BAB 3- Kejadian tak terduga

2.2K 171 1
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.





Lava terlihat baru saja keluar dari kamar mandi yang berada di dalam kamarnya. Perempuan itu mengenakan handuk kimono serta berusaha mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil yang sedang perempuan itu pegang. Walaupun, setelah ini ia akan menggunakan cara yang lebih cepat yaitu hairdryer.

Tiba-tiba pintu kamarnya terbuka. Hal itu sempat membuat dirinya terkejut.

"BANG DEO! KALO GUE LAGI TELANJANG GIMANA?" pekik Lava keras.

Tanpa ia duga Deo justru mendekat ke arahnya. Deo mengarahkan tangannya kepada pintu yang ada di kamar Lava, "Lo tau gunanya kunci apaan?"

"Lo tau gunanya tangan lo apaan? ketuk dulu sebelum masuk!" sahut Lava tidak mau kalah.

Deo menepuk mulut Lava pelan, "Bisa aja tuh mulut kalo ngomong!"

"Bener kan gue?"

"Iya deh gue minta maaf. Lain kali gue akan pergunakan tangan gue dengan baik. Di maafin nggak?"

Lava hanya memutar bola matanya malas. "IYA!" lalu Lava beralih mengambil hairdryer yang akan ia gunakan untuk mengeringkan rambutnya yang basah.

"Lo kenapa ke kantor polisi sendiri? ingkar janji itu nggak baik, Va." suara Deo yang terdengar membuat Lava menghentikan aktifitasnya.

"Gue pengen ketemu ayah sendiri."

"Dan lo ketemu sama ayah lo?"

Lava menggeleng pelan.

"Lava, lo bahkan udah beberapa kali menghadapi masalah. Pasti lo tau kan, masalah yang diselesaikan dengan gegabah nggak akan pernah berhasil!" ujar Deo.

"Tapi masalah yang kali ini beda, bang. Ini menyangkut ayah gue, masalah yang bahkan nggak pernah gue pikirkan sebelumnya!"

Deo mencoba mendekat pada Lava yang mulai emosi. "Terus, rencana lo sekarang apa?"

Lava menghadap ke arah Deo. Menatap mata lelaki itu dengan serius. "Bang Deo percaya, kalo ayah benar-benar membunuh wanita itu?"

Sama seperti sang ayah. Deo terdiam lama ketika mendapat pertanyaan yang Lava lontarkan. Lelaki itu bahkan meneguk ludahnya berkali-kali.

"Gue denger, semua bukti mengarah pada ayah lo."

Lava memiringkan sudut bibirnya, tersenyum miring ke arah Deo yang tidak menjawab pertanyaannya.

"Bang Deo ternyata percaya." ujar Lava sendu.

"Lava, maksud gue bukan gitu,"

"Maksud Bang Deo, kita nggak pernah tau kan sifat seseorang. Bahkan teman dekat selalu jadi musuh yang utama dalam relasi pertemanan. Itu kan maksud bang Deo?"

"Lava. Gua bukannya percaya kalo ayah lo pembunuhnya. Gue hanya nggak bisa jawab pertanyaan yang terlalu abu-abu buat gue."

"Gue mau lo pulang. Gue mau sendiri malam ini." ujar Lava yang membelakangi Deo karena rasa kecewanya.

DELAVA ( On Going )Where stories live. Discover now