a n o t h ē r t r a g e d y?

28 6 50
                                    

Ruangan itu pengap. Di sudut ruangan, seorang laki-laki tengah terikat dengan mata terpejam. Di sudut lainnya, beberapa orang lelaki bertubuh besar tengah berjaga agar seseorang yang mereka sekap ini tidak melarikan diri. Beberapa menit kemudian, seorang laki-laki yang mereka sebut 'Bos' masuk ke dalam ruangan dengan setelan lengkap.

Langkahnya cepat, dagunya tegak dan senyuman lebarnya tidak luntur. Bisik-bisik jumawa menguasai dirinya, sangat yakin bahwa kali ini kemenangan ada di tangannya. Sebentar lagi. Iya, sebentar lagi. Segera setelah ia menjemput kematian Hwang Hyunjin, Jeon Heejin akan sempurna menjadi miliknya. Ia menang telak kali ini.

Tak apa, tak apa meski ia harus memanfaatkan raga orang lain untuk hal keji ini. Entahlah, iblis macam apa yang telah mengubah jiwa Nanael Jeisson menjadi sekejam ini.

"Apakah dia belum bangun?" tanya Nanael yang tengah bersemayam dalam raga Minho.

"Belum, Tuan. Efek obatnya masih ada, jadi mungkin dia akan bangun beberapa menit kemudian."

"Oke baiklah, nyalakan projector nya," perintahnya.

Layar projector transparan itu menyala. Menampakkan bentuk virtual dari Jeon Heejin yang tangan dan kakinya terikat.

"Lepaskan aku kak Minho!" teriaknya sarat emosi.

Nanael tertawa. Oh, ini sungguh menyenangkan. Memikirkan bagaimana Lee Minho yang akan dibenci padahal dirinya dalang dibalik semua kekacauan 3 tahun belakangan ini. Ya, bahkan termasuk tragedi 3 tahun lalu yang menewaskan 3 nyawa.

"Tenang sayang, aku akan melepaskanmu. Jangan terlalu banyak bergerak, ikatan itu akan membuatmu terluka."

Jeon Heejin semakin memberontak. Tapi ikatan pada dirinya terlampau kuat.

"Lepaskan aku sekarang juga kak Minho, aku mohonnn."

Nanael menggeleng,"eh-hm? sekarang? tidak sayang, aku akan melepaskanmu setelah aku membunuh orang ini." Bersamaan dengan ia menunjuk Hyunjin, mata Hyunjin terbuka perlahan.

"Oh bagus sekali, Tuan Hwang Hyunjin sudah bangun. Akan lebih menyenangkan apabila menyaksikan kematianmu dengan keadaan 100% sadar," Nanael tertawa menggelegar.

Nanael maju beberapa langkah. Kemudian berbalik menatap Heejin lagi.

"Tapi, bukankah tidak seru jika melihatnya mati begitu saja, Heejin-a?"

Heejin menggeleng kuat-kuat. Air matanya mulai mengalir deras. Sedangkan Nanael justru tampak semakin murka.

"Kau bahkan sekarang menangisi laki-laki ini?" Nanael berbalik dan menendang Hyunjin dengan keras.

Hyunjin tersungkur. Sakit. Tubuhnya terasa sakit. Tapi kepalanya justru berdenyut lebih sakit. Racauan Nanael seolah hanya berlalu. Fokusnya hanya pada sakitnya kepalanya. Nyeri sekali. Kemudian ingatan-ingatan aneh itu merasuki kepalanya bak kaset rusak. Hitam putih. Acak. Perempuan itu juga ada. Perempuan bergaun putih yang amat cantik.

Hyunjin ingat. Ingatan itu mengalir seperti keajaiban. Hyunjin ingat tentang Eugene, Eureka, dan Heejin. Hyunjin ingat tragedi yang terjadi 3 tahun lalu. Hyunjin ingat siapa dirinya yang sebenarnya. Bersamaan dengan kilas ingatan itu, Hyunjin terisak.

"Kau menangis, brengsek?" Nanael membalik tubuh Hyunjin dengan kakinya hingga mereka saling bersitatap.

"Wah, jadi kau menangisi sisa hidupmu yang tinggal sedikit ini?"

"Kak Minho, kau tidak mungkin sekeji ini 'kan?" tanya Hyunjin parau.

"Kakekmu akan kecewa padamu," lanjut Hyunjin.

