Berita dari Clara

115 9 0
                                    

Ternyata selalu ada sisi menyakiti bersama dengan sisi mencintai. Cinta yang sempurna tak akan mengubah kenyataan itu, bahkan pengorbanan begitu dituntut untuk sebuah cinta sejati.

Clara yang dibutakan, ia harus menerima kekalahan telak saat Lewis mencintai wanita lain. Pengorbanan hanyalah sebatas penantian tak bertepi.

Saat ini ia merasa terpuruk, ia melihat Lewis mendampingi Lyn begitu pengertian dan sayang, ia tak dibutuhkan siapapun.

"Clara, kau sudah lebih dulu di sini? Maafkan karena terlambat," David duduk di hadapan Clara. Tak lama kemudian seorang waitress membawa nampan berisi minuman.

"Darimana kau tahu aku suka tequila?" Clara tersenyum mendapat gelas dari David.

"Aku menebak saja, tetlihat dari senyummu, kau pasti wanita berhati hangat," David berbasa basi.

"Sayangnya kehangatan itu tak bertahan lama, ketika semua sudah berakhir dia akan menjadi dingin dan rasa lelah."

"Kenapa kau seperti menyerah dengan cinta?"

"Siapa bilang? Aku tak selemah itu!"

David tahu sekarang, bahwa Clara sedang cemburu. Gadis ini, apakah dia benar-benar potensif untuk menggoda Lewis?

"Kau sangat mencintai Lewis, aku bisa melihatnya."

Clara malah tersenyum bangga.
"Aku rela mati untuk Lewis. Dan kurasa gadis itu juga rela mati untuk Lewis, tapi aku sangat berharap dia lebih dulu mati, apa itu boleh?" Clara mencurahkan isi hatinya.

"Betapa beruntungnya Lewis dicintai dua wanita seperti ini," kekeh David. Dalam hatinya ia membenci ucapan Clara yang berharap Lyn disingkirkan. Kalau itu terjadi, ia akan menghancurkan tidak hanya Clara, tapi juga Lewis.

Clara mulai gerah, rasa panik sedikit terlihat.

"David, aku bosan. Bagaimana kalau aku pulang dulu?" katanya sambil beringsut lalu berdiri.

David mengikutinya.
"Aku akan mengantarmu, kita kembali ke hotel bareng. Oke?"

"Baiklah," katanya dengan bibir bergetar.

Di mobil, Clara tak bisa duduk nyaman. Ia mulai merasa ingin membuka pakaiannya.

"Apa yang terjadi, Clara?"

"David, akh... aku.. David...," Clara meracau.

"Sabarlah sebentar, kita hampir sampai. Tahanlah," David hanya tersenyum, meskipun ia tak menyukai ini terjadi, tapi ia hanya ingin Lyn aman dari gangguan Clara.

David membawanya pada kamar miliknya, lalu menghidupkan laptop dan membuat semua itu momen yang diabadikan.

Clara menarik tubuh David dan melucuti pakaiannya sendiri. David hanya mengikuti kemauan Clara, ia mengikuti sebuah drama yang ia sutradarai untuk Clara.

Adegan yang sangat sempurna untuk sebuah alibi, bahwa Clara adalah pencetus malam yang penuh gairah itu.

Pagi hari, Clara terbangun dalam keadaan tanpa busana. Tiba-tiba saja ia teringat David yang bersamanya terakhir kali tadi malam.

"Brengsek kau David, dimana pria itu?"

Clara melihat sebuah laptop dengan secarik kertas di bawahnya.

___Clara, bagaimana kau akan bertanggung jawab dengan semua ini? Kau mencintai Lewis, tapi kau serahkan tubuhmu untukku?
Lihatlah bagaimana kau membuatku bergairah semalam, aku tak menyangka kau masih perawan.

Aku ingatkan, berhentilah mengganggu Lyn atau video ini akan beredar di keluarga Hooper___

                                    David

Clara berdebar bukan main, ia melihat bagaimana tempat tidur itu berantakan dan ternoda. Lalu ia menghampiri laptop membuktikan isi rekaman video di laptop itu.

Clara muntah berkali-kali, melihat video menjijikkan yang ada di laptop tersebut. Ia menangisi dirinya dengan histeris.

*

"Kau sangat egois Lyn. Bagaimana mungkin keluargaku membiarkanmu tinggal di apartemenku   dalam keadaan begini? Percayalah, kau akan baik-baik saja." Lewis kesal karena Lyn menolak kembali ke rumah keluarga besar Hooper. Sudah menjadi tradisi mereka bisa tinggal sendiri asalkan ketika anak sudah sekolah di tingkat lanjutan.

Hal itu karena keluarga meyakini pendidikan berkeluarga yang terjalin erat, meski kenyataannya mereka selalu bermusuhan.

"Aku sudah mempertimbangkan dan memikirkannya, aku takut kembali ke rumah kakek," lirihnya.

"Kenapa Lyn? Kau sedang mengatakan keluargaku orang-orang jahat semua?!" Lewis semakin emosi.

"Bukan begitu Lewis, aku hanya tak terbiasa dengan rumah yang ramai, aku masih belum bisa Lewis," Lyn membuat suatu alasan.

"Kalau begitu, biasakan dirimu!" Lewis menekankan kalimat itu lalu pergi meninggalkan Lyn sendiri.

"Lewis! Lewis! Kau mau kemana?" Lyn memanggil Lewis, tapi Lewis pergi begitu saja.

Lyn sangat sedih, Lewis sangat marah karena ia menolak tinggal di rumah kakek, tapu ia mengerti perasaan Lewis sebenarnya. Hanya saja ia sangat takut seolah hidup di neraka.

Lyn hanya menangis di atas kursi rodanya, andai bisa berjalan ia mungkin sudah mengejar Lewis.

Tak lama kemudia pintu di ketuk, lalu seseorang terlihat di sana.

"Bolehkah aku masuk?" tanya Clara.

"Tentu, masuklah."

Lyn menyambut Clara dingin, perasaannya sedang buruk karena bertengkar dengan Lewis.

"Ehm, apa aku datang di waktu yang kurang tepat?"

Lyn hanya melihatnya dengan senyum tipis, sepertinya Clara tahu ia sedang bertengkar.

"Jangan terlalu menekan Lewis, aku tahu Lewis sedang banyak pikiran. Apa dia tak mengatakan padamu bahwa kau terancam lumpuh permanen?" ujar Clara seolah ia menasehati Lyn untuk memaklumi sikap Lewis karena tertekan dengan kondisi Lyn.

"Apa katamu?"

"Iya, dokter mengatakan kakimu ada kemungkinan terancam lumpuh permanen. Ufft, apa yang akan dilakukan Kakek kalau mengetahui hal ini?"

Lyn bagaikan disambar petir, Clara sungguh mengatakan yang sebenarnya? Lalu kenapa Lewis menyembunyikan ini darinya? Itukah sebabnya Lewis memaksa untuknya tinggal di rumah keluarga Hooper?

Tiket Bulan Madu dari MantanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang