BAB 18- Antar Saudara

1K 96 106
                                    

Happy Reading

Lava berjalan menyusuri koridor dengan sangat tenang. Berbeda dengan semua orang yang menatapnya dengan wajah yang sulit untuk di artikan ketika itu. Dari belakang Soka datang seraya merangkul pundak Lava. Saat Lava akan memindahkan tangan Soka dari pundaknya lelaki itu justru makin mempererat rangkulannya.

"Awas!" Lava berhenti mendadak mendengar teriakan yang Soka lontarkan.

"Ada lantai," jawabnya tanpa dosa lalu berlari mendahului Lava.

"Sialan lo!" ucapnya seraya berlari mengejar kepergian Soka.

Keduanya tiba-tiba terhenti ketika mendapati dua manusia yang kini tengah berjalan ke arah mereka berdua. Ada aura kebencian di sorot mata keempatnya. Rinjani ingin sekali membalas perbuatan Lava waktu itu, tetapi kalimat Papanya selalu melekat di ingatannya.

Gara yang ketika itu mengerti akan perasaan Rinjani mencoba untuk mengajaknya terus berjalan tanpa memperdulikan keberadaan Lava beserta Soka disana.

"Ayo!" titah Gara langsung menggandeng tangan Rinjani untuk pergi dari sana.

Lava tidak peduli akan kepergian mereka berdua. Namun, setelah Gara berjalan melewatinya dia merasa sangat familier akan indra penciumannya ketika itu. Lava berbalik untuk menatap kepergian Gara, jantungnya seketika terpacu merasakan penciuman apa yang tengah dia hirup saat Gara melewatinya.

"Lo kenapa?" tanya Soka dengan bingung.

"Jeruk segar," gerutu Lava dengan pelan.

"Ha?"

"Lime, ekstrak jeruk," tambah perempuan itu lagi mencoba untuk menafsirkan apa yang sedang dia cium.

"Maksud lo apaan sih?" Soka tambah bingung akan penuturan Lava yang sangat ambigu.

"Aroma apa yang berhubungan dengan jeruk?" tanya Lava tepat di depan wajah Soka.

Lelaki itu terlihat seperti berfikir akan pertanyaan yang Lava ajukan. "Citrus."

Jawaban singkat Soka mampu membuat dada Lava naik turun. Dia berbalik lagi untuk menatap kepergian Gara yang sudah terlihat sangat jauh. Sekarang dia mengerti arti Citrus yang Ayahnya tulis di note berdarah yang ia baca waktu itu.

Bel berbunyi. Beberapa kelas sudah memulai proses pembelajarannya. Sama halnya seperti kelas yang Soka tempati saat ini. Pak Galih datang membawa beberapa buku yang baru saja dia nilai.

"Baiklah anak-anak, Bapak akan mengumumkan siapa yang meraih nilai tertinggi sampai yang terendah. Kemarin Bapak sudah memutuskan untuk memberikan hukuman terhadap siswa yang memiliki nilai terendah pada tugas yang telah Bapak berikan," jelas Pak Galih membuat seisi kelas mengeluh akan kalimatnya.

"Yah, jangan dong pak!" usul salah satu orang yang sangat yakin bahwa dia akan mendapat nilai rendah kali ini.

"Apa sih pak hukumannya?"

"Membersihkan semua toilet yang ada di sekolahan ini!"

Semua orang mengeluh akan hukuman tersebut. Berbeda dengan Gara yang sepertinya sangat yakin akan nilainya. Dia hanya bisa tersenyum miring ke arah penunggu kelas selaku saudaranya.

Pak Galih mulai menyebutkan satu persatu nama dari yang mendapatkan nilai tertinggi disana. Dia bahkan kaget bahwa Soka menduduki peringkat ketiga dalam nilai tugasnya. Awalnya dia mencoba untuk tenang, bisa saja Soka akan menempatkannya pada posisi keempat. Ditengah pembacaan Pak Galih tiba-tiba merubah metode pembacaannya. Yaitu memulainya dengan siswa yang mendapatkan nilai paling rendah.

"Yang mendapatkan nilai paling rendah adalah.... Gara Novalino. Dan kamu yang mendapatkan hukuman kali ini bersama dengan Delava Angkara."

Gara mengepalkan tangannya ketika Pak Galih selesai menyebut namanya. Sorot matanya seketika tertuju kepada Soka yang terlihat santai di kursinya. Berbeda dengan Lava yang sepertinya tidak kaget saat namanya ikut di sebut, bahkan dia sudah menduga hal tersebut terjadi.



DELAVA ( On Going )Where stories live. Discover now