t h ē b é g i n n i n g o f m i s f ø r t u n e

20 11 0
                                    

Dengan kantung mata yang mengerikan serta rambut berantakan, laki-laki paruh baya itu berjalan tergesa. Setelah menerima panggilan berisi kabar buruk dari sekretaris-nya, ia tak lagi dapat berfikir jernih. Ia terus berfikir, bagaimana bisa semuanya menjadi kacau seperti ini?

Jujur saja, Jeon Wonwoo tidak memungkiri jika mungkin saja Jeon Heejin benar-benar pembawa keberuntungan baginya. Karena dulu pernah, saat dirinya telah bangkit dari kehancurannya ia berniat menitipkan bayi Heejin ke panti asuhan saja. Tapi sepulangnya dari panti asuhan, Wonwoo justru mengalami sebuah kecelakaan. Awalnya Wonwoo tentu saja tidak sadar, tapi hatinya seolah berkata untuk menjemput bayi Heejin kembali. Dan kemudian memang benar, kejayaan datang kepadanya.

Hidupnya yang semula berantakan kembali tertata pelan-pelan. Ia yang sebelumnya di caci maki berubah menjadi di puji karena kemampuannya menciptakan penemuan hebat sebagai ilmuwan. Pelan-pelan, Jeon Wonwoo mendapat semua kekayaan dan kejayaan. Lantas setelahnya, Jeon Wonwoo tak pernah membiarkan Jeon Heejin jauh darinya. Bahkan Wonwoo pernah merasa khawatir ia akan kembali hancur saat Heejin menikah kelak.

Jeon Wonwoo tidak munafik, selama membesarkan Heejin ia 'memanfaatkan' gadis muda itu sebagai sumber keberuntungan. Tapi seiring waktu berjalan, tentu saja Wonwoo mulai menyayangi Heejin. Heejin telah ia anggap seperti putrinya sendiri. Tapi, kesalahpahaman justru membuat Heejin lari darinya. Tentu saja, Wonwoo tidak dapat menyalahkan Heejin. Tidak pula menyalahkan Na Jaemin alias Nanael Jeisson yang membongkar seluruh rahasianya. Karena dari awal Wonwoo sadar, ini adalah kesalahannya. Niat awalnya untuk memanfaatkan Heejin dari awal sudah salah.

Maka kini ketika sekretaris-nya menelpon dan mengatakan bahwa Jaksa tengah menggeledah kantornya dengan alasan yang membuat dirinya sendiri pun bingung. Katanya, ia dituduh sebagai penipu. Ciptaannya menimbulkan bahaya. Katanya pula, Jeon Wonwoo terlibat atas penggelapan dana. Jeon Wonwoo bingung. Panik. Tapi pada akhirnya, Jeon Wonwoo pasrah. Baginya, mungkin saja ini karma.

Jeon Wonwoo panik mencari sepatunya. Tiba-tiba saja ia serasa linglung dan bingung. Bahkan Jeon Wonwoo juga membuat keningnya terantuk dan berdarah. Tapi Wonwoo  tidak peduli, meski keningnya lebam dan mengalirkan darah. Setelah menemukan sepatunya, bahkan Wonwoo juga salah memasukkan kaki kirinya ke sepatu kanan. Lagi, saat sepatunya sudah terpasang dengan benar. Tali sepatunya tidak tertali dengan benar. Mengakibatkan dirinya jatuh ambruk ke depan. Jeon Wonwoo mengaduh pelan, kemudian mendongak perlahan.

Belum sempat ia bangun dari jatuh, dilihatnya sepasang kaki berbalut sepatu putih yang amat ia kenal. Sepatu yang ia hadiahkan kepada seseorang di hari ulang tahunnya. Perlahan, Jeon Wonwoo terisak pelan.

"Sejak kapan sih, Ayahku jadi cengeng dan lemah begini," katanya lirih.

Jeon Wonwoo bersyukur, karena Jeon Heejin-nya kembali. Putrinya pulang.

Perlahan Heejin berjongkok untuk berhadapan dengan Ayahnya yang masih terisak. Membantu Ayahnya untuk bangun, dan menuntunnya untuk duduk di sofa. Setelahnya, Heejin mengobati luka di kening Ayahnya dengan diam. Saat itulah, Wonwoo memandangi wajah Heejin yang cantik dan anggun. Gadis kecilnya, sudah beranjak menjadi perempuan dewasa. Bukan lagi bayi perempuan lucu berkulit pucat yang ia temukan belasan tahun lalu.

"Kamu sekarang udah besar ya, padahal dulu waktu bayi kamu keciiil banget." Jeon Wonwoo terkekeh parau.

Heejin tidak menyahut, hanya berlanjut memasang plester luka untuk menutupi luka di kening Ayahnya.

