"Semesta yang penuh candaan itu merebut duniaku sepenuhnya."
[Part panjang lagii]
[Seperti biasa, baca pelan-pelan yaa]
'''
Aksa membuka mata. Pemuda itu mengerjap pelan saat dirinya sudah di kerubungi oleh beberapa pria dewasa dan.. perempuan yang membawanya pergi dari kamar.
Aksa terduduk, kemudian memandangi beberapa pria yang masih setia berada di sekitarnya. "Lo nggakpapa?" pertanyaan pertama itu berasal dari perempuan tomboy. Aksa meringis, lalu kepalanya ia anggukan.
"Temennya udah nggakpapa, neng?"
"Iya, pak. Makasih, ya ... bapak-bapak yang udah mau nolong saya sama temen saya tadi," ucap perempuan itu, lalu menundukan sedikit badannya beberapa kali sebagai tanda kesopanan.
Kini pria-pria itu sudah pergi dari hadapan Aksa. Rasa sakitnya pun sudah mulai mereda. Namun, pemuda itu sama sekali tidak menghiraukan perempuan tomboy yang masih mengoceh sendiri. Pemuda itu lebih memilih mengosongkan pandangannya sembari memikirkan sesuatu.
"Jadi, lo kenapa bisa pingsan tiba-tiba kaya gitu? Untung gue gercep nahan badan lo." Aksa masih melamun, yang membuat perempuan itu berdecak. "Woi!" sentaknya pada Aksa. Pemuda itu cepat-cepat sadar, kemudian mengelus dada saat di rasa jantungnya berpacu cepat karena sentakan itu.
"Lo denger gue nggak sih?" tanya perempuan itu dengan nada kesal. Pasalnya, ia sudah susah-susah merangkai kalimat dan memberikan berbagai motivasi untuk Aksa. Sedangkan pemuda itu menggeleng, malah tak mendengar apapun.
"Maaf, pikiran saya sedang kacau tadi." entah kenapa, Aksa mengubah gaya bicaranya pada perempuan ini. Kata 'saya' sebenarnya hanya Aksa gunakan jika sedang berbicara dengan guru atau orang dengan usia matang.
Mungkin karena Aksa baru pertama kali mengobrol dengan perempuan. Maka dari itu ia menggunakan kata 'saya' pada perempuan di hadapannya.
Perempuan itu tertawa. "Bahasa lo," kalimatnya terpotong karena perempuan itu kembali tertawa sambil memegangi perutnya. "Kenapa bahasa saya?" tanya Aksa penasaran.
Menghentikan tawanya, perempuan itu mengusap air mata yang sedikit keluar dari pelupuk matanya. "Formal banget. Gaya bahasa lo bahkan lebih parah dari bapak-bapak pengusaha." ucapnya, kemudian melanjutkan tertawanya sebentar. Setelah itu membawa Aksa berdiri.
Aksa melihat sekelilingnya. Ada banyak orang yang mengamankan diri di sini. Saat perempuan itu mengajak Aksa melihat betapa kacaunya jalanan dari rooftop, tiba-tiba saja Aksa teringat dengan kelima temannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amreta [N'Dream] ✔️
Teen Fiction❗FOLLOW SEBELUM MEMBACA❗ tinggalkan jejak (vote, comment) sebagai pembaca aktif. walau udah end, tetep vote dan komen ya! biar AMRETA jadi cerita yang bisa menginspirasi banyak orang. atau mungkin.. kamu salah satunya? - Apa jadinya bila tujuh raga...