Untuk sejenak, Raga Minho tampak tersekat. Warna korneanya berubah dalam sekejap mata, namun kembali seperti semula. Hyunjin yang menyadari hal tersebut pun terkejut. Jelas, ada yang aneh pada Lee Minho. Benar saja, raga Minho tiba-tiba jatuh tersungkur dan mengerang. Beberapa pesuruh Minho tampak panik karena Tuan mereka mendadak aneh. Tapi Minho justru menepis tangan-tangan yang hendak memberi pertolongan kepadanya. Heejin yang berada dalam jangkaun layar virtual juga heran. Raga Lee Minho....tampak tidak terkontrol.

Cukup lama Lee Minho seolah bergelut dengan dirinya sendiri. Hingga beberapa saat kemudian, ia memaksa berdiri tegak. Kemudian tergelak keras. Membuat semua orang semakin heran. Apakah Lee Minho gila? Sedangkan Nanael yang masih bersemayam dalam tubuh Minho tersenyum. Oh, sepertinya ini saatnya membuat pengakuan.

"Kenapa ekspresi kalian seperti itu? Kalian mengira Lee Minho gila? Oh, tentu saka tidak. Lee Minho pria baik hati dan bingo! Tepat sekali, Hwang Hyunjin. Lee Minho tidak mungkin sekeji ini karena ia tidak mau membuat pria tua itu kecewa."

Hyunjin mengernyit sebentar. Ah, ia paham karena ia telah mendapatkan ingatannya kembali. Tapi--bagaimana mungkin? Nanael Jeisson berada di balik raga Lee Minho?

"Nanael?" Hyunjin berujar ragu.

"Bravo, Hwang Hyunjin!"

"Keluar dari sana sekarang Nanael! Kak Minho orang baik!" desis Hyunjin geram.

Nanael justru kembali tertawa, kemudian menghadap Heejin yang tampak kebingungan.

"Rupanya laki-laki ini telah ingat, sayang. Sayang sekali kau masih tidak dapat mengingat apapun 'kan?"

Isakan Hyunjin semakin hebat, ia tidak bisa bagaimana raut kecewa Fralino yang melihat cucunya seperti ini. Dari sekian orang, kenapa harus Lee Minho? Pria itu baik hati. Hyunjin tahu, bahwa sebenarnya Minho juga mencintai Heejin. Tapi laki-laki itu mengalah. Ia mengalah untuk takdir Heejin dan Hyunjin yang katanya telah terikat benang merah sejak setengah abad yang lalu. Tapi, apakah ego itu akhirnya mengalahkan jiwa baik Minho--hingga ia membiarkan jiwa jahat Nanael merasuki raganya demi merebut Jeon Heejin?

"Kak Minho, aku mohon sadarlah. Jangan biarkan Nanael menguasai dirimu," mohonnya dengan suara parau sarat putus asa.

Tapi rupanya sepertinya tak bisa. Tak mempan. Lee Minho telah kalah. Nanael sepenuhnya menguasai. Kemudian ketika raga Minho merogoh sebuah pistol dari saku celananya, rasanya Hyunjin telah pasrah. Benarkah Lee Minho tak dapat diselamatkan?

Tangan kanan yang memegang pistol itu mulai terangkat mengarah kepada kepala Hyunjin. Gemetar. Hyunjin dapat merasakan bahwa raga di depannya tengah gemetar. Lee Minho tengah bergelut dengan dirinya sendiri serta Nanael Jeisson.

"Kak Minho aku mohonnn," lirih Hyunjin untuk terakhir kalinya.

Kornea matanya sekejap berubah warna. Air mata mengalir dari kedua kelopak mata Minho secara perlahan. Hyunjin tahu, ini Lee Minho yang asli.

"Maafkan aku Hyunjin," lirihnya.

Hyunjin menggeleng kuat-kuat. Lee Minho telah kalah dengan sempurna. Lee Minho membiarkan tubuhnya dikuasai oleh Nanael. Kornea mata itu kembali berubaha warna. Hyunjin memejam dengan tangis yang berusaha ia redam. Pelatuk pistol itu mulai ditarik perlahan....

DOR!

•••••

Hehehe...Halo? Masih ada yang bacakah? Akhirnya author udah bisa nulis lagi karena jadwal praktek udah ga padet guyssss.

Apatuh yang dor? Wkw calm down, selanjutnya udah last chapter. Siap-siap ya muehehe. Bakal aku update secepetnya (masih ditulis soalnya baru setengah)

Miraculous 2: Repeat The StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang