almost

378 162 78
                                    

Mengakhiri hidup?

Hanya makhluk tak tahu diri saja yang akan melakukan hal sebodoh itu.

Dan aku hampir saja menjadi makhluk tak tahu diri itu.

Dan aku hampir saja menjadi makhluk tak tahu diri itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Paman, ayolah ... izinkan aku masuk,"

Sudah kurang lebih duapuluh menit Agra membujuk paman Dirga -Ayah Dika- agar ia di izinkan masuk menemui Dika.

Ini darurat. Dan ... hey! Memangnya siapa yang tidak panik saat sahabatnya sendiri mengirim pesan seperti itu?!

Dika itu gegabah, dan Agra yang selama ini selalu menjadi tempat mengadunya. Lantas, salahkah ia ingin memastikan Dika baik-baik saja?

"Saya bilang tidak ya tidak, Dika perlu belajar! Saya tahu kamu hanya akan mengganggunya saja!"

Agra menggeleng tegas. "Aku tidak akan mengganggunya, paman. Boleh, ya? Yaaaa? Sebentar saja kok! Aku juga ingin ikut Dika belajar tentang perusahaan, Ayah menyuruhku untuk menggantikannya kelak."

Sejenak, paman Dirga terdiam. Sebelum akhirnya mengangguk dan mempersilahkan Agra untuk masuk menuju kamar Dika yang terletak di lantai dua. Ia pikir tak masalah jika Agra masuk dan mereka bisa berbagi materi tentang saham. Bukankah itu bagus?

Agra berlari menuju lantai dua dengan menaiki tangga. Walaupun di rumah Dika tersedia lift, tapi menurut Agra akan lebih cepat dengan berlari.

Awas saja kalau kau benaran mati.

Tak butuh waktu lama, kini Agra dan kaki jenjangnya berdiri di depan pintu kamar Dika. Hanya keheningan yang sedari tadi mengelilinginya. Dan sialnya itu malah membuat Agra menjadi bertambah panik.

Sial! pintunya macet!

Tanpa berpikir panjang, Agra dengan bahu lebarnya mendobrak pintu kamar Dika. Sampai atensinya kini hanya tertuju pada seseorang yang tergantung lemas dengan leher yang dihiasi tali tebal.

"Kau sungguh bodoh, Dika." desis pemuda itu dengan pelan namun penuh penekanan.

Agra langsung menghampiri Dika dan memeluknya. Meraih pisau buah yang tak jauh dari jangkauannya lalu memotong tali sialan yang sudah mencekik leher Dika sampai-sampai mengeluarkan cairan merah pekat yang kental itu.

Dengan perlahan, Agra menempatkan kepala Dika pada pahanya. Lalu melepaskan ikatan tali itu. Persetan dengan phobianya pada darah.

Asal itu menyelamatkan nyawa Dika, ia tak apa. Sungguh.

"Kenapa kau ingin mati, bodoh?! Kalau kau mati, aku tidak akan melayatmu!"

Amreta [N'Dream] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang