Sebenarnya, hal ini rahasia.
Orang-orang hanya tahu, bahwa Hwang Hyunjin itu manusia sempurna. Tampan, cerdas, kaya, dan populer. Tapi, ada yang laki-laki itu sembunyikan selama belasan tahun. Kenyataan bahwa ia mengidap PTSD atau Post Traumatic Stress Disorder. Kala usianya 6 tahun, Hwang Hyunjin pernah di culik. 47 hari. Dan itu, bukan penculikan biasa. Komplotan penculik itu adalah pedagang gelap organ tubuh manusia. Dengan mata kepalanya sendiri, Hyunjin menyaksikan bagaimana ratusan anak-anak seusianya kala itu mati dengan cara yang mengerikan. Saat itu, Hyunjin hanya pasrah bahwa mungkin akan tiba gilirannya mati mengenaskan. Beruntungnya, ia ditemukan.
Meski sedikit terlambat.
Hyunjin trauma. Dan komplotan penculik itu mendoktrin isi kepala Hyunjin bahwa 'membunuh itu bukan dosa besar'. Di usianya yang ketujuh, Hyunjin membunuh dua asistennya. Setelahnya, Hyunjin mendapatkan perawatan khusus hingga dinyatakan sembuh 2 tahun kemudian. Tapi nyatanya tidak. Hari-hari ketika usianya belasan, setiap malam mimpi-mimpi mengerikan itu datang. Suara tembakan, suara sayatan pisau, dan suara-suara mengerikan itu dapat Hyunjin dengar. Darah pekat berbau anyir itu seolah ada di hadapan Hyunjin. Hyunjin tersiksa.
Ia sudah merasa baik-baik saja selama beberapa tahun belakangan, tapi entah kenapa Hyunjin merasa sakit. Ini hari ketiga dirinya demam, tapi Hyunjin keluar dari rumah tanpa saudarinya ketahui. Dengan tertatih, Hyunjin melangkah. Bibirnya pucat. Kepalanya pusing. Pergelangan tangan kirinya meneteskan darah dengan beberapa bekas sayatan yang masih sangat baru. Sedangkan tangan kanannya memegang pisau.
"Hyung." Seorang anak laki-laki yang Hyunjin perkirakan berusia 7 tahun mendekati Hyunjin.
Menatap tangan Hyunjin dengan tatapan iba, bukan tatapan takut. Tangannya merogoh saku, mengeluarkan sebuah dua lembar plester luka.
"Tangan Hyung terluka, itu harus di bersihkan agar tidak infeksi. Ini, aku berikan plester. Aku biasanya juga sering terluka karena aku suka berlari dan terjatuh." Tangannya mengulurkan plester kepada Hyunjin.
Hyunjin hanya menatap datar dan tidak bereaksi. Anak laki-laki itu justru dengan berani meraih tangan kiri Hyunjin perlahan dan menaruh plesternya di telapak tangan Hyunjin. Kemudian, anak laki-laki itu tersenyum manis.
Dan Hyunjin tidak suka itu.
Hyunjin tidak suka anak laki-laki itu tersenyum. Kenapa anak itu beruntung bisa berkeliaran dengan bebas? Sedangkan dahulu di usia ini Hyunjin harus mengalami puluhan hari kelam dan mengerikan. Dimana letak keadilan Tuhan? Jika Hyunjin tidak bahagia, maka anak itu juga tidak berhak bahagia. Hyunjin membuang plester di tangan kirinya. Kemudian berjalan cepat mengejar anak laki-laki tadi. Tangan kanannya menggenggam pisau semakin erat.
Membunuh itu bukan dosa. Bisik Hyunjin pada dirinya sendiri. Maka Hyunjin mempercepat langkahnya untuk mengejar anak laki-laki tadi.
"Hei,"
Tepat saat anak laki-laki itu berbalik, Hyunjin mengangkat tangan kanannya yang menggenggam pisau. Bersiap untuk menusuk kepala anak laki-laki itu dari atas. Senyuman misterius terbit di bibirnya.
Membunuh itu bukan dosa. Sekali lagi Hyunjin menekankan kalimat itu pada dirinya.
"ARGH!"
