f ú t u r ē

16 6 0
                                    

3 tahun kemudian...

Laki-laki 21 tahun itu melonggarkan dasi yang beberapa jam belakangan mencekik lehernya. Dibukanya pula dua kancing teratas kemeja hitamnya. Matanya tampak lelah dengan guratan hitam di sekelilingnya. Entah berapa malam ia tak tidur karena menjaga Ibunya yang sakit sebelum akhirnya semalam meninggal dunia. Belum lagi, ia harus terbang dari Dubai ke Jepang untuk memakamkan sang Ibu di tempat kelahirannya.

Mata tajamnya memejam sebentar, sebelum kembali terbuka dan melirik pada beberapa karangan bunga bela sungkawa atas meninggalnya sang Ibu. Rata-rata isi karangan bunga itu sama saja.

Turut berduka cita atas berpulangnya Hygeana Yves Mareno.

"Mr. Lai, bisa kau minta orang-orang untuk menyingkirkan karangan bunga itu? Itu menggangguku."

"Baik, Tuan."

"Oh ya Mr. Lai, apakah ada project baru yang harus aku tangani? Bawa semua berkasnya ke ruanganku nanti malam."

Mr. Lai yang memiliki nama lahir Lai Guanlin itu menghela napas. Bertahun-tahun bekerja dengan sang Ibu hingga sekarang bekerja dengan anaknya, Lai Guanlin menyadari bahwa keduanya sangat mirip. Baik Hygeana Yves Mareno maupun Samuel Eugene Mareno, keduanya sama-sama sangat ambisius.

"Saya minta maaf sebelumnya Tuan, tapi saya menyarankan Tuan Sam untuk beristirahat dulu beberapa hari. Anda tampak sangat lelah." Nasihat Mr. Lai dibalas dengan tatapan tajam oleh Samuel.

Apakah Samuel mengira Mr. Lai takut? Oh tentu saja tidak. Karena Mr. Lai telah terbiasa menghadapi hal yang lebih mengerikan daripada sekadar tatapan tajam saat bekerja dengan Ibunya.

"Anda bisa menikmati waktu untuk menikmati keindahan Jepang, Tuan. Atau mungkin anda juga bisa ke negara tetangga. Tiongkok? Taiwan? Atau Korea Selatan?"

Hwang Hyunjin hampir mengatakan 'tidak' sebelum Mr.Lai menyebutkan Korea Selatan. Hmm, Korea Selatan ya? Selama 2 tahun belakangan, Samuel telah mengikuti perjalanan bisnis Ibunya ke hampir seluruh negara di dunia. Kecuali Korea Selatan. Bahkan jika ada proyek bisnis di Korea Selatan, Ibunya hanya akan mengirimkan seorang perwakilan. Terlebih lagi, Samuel pernah menemukan akta kelahiran dengan nama Hwang Hyunjin, putra dari Hwang Minhyun dan Hygeana Yves Mareno. Apakah itu dirinya? Apakah berarti ia adalah orang Korea? Entahlah, sejujurnya selama hidup dengan Ibunya Samuel selalu merasa aneh. Ia merasa bahwa Samuel Eugene Mareno bukan namanya. Dan lagi, ia juga merasa seperti separuh ingatan telah dihilangkan.

"Oke, siapkan jet pribadi untuk ke Korea Selatan setengah jam lagi. Aku akan mandi terlebih dulu."

"Baik, Tuan." Lai Guanlin tersenyum. Dalam hati berdoa semoga Tuannya itu dapat kembali menemukan hidup yang sebenarnya di Korea Selatan.

Jujur saja, Lai Guanlin lelah dengan pekerjaan kotor ini. Tapi ia tidak pernah bisa lepas dari Hygeana. Oleh karenanya, kali ini ia harus berhasil untuk mengembalikan Samuel ke jalan yang benar. Karena Guanlin yakin, Samuel pun pasti merasakan kejanggalan dalam hidupnya 3 tahun belakangan. Guanlin tidak ingin Samuel menjadi berhati gelap seperti sang Ibu.

35 menit kemudian, Samuel telah siap. Jet pribadi untuk keberangkatan ke Korea Selatan juga telah siap. Hanya dalam waktu beberapa menit, jet itu telah mendarat di Bandara Internasional Korea Selatan khusus untuk pendaratan jet pribadi para konglomerat di seluruh dunia.

"Mr. Lai, kau sudah memesan apartemen untukku?"

