"Sejauh apapun jarak itu, aku akan tetap berada di sisimu. Walaupun ragaku tidak berada di sekitarmu."
Bagi enam pemuda yang kini sedang duduk di kursi taman sekolah, hari ini adalah hari terburuk mereka. Hari terburuk karena tiba-tiba saja Juan menginformasikan berita dadakan dari panitia ujian.
"Kenapa kita tidak boleh belajar untuk ujian berikutnya saat sudah selesai mengerjakan?! Aku benar-benar kesal!" ucap seorang pemuda dengan kepala yang ia topangkan menggunakan tangan.
"Ini semua karena Langit." sambar Mahen, menatap pemuda bernama Langit yang sedang di hukum hormat di depan tiang bendera bersama dua pemuda lainnya.
"Memangnya Langit salah apa?"
Mahen meneguk air mineralnya hingga tandas. "Dia ketahuan menyontek oleh pengawas. Lebih parahnya, dia membawa buku mata pelajarannya langsung." setelah itu terdengar beberapa decakan dari orang yang berbeda.
"ARGHH! dia itu kalau bodoh ya jangan terlalu banyak!" erang Haikal, tangannya memukul keras kursi berbahan kayu yang ia duduki.
"Pelankan suaramu. Dia sedang ada di lapangan, bodoh." peringat Agra, pasalnya taman sekolah dan lapangan upacara terlampau dekat jaraknya. Apalagi erangan Haikal lumayan keras.
Sementara itu, Juan menghela nafas. Kemudian mengeluarkan beberapa lembar kertas dari sakunya. "Aku mendapat amanat untuk membagikan ini pada kalian," ucapnya, lalu mulai membagikan kartu peserta ujian yang baru kepada teman-temannya.
"Akan aku jelaskan. Jadi, sebelumnya hanya ada enam ruangan dalam satu gedung. Lalu panitia kembali mengacak anggota ruangan dan menambah ruangannya. Tambahan dua ruangannya ada di gedung E. Kita semua terpisah, yang bersama hanya aku dan Haikal."
"Sial. Jadi, kita akan semakin jauh?" umpat Aksa, menatap kartu ujiannya dengan malas. Mungkin, besok selera belajarnya akan menurun.
"Kenapa sekolah tiba-tiba menggila? Bahkan empat hari lagi ujian selesai. Tidak bisakah menggunakan enam ruangan saja? Aku benar-benar frustasi sekarang." lagi-lagi suara Haikal mendominan dari gerutuan yang lain.
Pasca kasus Langit yang menyontek bar-bar dengan kedua temannya, panitia ujian memutuskan untuk menambah dua ruangan lagi agar menghindari contek-menyontek antar siswa-siswi.
Juan yang merupakan ketua kelas itu pun hanya bisa pasrah walau sudah mencoba mengajukan usul kepada panitia ujian.
Semua usulannya di tolak mentah oleh panitia. Bahkan beberapa siswa kelasnya terlihat marah pada Juan karenanya. Aksa yang melihat itu pun tidak mungkin tinggal diam. Pemuda itu bahkan memarahi habis-habisan siswa yang terlihat murka pada Juan bahkan hampir melayangkan bogem mentah di tulang pipi Juan.
"Tidak bisa. Aku sudah coba mengusulkannya pada panitia, tapi di tolak mentah karena kasus Langit dan dua temannya. Katanya, demi menghindari contek-menyontek." lagi. Perkataan Juan lagi-lagi membuat decakan itu terdengar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amreta [N'Dream] ✔️
Teen Fiction❗FOLLOW SEBELUM MEMBACA❗ tinggalkan jejak (vote, comment) sebagai pembaca aktif. walau udah end, tetep vote dan komen ya! biar AMRETA jadi cerita yang bisa menginspirasi banyak orang. atau mungkin.. kamu salah satunya? - Apa jadinya bila tujuh raga...