"Ikhlas. Satu kata yang bahkan aku tak tahu bagaimana cara melakukannya."
Agra berjongkok, menatap gundukan tanah di depannya. terukir jelas di sana nama sang sahabat. Pemuda itu memukul dadanya sekali, perasaan sesak yang Agra rasakan sedari kemarin itu membuat air matanya mengering. Ia tidak bisa menangis lagi.
Katanya, jika seseorang tidak bisa lagi untuk menangis, maka orang tersebut benar-benar dalam kondisi paling terpuruk. Mungkin kalimat itu cocok untuk Agra sekarang.
Mahardika Pratama.
Tak pernah sekalipun terbayang oleh Agra jika Dika pergi dengan tiba-tiba seperti ini. Meninggalkan keenam sahabatnya, meninggalkan janji yang mereka buat.
Janji untuk menua bersama.
"Tuhan terlalu cepat mengabulkan permintaanmu, Dika."
"Aku ingin ikut dengan Adikku saja rasanya. Aku sudah tidak kuat tinggal bersama Ayah."
"Agra, aku harus bagaimana? Ayah selalu saja menyewakan guru untukku. Bahkan sampai mengambil waktu istirahatku. Aku manusia biasa, Agra ... aku bukan robot ..."
"Semesta sepertinya tidak berpihak padaku. Apakah Tuhan sebegitu yakin kalau aku benar-benar sekuat itu?"
"Aku janji tidak akan menyia-nyiakan nyawaku lagi."
"Kita akan terus bersama, di kehidupan saat ini, ataupun di kehidupan lainnya."
"Kau memang tidak menyia-nyiakan nyawamu lagi, tapi kau tetap pergi meninggalkanku dalam waktu dekat seperti ini ..." lirih pemuda itu, menunduk dalam-dalam.
Agra di sini sendirian, di temani petang yang menjadi saksi bisu rasa sakit yang tengah hinggap di tubuh pemuda bersurai hitam pekat itu.
"Nanti, jika kita bertemu kembali ... ayo, pergi ke pantai bersama-sama ..." lirihnya, mengingat kejadian beberapa minggu yang lalu.
Tepatnya saat usai peristiwa bunuh diri sengaja itu. Saat bereka bertujuh menikmati senja bersama. Bermain air bersama, saling memotret, dan juga membuat sebuah janji.
Janji untuk menjodohkan anak mereka nantinya. Agra masih sangat ingat hari itu. Namun, sayang saat itu Haikal pergi dengan tiba-tiba yang mengharuskan dirinya ikut dengan pemuda itu.
Dan rencana bermain kembang api di pantai harus mereka kubur dalam-dalam. Tidak mungkin mereka akan bermain tanpa Haikal.
Jujur saja, di antara mereka bertujuh, Dika lah orang yang paling jarang ikut berkumpul. Pemuda itu hampir selalu tidak bisa ikut karena sang Ayah terus-terusan menyewakannya guru les yang handal saol perusahaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amreta [N'Dream] ✔️
Teen Fiction❗FOLLOW SEBELUM MEMBACA❗ tinggalkan jejak (vote, comment) sebagai pembaca aktif. walau udah end, tetep vote dan komen ya! biar AMRETA jadi cerita yang bisa menginspirasi banyak orang. atau mungkin.. kamu salah satunya? - Apa jadinya bila tujuh raga...