Bukan darah yang muncrat dari kepala anak laki-laki itu, tapi ada darah yang menetes di bawahnya. Hyunjin mendongak menatap ke depan. Di depannya, Jeon Heejin tengah meringis menahan perih karena ujung pisau menancap di telapak tangannya. Hyunjin otomatis mencabut pisau dari tangan Heejin hingga darah mengucur deras dari telapak tangan Heejin.
"Lari," perintah Heejin kepada sang anak laki-laki.
"A-apa yang kau lakukan disini? K-kau kau terluka Jeon Heejin!" Hyunjin melempar pisau di tangannya asal.
Heejin justru tersenyum, meski perih di telapak tangannya bukan main. Heejin justru menatap tangan kiri Hyunjin yang juga mengucurkan darah.
"Kau sendiri juga terluka Hwang Hyunjin," Heejin meraih lengan Hyunjin perlahan.
Tapi Hyunjin justru gemetar tanpa dapat dirinya sendiri kontrol.
"K-kau berdarah Heejin-a," ucapnya dengan bibir bergetar.
Heejin justru maju selangkah, kemudian meraih Hyunjin dalam pelukan. Keduanya berpelukan dengan tangan sama-sama mengucurkan darah.
"Aku benar-benar tidak tahu takdir macam apa yang mengikat kita berdua, Hyunjin."
"Tapi rasanya, aku seperti memiliki ikatan kuat denganmu."
"Aku itu siapa? Benarkah aku adalah putri Ayah?"
Jeon Wonwoo terdiam sejenak.
"Apa maksudmu Heejin? Tentu saja kau adalah putri Ayah," jawab Wonwoo tegas.
"Ayah, bagaimanapun ini tidak masuk akal. Ayah masih terlalu muda untuk memiliki putri sebesar aku."
"Bukankah Ayah baru 35 tahun? Dan aku 18 tahun, Ayah. Aku pikir, orang sekaku Ayah bukan tipe laki-laki yang menghamili perempuan ketika berusia 17 tahun."
"Tapi itu bukan tidak mungkin, Heejin," bantah Wonwoo lagi.
Heejin memicing.
"Lantas, dimana Ibuku?"
"Apa kau sedang mencurigai Ayahmu sendiri Jeon Heejin?" Nada suara Wonwoo mulai menunggi, merasa tersinggung dengan putrinya sendiri.
"Kenapa Ayah mengalihkan pembicaraan?"
"Dengan Jeon Heejin, sejak awal kau adalah putri Ayah. Sekarang pun kau Putri Ayah. Selamanya, kau adalah putri Ayah."
Jeon Wonwoo kemudian beranjak meninggalkan Jeon Heejin sendirian. Sedangan Heejin, pikirannya berkecamuk. Sebelum Ayahnya beranjak, Heejin melihat seringai dari laki-laki dewasa itu. Heejin tidak mau gegabah menyimpulkan.
Tapi yang ia tahu, Ayahnya berbohong.
°°°°°°
Catatan dari Tivana:
Heiii, yang kangen mana suaranya hayo? Heheheh maaf ya baru bisa update aku agak sibuk soalnya lagi USP sama ujian praktek kelas 12.
Oh ya, buat kalian yang gasuka cerita berat, kelam, dan sakit, aku saranin berhenti ya. Karena aku pikir alurnya Miraculous 2 bakal agak lebih berat daripada yang pertama. Tapiiii, aku bisa janjian kalo Miraculous 2 bakal happy ending (versi aku heheh)
Btw, ada yg inget ga chapter ini mirip apa di Miraculous 1? Yap, ini adegan waktu Eugene bunuh anak kecil lake pistol. Disini, Hyunjin pake pisau. Dan bedanya, kali ini di cegah sama Heejin.
Jangan lupa vote dan comment yaa! Luv kalian<3 Sampai jumpa di chapter selanjutnya!
TivanaKiran
Match 1st 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Miraculous 2: Repeat The Story
Teen Fiction"Mari Kita bertemu di reinkarnasimu selanjutnya." Setengah Abad berlalu. Kalimat yang di ucapakan oleh Eureka puluhan tahun lalu seperti mantra, menjelma menjadi sebuah kutukan. Di belahan bumi, Tuhan menciptakan Eugene dan Eureka yang lain. Tapi un...