Lyn berpikir keras untuk membalas perlakuan Clara yang melampaui batas kewajaran. Sedari tadi ia mondar mandir di sisi bangku taman, menunggu Jack, salah seorang temannya yang punya keahlian dalam masalah kamera pengintai.
Bukan tanpa alasan Jack ada di Bali, Lyn sengaja meminta beberapa pengawal ayahnya untuk berada di Bali sebagai tindakan antisipasi. Dan dugaan itu tak meleset.
"Apa yang harus aku lakukan? Mungkinkah Clara sungguh melakukan hal ini? Atau pihak hotel?"
Jack datang menemuinya, ia membungkuk hormat.
"Nona, kapan aku memeriksa kamar Anda?"
"Aku merasa berubah pikiran, bagaimana kalau kau merusak AC kamar tersebut, sehingga aku bisa meminta Lewis berpindah kamar? Dan lakukan itu satu jam lagi, ketika waktu makan siang."
Jack mengangguk hormat.
"Baik Nona, apapun itu." Jack melangkah pergi dan Lyn menghubungi pihak hotel untuk menyewa suite room di lantai paling atas. Ia sedang membuat langkah awal untuk mengetahui siapa lawannya sebenarnya.
Sesampainya di kamar, Lewis menegur Lyn.
"Darimana Lyn, kau bilang terima telepon, tapi sepertinya kau menemui seseorang?" tanya Lewis.
"Mmm, aku menemui pihak hotel untuk memberi kita suite room terbaik di hotel ini, aku merasa ada sesuatu di AC nya, sepertinya sudah mulai rusak."
Lewis melihat remote control AC dan mengambilnya, lalu mencoba menghidupkan dan mematikan AC tersebut.
"Tak ada masalah Lyn? Dan apa katamu tadi? Suite room? Apa aku tak salah dengar?" katanya penuh keheranan.
"Uhm...itu...kalau AC ini rusak, pihak hotel memberi discount kita pindah ke suite room, apa kau tidak menyukainya?"
"Tapi AC tidak rusak Lyn, jangan mengada-ada. Suite room akan menguras seluruh perbekalan kita, apa kita mau pulang dengan cara deportasi?"
"Benar juga, kalau begitu bukan nasib kita menikmati suite room," Lyn pura-pura bodoh dengan menggaruk kepalanya.
"Ngomong-ngomong, kau belum mandi, Lyn. Aku rasa aku harus berinisiatif memandikanmu ya?" ujar Lewis lalu mengangkat tubuh Lyn menuju bathtub yang membuat Lyn terkejut dan meronta.
"Hai! Turunkan aku Lewis, ayolah...aku mau mandi sendiri."
"Tidak, aku tahu kau paling malas mandi. Aku juga tahu kau sering ke kantor tanpa mandi dahulu," jawab Lewis sambil tertawa dan membopong tubuh ringan Lyn.
Seorang wanita cantik duduk di hadapan laptopnya sembari menyesap secangkir jus stroberi. Ia memperhatikan seluruh kameranya berfungsi dengan baik. Pikirannya melayang dalam halusinasi liar.
"Lakukan sekarang Lewis, apa permainanmu cukup bagus?" senyum Clara penuh dengan luapan hasrat.
Terlalu berharap memiliki Lewis membuatnya melakukan segala cara untuk melihat setiap detik aktivitas Lewis. Ya, ia menguntit Lewis kapanpun dan di manapun pria itu berada. Obsesinya sangat tak terbendung dan membuat separuh otaknya hancur karena hanya ada Lewis di sana.
Lewis terus menggoda Lyn dengan memasukkan Lyn ke dalam bathtub. Sementara Lyn meladeni Lewis dengan waspada.
"Lewis, aku ingin bertanya tentang sesuatu, bolehkah?" ujar Lyn sedikit keras, siapapun yang mengintai dirinya ia ingin dia mendengar ucapannya.
"Hm, pertanyaan apa nih, kau serius begini pasti ada yang nggak beres."
"Masalah Laura. Kenapa kau putus dengan gadis itu?"
Lewis terdiam sejenak, pertanyaan Lyn membuat luka lama menggeliat di dadanya.
"Dia yang memutuskan aku, bukan aku yang memutuskan dia."
"Apa alasannya?"