"Sudah Tuan, segala akomodasi anda sudah disiapkan untuk hidup Anda disini."

"Baiklah."

"Tuan, tolong tunggu disini sebentar. Sepertinya mobil yang menjemput Anda sedikit tersesat."

Lai Guanlin meninggalkan Samuel sendirian. Karena merasa malas berdiri, Samuel berniat untuk mencari tempat yang ia bisa duduki sembari menunggu. Namun--

BRUGH!

Samuel sedikit terkejut karena ada seseorang yang menabraknya. Ia hampir marah dan bersumpah kasar namun urung, karena yang menabrak dirinya adalah....seorang balita yang mungkin berusia sekitar 2 tahun? Balita itu mendongak, kemudian tersenyum kecil. Samuel tertegun, tidak tahu mengapa ada rasa hangat yang menjalar dalam dadanya. Samuel berniat menggendong sang balita, namun seorang perempuan datang dengan terburu-buru dan langsung menggendong sang balita.

"Heejun-a, sudah Ibu bilang untuk jangan berlari. Oh, kau menabrak tuan ini? Astaga, maafkan saya! Seharusnya saya menjaga putra saya." Perempuan itu menurunkan putranya dan sibuk membungkuk sehingga Samuel tidak sempat melihat wajahnya dengan jelas.

Tapi, ada perasaan aneh yang menjalar dalam dirinya.

"Ah, Heejun-a itu Ayah! Saya pamit dulu Tuan, sekali lagi saya mohon maaf."

Sang balita berlari ke arah seorang laki-laki dengan setelan yang Samuel tebak juga baru melalukan pendaratan. Laki-laki itu tersenyum lebar dan langsung menggendongnya.

"Astagaa, Ayah sangat merindukan Heejunnn."

Si perempuan di sampingnya tertawa. Kemudian menimpali,"Kakak berlebihan, padahal hanya 3 hari tidak bertemu Heejun."

"Eyy, Heejun-a sepertinya Ibumu cemburu. Sebentar, Heejun turunlah dulu.  Kali ini Ayah akan memeluk Ibumu."

Pasangan itu berpelukan dengan riang, dan Samuel masih setia memperhatikan. Hingga saat sang laki-laki bersitatap dengan Sam, laki-laki itu tampak sedikit terkejut. Pelukannya pada sang perempuan semakin mengerat.

"Tuan Sam? Tuan Sam?!"

"Hah--Oh ya ada apa Mr. Lai?"

"Mobil jemputan anda sudah sampai."

"Ah, oke baiklah ayo kesana."

Sebentar--bukankah laki-laki tadi adalah salah satu konglomerat Korea Selatan dari Lee Corporation? Kalau Samuel tidak salah, namanya Lee Minho. Tapi seingat Samuel, Lee Minho itu masih lajang dan belum menikah. Jadi, siapa perempuan dengan balita kecil tadi?

><

3 tahun lalu...

Yejin datang membawa hidangan istimewa yang menurut Heejin pun sangat menarik. Benar saja, tidak hanya tampilannya saja yang indah namun rupanya rasanya juga luar biasa enak. Namun setelah Heejin berhasil menelannya, perutnya tiba-tiba mual. Lagi. Heejin tidak tahu kenapa, tapi ia telah merasa mual sejak pagi tadi.

"Permisi, aku akan ke toilet sebentar," pinta Heejin akhirnya. Rasa mualnya semakin tidak tertahankan.

"Baiklah, kembalilah dengan cepat ya cantik,"  jawab Yejin.

Heejin hanya tersenyum sekilas kemudian bergegas menuju kamar mandi. Benar saja, Heejin langsung memuntahkan isi perutnya. Dipandanginya pantulan dirinya sendiri di cermin yang tampak agak pucat. Tiba-tiba pemikiran itu muncul dalam kepalanya.

Apakah karena malam itu? Tapi dirinya dan Hyunjin hanya melewati batas satu kali saja. Mungkinkah ia--? Heejin menggeleng kuat, mencoba mengusir pemikiran itu dari dalam kepalanya. Setelahnya, Heejin membasuh wajahnya dan bergegas kembali ke ruang makan malam. Satu hal yang Heejin ingat adalah Hyun Yejin mengajak mereka berfoto bersama, kemudian dalam sekejap mata, segalanya menjadi gelap.

*

Miraculous 2: Repeat The StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang