"Aku hanya manusia lemah yang membutuhkan rumah sebagai tempat untuk pulang."
"Hari ini, hari terakhir kalian akan melaksanakan ujian tulis. Kerahkan semua kemampuan kalian dan jangan bertindak kotor dengan cara menyontek atau menanyakan jawaban kepada anggota yang lain,"
"Saya harap kejadian Langit, Rino dan Tama bisa memberikan pelajaran banyak kepada kalian. Tujuan ujian ini di adakan untuk mengadu skill belajar kalian. Dan untuk melihat seberapa paham kalian pada materi yang sudah para guru sampaikan,"
Setelah berkata panjang lebar, pria paruh baya itu memberikan mic pada salah satu guru. "Terima kasih kepada Bapak Sugista selaku kepala sekolah atas kalimat penutupnya. Setelah ini, silahkan kalian untuk masuk ke ruangan masing-masing." ucap guru perempuan tersebut.
Bisa dibilang, seluruh pelajar SMA satu berbahagia mendengar hal tersebut. Karena satu jam yang lalu mereka harus menahan pegalnya kaki yang harus menahan bobot tubuh mereka.
seluruh siswa yang tadinya berbaris rapi di lapangan, kini mulai berhamburan setelah mendapat komando dari guru perempuan tersebut. Tak terkecuali enam raga itu. Mereka berjalan bergerombol keluar dari lapangan upacara.
Haikal menggerakan kepalanya ke kanan dan ke kiri sepanjang jalan, pemuda itu bahkan bersenandung kecil. Suaranya yang merdu membuat beberapa raga di belakangnya tidak mempermasalahkan suara kecil yang keluar dari bibir Haikal.
Haikal itu mempunyai suara emas. Iya, teman-temannya mengakui hal itu. Namun, Juan menjadi orang yang paling suka pada suara Haikal. Tak jarang juga pemuda itu meminta Haikal untuk menyanyikannya sebuah lagu.
"Sebentar lagi kita akan lepas dari ujian gila ini! Wah~ tapi aku juga sedih, bagaimana jika kita menjadi asing nantinya?" ucap Haikal menghentikan langkahnya.
Akibat pergerakan Haikal yang terhenti membuat kelima raga di belakangnya ikut menghentikan langkahnya di pertengahan koridor. Mereka sama-sama terdiam sebelum akhirnya Aksa berucap.
"Semua orang datang dan pergi. Bukankah tidak ada yang abadi di dunia? Baik hubungan, bahagia maupun sedih manusia?" itulah perkataan yang keluar dari Aksa, yang sialnya semakin membuat semuanya terdiam.
"Ayolah teman-teman, jangan bahas ini dulu. Lebih baik kita pergi ke ruangan masing-masing saja." bukan, itu bukan Haikal. Tapi Agra. Pemuda itu menggiring teman-temannya untuk berlalu menuju gedung D.
Semuanya sudah berjalan kecuali Haikal yang masih terpaku. Pemuda itu tak bergeming ketika lima raga melewati tubuhnya yang terasa kaku.
"Tapi, apa boleh aku egois? Aku ... tidak ingin kalian pergi. Biarkan kita tetap seperti ini, bersahabat hingga tua mendatang," langkah mereka terhenti kala Haikal berucap setengah bergumam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amreta [N'Dream] ✔️
Teen Fiction❗FOLLOW SEBELUM MEMBACA❗ tinggalkan jejak (vote, comment) sebagai pembaca aktif. walau udah end, tetep vote dan komen ya! biar AMRETA jadi cerita yang bisa menginspirasi banyak orang. atau mungkin.. kamu salah satunya? - Apa jadinya bila tujuh raga...