"Maaf ya, Ayah masih aja ceroboh."

Heejin masih tidak bisa menyahut, justru membereskan peralatan P3K dan menyingkirkannya ke meja. Kemudian barulah, Heejin menatap Ayahnya.

"Makanya, emangnya Ayah sanggup hidup tanpa aku?"

Hanya satu kalimat, satu kalimat yang dikatakan Heejin dengan berbagai macam emosi. Tapi mampu membuat Wonwoo justru menangis. Heejin juga terkekeh, tapi juga sambil menangis.

"Serius, Ayah sekarang kenapa cengeng banget sih."

Kemudian, Wonwoo menarik Heejin dalam pelukan. Erat sekali. Meski Heejin tak sedikitpun memiliki hubungan darah dengan dirinya, Heejin tetap putrinya. Selamanya, Heejin tetap putri kecilnya.


























"Mr. Lai, mana mobilku? Sudah kau siapkan bukan?"

"Sebelah sini Nyonya, anda ingin langsung ke mansion?"

"Tidak, aku akan ke suatu tempat dulu."

"Nyonya, tapi anda baru sampai setelah penerbangan yang cukup panjang."

Wanita paruh baya cantik itu menurunkan kacamata hitamnya, melirik sang asisten tajam. Dengan kode ia tidak ingin di bantah, dengan alasan apapun.

"Bawakan saja barang-barangku ke mansion, aku akan pergi sendiri."

"Anda tahu jalanan Korea, nyonya?" tanya Mr. Lai meragukan.

"Kau kira aku pikun Mr. Lai?!"

Mr. Lai menunduk, yaa agak menggerutu dalam hati. Memang atasannya ini menyebalkan, tapi gaji untuk melayaninya sangat fantastis. Yah, sebanding lah untuk pengobatan mental Mr.Lai yang hampir setiap hari dibentak.

Sembari menenteng tas tangannya yang mewah, wanita itu berjalan menuju automatic car yang telah di siapka untuknya. Memasukkan sebaris alamat dan membiarkan mobil bekerja dengan sendirinya. Hanya dalam waktu beberapa menit, ia sampai di salah satu gedung terbesar di Korea Selatan.

"Seleranya masih saja norak. Di era begini, gedungnya masih sangat kuno begini?" gerutunya sambil melangkah masuk.

"Apakah CEO ada?" tanyanya kepada resepsionis.

"Anda sudah ada janji temu sebelumnya, nyonya? CEO kami sangat sibuk."

Wanita itu kemudian mendecih pelan.

"Apa kau pegawai baru disini?"

"Hnggg--ya, saya baru bekerja 3 bulan lalu."

"Pantas saja kau tidak mengenal siapa aku. Katakan saja, apakah CEO ada di tempat atau tidak. Aku bahkan tidak perlu janji temu."

"Maaf nyonya, anda tetap tidak bis--"

Tidak mendengarkan lanjutan perkataan resepsionis, wanita itu justru berjalan melenggang ke kantor CEO. Ya, kemungkinan besar dia masih ingat dimana letak ruangannya. Setelah naik ke lantai paling atas, ia pun menemukan ruangan CEO. Tanpa mengetuk pintu, ia menerobos masuk ke dalam.

"Nona Lim aku 'kan sudah bilang aku tidak ingin bertemu sia--"

"Lama tidak jumpa, sayang," sapanya sambil tersenyum sebelum kemudian menjatuhkan dirinya di sofa.

"Apa yang kau inginkan?" tanya sang CEO.

"Oh, santai sayang. Aku baru sampai di Korea."

"Jangan panggil aku sayang, kita sudah bercerai belasan tahun lalu. Dan cepat, katakan apa yang kau inginkan. Aku tidak suka basa-basi."

Wanita itu terkekeh.

"Ku dengar, anak-anakku menjadi anak yang lemah. Kau memang tidak becus mengurusnya. Jadi...."

Wajah sang CEO mengeras, auranya marah.

"Jangan sentuh anak-anakku, Hyun Yejin."

"Kau lupa? Mereka juga anak-anakku. Kita 'kan membuatnya bersama."





"Dan sekarang....aku akan mengambil mereka darimu."

°°°°°°

Eyyy readers nya Miraculous emang setia banget ya, ini di gantung sebulan loh ini😭 Beneran ada yang masih nungguin?

Ayo tebak, siapa nih wanita itu? Siapa anak-anaknya? Setelah ni wanita muncul, kita bakal masuk konflik yey. Wkwkw. Siapkan mental dulu ya guys. Aku juga mau menyiapkan konflik yang gila hehehe.

Sampai jumpa di chapter depan.

Luv, TivanaKiran.

Miraculous 2: Repeat The StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang