Malam ini semua inti magma tengah berkumpul di rumah Lava. Bukan untuk menjalankan sebuah misi, namun hanya tradisi yang selalu mereka lakukan setiap ada waktu. Dari semua orang yang berada di sana hanya Fajar yang menunjukkan wajah gelisah. Mungkin lelaki itu masih trauma akan kejadian yang menimpa Kara selaku kekasihnya.
"Dia nggak tau siapa pelakunya." ujar Fajar dengan lesuh.
"Gimana kronologi Kara bisa di bawa oleh pelaku?" Deo sangat penasaran dengan hal yang dia tanyakan.
"Gue bangun, cepet ceritain!" sahut Opi yang ketika itu langsung bangun dari mata meremnya.
"Stres!" timpal Rama seraya menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Gue nggak bisa tanya banyak. Dia masih trauma banget, gue takut mentalnya akan terganggu." tutur Fajar dengan raut wajah yang sedih.
Lava mendekati Fajar dan menepuk pundak lelaki itu dengan pelan. "Udah. Lo fokus aja sama Kak Kara bang. Nggak usah pikirin kasus Ayah gue dulu." Lava tersenyum kearah Fajar yang kini menatapnya.
"Sekali lagi sorry, Va. Maaf gue nggak bisa bantu."
Lava menggelengkan kepalanya. "Enggak. Lo salah satu orang yang paling bantu gue, Bang."
"Kenapa harus Kara?"
Semua orang terdiam akan pertanyaan yang keluar dari mulut Fajar. Saling bertanya dengan diri mereka masing-masing. Benar, kenapa harus Kara? karena perempuan itu tak pernah terlibat di dalam magma sedikit pun.
"Kenapa harus dia? seseorang yang bahkan berjalan pun nggak bisa. Kenapa tuhan? apa salah dia?" lirih Fajar mengeluh.
Lava meneteskan air matanya. Merasakan rasa sakit yang saat ini dirasakan oleh Fajar. Manusia paling ceria yang belakangan ini selalu menyembunyikan senyum cerianya. Lava mengambil ponsel miliknya yang berada di atas meja. Dia menghubungi nomer seseorang disana.
Wajah seorang perempuan muncul di balik layarnya.
"Halo kak, apa kabar?" sapa Lava dengan riang.
"Halo Lava. Aku udah lebih baik sekarang."
Fajar mendongakkan kepalanya ketika mendengar suara seseorang yang sangat dia kenal. Lava mengarahkan ponsel miliknya pada wajah Fajar.
"Lihat tuh kak, Matahari Bang Fajar belakangan ini redup banget. Lava nggak suka."
Kara tertawa akan hal tersebut. Membuat inti magma yang lain merasa menghangat.
"Kenapa sih mataharinya Kara?"
"Cieee...mataharinya Kara nggak tuh!" ujar Lava meledek.
"Ya ampun ac lo perasaan udah dingin deh Va, tapi kok gue gerah banget yak," Opi mengibas tangannya kepanasan.
YOU ARE READING
DELAVA ( On Going )
Teen Fiction"Gue akan bunuh dia dengan tangan gue sendiri!" Delava Angkara. Bagaimana jadinya jika gadis yang terkenal nerd dilingkungan sekolahnya ternyata gadis yang paling di takuti di lingkup yang mengenal sosok kedua dari dirinya. Dia juga, mempunyai satu...