengan wajah lesunya. Padahal dia ingin menjenguk Naira, sudah lama dia tidak melihat wajah cantik itu.

"Baiklah, gak papa mungkin saat Naira masuk lagi lo bisa bertemu dengannya," ucap Alifa yang diangguki oleh Gea.

Rian hanya tersenyum manis, setelah itu dia melanjutkan makannya.

▪︎▪︎▪︎

Farzan duduk di kursi kebesarannya, sekarang tidak ada jadwal oprasi. Jadi dia akan pulang awal.

Dia menatap sebuah bingkai foto yang berada di atas meja. Disana terdapat gadis cantik yang sedang tersenyum manis.

Tangannya terangkat mengelus lembut foto itu. Baru beberapa jam dia tidak bertemu dengan istrinya. Sekarang dia sudah merindukan istri kecilnya.

Ya, itu adalah foto Naira. Siska memberikan foto ini kepada Farzan. Dan dengan senang hati Farzan mengambilnya.

"Mungkin Naira bosan dirumah terus," gumamnya.

Farzan terdiam sejenak, dia merasa bersalah karena telah melarang istrinya untuk keluar rumah. Tapi ini demi kebaikan istrinya, dia tidak ingin istrinya membatah lagi.

"Apa aku ajak dia keluar aja ya?" Monolognya.

Farzan menatap foto itu sebentar, lalu tangan kekarnya mengambil benda pipih yang berada di atas meja.

Jari kekarnya mulai menekan tombol hijau.
Dia menunggu dengan sabar, sampai suara halus masuk ke indra pendengarannya.

"Hallo?" Jawab seseorang.

Farzan berdeham sebentar, "Assalamualaikum Faizah."

Benar, Farzan menelpon Naira.

"Waalaikumsalam."

"Nanti malam kamu berpakaian yang rapi dan tertutup."

Naira mengerutkan keningnya, "mau ngapain?" Tanya ketus Naira.

Karena rencananya sudah gagal, dia memilih bersikap seperti semula. Toh gak ada gunanya juga dia bersikap lembut, Farzan gak bakal mengizinkan dia keluar rumah.

Terdengar helaan nafas milik Farzan, "Menurutlah, nanti malam aku jemput. Aku tutup dulu assalamualaikum,"

Tut

Farzan menghembuskan nafasnya pelan, setelah itu dia melanjutkan tugasnya.

•••☆•••

TBC!

Please vote and comment🌟

𝟎𝟐:𝟎𝟎 |𝐀𝐤𝐮 𝐌𝐞𝐧𝐢𝐤𝐚𝐡?!|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang