"Tak apa. Aku baik-baik saja, selama kau mau menuntunku. Selama kau berada di sampingku dengan tempat sandaran terbaik."
Sekarang, sore ini Haikal sedang berada di tempat yang biasanya ia datangi saat sedang merasa sendiri. Tempat paling mengerikan untuknya. Tempat dimana mimpi buruknya dimulai.
Namun, pemuda itu suka berada di sini. Bermonolog seperti orang gila di depan gundukan tanah yang diberi tanda.
Haikal benci saat ini. Saat ia benar-benar merindukan sosok kepala keluarga Abimana. Belum ada sepuluh menit, tapi pandangan pemuda itu sudah mulai memburam.
"Ayah, aku rindu ..." lirihnya, menatap tanda itu. Disana, terukir nama sang kepala keluarga Abimana.
Abimana Aksara Tumanika
"Ayah disana rindu padaku tidak? Ayah melihatku, 'kan?" Haikal, pemuda bersurai hitam-kecoklatan itu menaruh secarik surat yang ia lipat menjadi bentuk perahu kecil di samping makam Ayahnya.
"Aku mendapatkan nilai bahasa Inggris yang besar, Ayah. Apa Ayah bangga?" Ucap pemuda itu tiba-tiba, lalu tertawa bodoh. Atau lebih tepatnya menertawakan dirinya sendiri yang kelewat miris.
"Aku mendapatkan nilai tujuh puluh depalan ..."
"Ayah mana mungkin bangga denganku. Aku kan bodoh," Haikal tertawa lagi. Namun, kali ini tawanya terselip beberapa isakan yang menyedihkan.
"Ayah tahu tidak, apa yang ibu lakukan semenjak Ayah pergi? Ayah tidak tahu kan?" Haikal terus bermonolog, tidak peduli dengan hawa dingin yang mencekam. langit pun sudah mulai menggelap, seakan ikut bersedih dan bersiap mendengarkan suara Haikal.
"Bulan pertama, Ibu depresi. Ibu sangat kehilangan Ayah. Aku sampai bingung bagaimana cara menghentikan Ibu yang berusaha mengakhiri hidupnya berkali-kali. Aku kewalahan, Ayah," Haikal menelan salivanya dengan susah payah. Ia jadi teringat saat dirinya berusaha menghentikan Ibunya yang mencoba menelan pembersih lantai dengan nekat.
"AYAHMU SEDANG MENUNGGU IBU!BERHENTILAH MELARANG IBU UNTUK MENEMUINYA!!"
Haikal menghela nafas saat mengingatnya. "Bulan kedua, Ibu sudah mulai mereda dengan depresinya. Tapi ... Ibu selalu meminum obat tidur secara berlebihan. Aku bahkan tidak bisa menghitung berapa kali aku memergoki Ibu yang meminum banyak butir sebelum tidur," Haikal semakin terisak. Kepalanya semakin menunduk.
"Ibu hampir saja pergi karena overdosis obat tidur ..."
"Bulan ketiga, Ibu kembali memburuk. Ibu bahkan mengurung dirinya di dalam kamar tanpa pernah keluar sekalipun untuk menengokku. Tidak makan dan minum selama satu minggu. Selebihnya Ibu keluar, namun setiap malamnya ibu selalu meneriaki nama Ayah dan menangis histeris di dalam kamarnya,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Amreta [N'Dream] ✔️
Teen Fiction❗FOLLOW SEBELUM MEMBACA❗ tinggalkan jejak (vote, comment) sebagai pembaca aktif. walau udah end, tetep vote dan komen ya! biar AMRETA jadi cerita yang bisa menginspirasi banyak orang. atau mungkin.. kamu salah satunya? - Apa jadinya bila tujuh raga...