"kita ingin melindungi seseorang dari luka. Namun, terkadang kita yang malah membuat luka dalam baginya."
"Pada akhirnya, Ayah
satu-satunya orang yang salah disini ..." ucap seorang pria berpakaian formal di depan makam sang anak."Maaf, Ayah baru sempat menemuimu. maaf karena Ayah terlalu pengecut sekarang,"
Pria itu bernama Dirga. Iya, dia adalah Ayah dari Dika. Pemuda yang sudah berpulang lebih dari dua minggu yang lalu.
"Maaf, Ayah selalu menuntutmu ahli dalam perusahaan di umur muda. Maaf ... maaf karena Ayah- karena Ayah kau berakhir seperti ini ..."
Bagi Dirga, warna yang pudar itu sudah hilang sepenuhnya bersamaan dengan kepulangan Dika. Ia menyesal karena tidak mau memandang dari sudut pandang anaknya. Ia hanya memikirkan masa depan anaknya.
Hingga lupa, bahwa dirinya terlalu memaksa. Hingga ia lupa, di dunia ini ada yang namanya lelah.
Penyesalan itu selalu hinggap di dalam hati Dirga setelah mendengar kabar kematian Dika dari Agra. Pemuda yang akrab dengan anaknya itu menceritakan semua yang di alami Dika. Luka dan bahagianya.
Luka yang tak lain berasal dari dirinya.
Kenapa bisa ia setega itu dengan Dika? Kenapa? Bahkan tentang Dika yang mencoba bunuh diri itu pun baru Dirga ketahui beberapa hari yang lalu.Ke mana saja dirinya selama ini?
"Ayah hanya ingin kau hidup dengan cukup. Tidak susah seperti Ayah dahulu. Hanya itu ... Ayah tidak mau kau kesusahan di kehidupan yang nyata ..." lirihnya, menatap nanar pada tanda di depannya.
Terlalu banyak kata maaf untuk Dika yang bahkan belum ia sebutkan semua kesalahannya. Terlalu banyak, hingga ia takkan bisa menghitungnya.
Jika bisa pun, mungkin akan ada beratus-ratus kesalahannya.
Otak Dirga otomatis memutar peristiwa-peristiwa silam. Tentang dirinya yang gila kerja hanya untuk melupakan lukanya. Dirga terlalu sibuk dengan kehilangan istrinya.
Sampai ia lupa, bahwa ada seorang anak yang tak kalah kehilangannya. Ada seorang anak yang sudah berusaha bertahan.
Dirga mengingat dengan jelas semua rasa sakit yang anaknya terima dari dirinya sendiri. Bagaimana saat sore itu, Agra menceritakan kepadanya. Menceritakan semua tentang Dika yang bahkan belum pernah ia ketahui.
"Maafkan Ayah ..." ucapnya lagi, dirinya benar-benar merenung selama empat hari terakhir ini. Merenungkan apa yang ia perbuat di waktu lalu.
Seperti,
Berapa kali ia menyuruh Dika belajar?
Berapa kali ia membentak Dika?
Berapa kali ia mengabaikan Dika yang terus memohon agar tidak di bangunkan saat sedang tertidur?
KAMU SEDANG MEMBACA
Amreta [N'Dream] ✔️
Teen Fiction❗FOLLOW SEBELUM MEMBACA❗ tinggalkan jejak (vote, comment) sebagai pembaca aktif. walau udah end, tetep vote dan komen ya! biar AMRETA jadi cerita yang bisa menginspirasi banyak orang. atau mungkin.. kamu salah satunya? - Apa jadinya bila tujuh raga...