"Lyn, ayo cepat selesaikan mandinya. Kita sudah hampir waktu makan siang, aku sangat lapar," kata Lewis.
"Setiap kali aku bertanya tentang masa lalumu, kau selalu menghindar. Apa aku tak punya hak? Laura gadis baik dan cantik, bahkan kau juga terlihat masih mengenang gadis itu, apa aku salah?"
"Lyn, jangan bicara omong kosong. Bagiku Lyn Wilson adalah gadis yang paling aku cintai sekarang, apa sih gunanya mengungkit masa lalu?"
"Ah, ternyata aku gadis yang paling kau cintai, aku harus percaya itu. Dan Clara gadis manja itu, pasti dia tak ada tempat di hatimu bukan? Tidak ada Laura atau siapapun saat ini?"
"Honey, kau semakin posesif sekarang. Sampai kau membuat pagar tinggi untuk membuatku seperti dalam sangkar beton." Lewis terkekeh dengan kecemburuan Lyn.
"Kau harus ingat kalau kau adalah suamiku sekarang! Kalau kau selingkuh, aku akan memotong milikmu itu dan kujadikan sosis panggang."
Clara mengeratkan giginya, ia berniat membangkitkan hasratnya dengan aktivitas bulan madu pria pujaan hatinya dan ternyata yang ia dengar adalah omong kosong Lyn yang membakar hatinya.
"Lewis, sudah kubilang bukan, kau boleh memberikan tubuhmu pada siapapun. Tapi kau tak boleh mencintai siapapun selain aku. Aku yang akan memiliki hatimu, kenapa kau melupakan itu?" Clara menutup laptopnya dengan marah.
Napasnya tersengal mengingat perkataan Lyn yang menjelaskan hanya ada Lyn di hati Lewis.
"Lewis, aku akan memberikan segalanya kalau kau tetap seperti yang dulu. Kau harus menyayangiku dan memberikan ruang untukku."
Clara membelai sebuah foto Lewis di ponselnya.*
Lyn meminta Lewis bersegera mengganti pakaian.
"Apa kau benar-benar lapar?" Lewis melihat Lyn terburu-buru."Iya dong, lagipula kita harus banyak makanan yang sehat dan bergizi. Aku tak mau kau loyo nanti malam," cibir Lyn sedikit menggoda.
"Haei, kau memancingku terus tapi tak juga kasih aku kesempatan."
"Tidak, kalau waktunya tidak tepat aku akan menyesali seumur hidupku. Jadi bersabarlah," ujarnya.
Setibanya di restoran, Lyn mengambil posisi duduk dekat jendela. Sengaja ia berlama-lama memilih menu. Ia memberikan waktu lebih lama untuk Jack merusak AC di kamarnya.
Lyn banyak memasang senyum manis untuk Lewis. Menikmati lekuk tegas di wajah Lewis yang tampan. Lewis sangat tampan dan seksi, bahkan ia mengira Lewis punya profesi sampingan seperti menjadi model untuk majalah pakaian atau sejenisnya ketika pertama kali bertemu.
Nyatanya Lewis hanyalah seorang staf di bawahnya. Itulah sebabnya ia terkejut bahwa sebenarnya Lewis seorang cucu Tuan Hooper yang kekayaannya mencapai milyaran dolar. Dan lebih mengejutkan lagi, dibalik semua itu ada Clara yang menopang perusahaan tuan Hooper.
"Jangan melihatku seperti itu, matamu bisa lepas dari tempatnya."
"Aku penasaran dengan sesuatu Lewis," katanya.
"Apa itu?"
"Kalau kau memimpin perusahaan Malvin, apa kau akan sering bertemu dengan Clara?"
"Bahkan di saat kita sudah jauh begini, kenapa kau masih membawa Clara di dalam pembicaraan kita? Lagipula aku sebenarnya tak berniat bekerja di sana kalau bukan karena pernikahan kita. Jadi aku bekerja di Malvin semata karena gadis cantik sepertimu, Lyn."
"Lalu, bisakah kau membawaku ke perusahaan itu?"
"Lyn... Kau berjanji untuk percaya padaku, sekarang kau seperti takut kecolongan ya...," Lewis menoel hidung elang Lyn yang cantik.
"Tentu saja, kau tahu aku bisa gila pelan-pelan kalau dibuat cemburu terus," cicit Lyn.