Kakek Gengsi

144 15 0
                                    

Lyn menatap Lewis, kenyataan Lewis bahagia tak bisa dipungkiri, tapi Lewis masih kesal dengan wanita dihadapannya ini. Menceritakan betapa Lyn membuat hatinya tersakiti selama tiga tahun lamanya.

"Siapa yang salah?" lirih Lyn.

"Tentu saja Anda, Nona Lyn," balas Lewis.

"Siapa yang membuatku cemburu? Siapa yang membuat aku patah hati? Apa kau tahu rasanya?" Lyn makin menatapnya.

Lewis membuang wajahnya ke arah lain. Pikirannya melayang pada sebuah kenangan pahit saat harus menikahi Clara dengan tuduhan palsu. Mengingat bagaimana ia menghabiskan waktu di ring-ring pertarungan bebas dengan perasaan yang sakit.

"Kau tak pernah tahu rasanya ditinggalkan Lyn. Kau tak tahu rasanya menjadi orang yang terpaksa menjalani pernikahan palsu, dan kau tak tahu bagaimana cintamu ditukar dengan uang oleh seorang wanita kaya. Semua terasa sangat menyakitkan hati karena ternyata kau telah menutupi jatidiri keluargamu dan menipuku," ujarnya pelan.

"Tapi aku merasa lebih sakit, Lewis."

"Tidak, aku yang lebih sakit," bantah Lewis.

"Lihatlah, aku jatuh dari paralayang karena wanitamu itu." Lyn semakin sewot.

"Tapi, itu bukan berarti aku tak mencintaimu, Lyn?! Iya 'kan?"

"Aku tak percaya!" Lyn menepis tangan Lewis yang menyentuh lengannya.

"Kali ini kau akan aku paksa untuk percaya. Tidak ada penolakan!"
Lewis menggeret Lyn masuk ke dalam mobilnya. Lyn tentunya bertanya-tanya kemana Lewis akan membawanya.

"Mau kemana, Lewis?"

"Menemui kakek," ujarnya.

"A-apa? Menemui kakek?"

"Hmm, kenapa?"

"Kenapa kita harus menemui kakek? Sekarang?" Lyn masih trauma bertemu dengan kakek Hooper, mengingat bagaimana keluarga mereka menolaknya dulu.

"Kau takut ya? Tak usah kuatir Lyn. Keluargaku tak akan menolakmu sekarang. Mereka tahu aku hanya akan menikahi Lyn, tidak siapapun."

Lyn menggigit bibirnya, ia masih belum yakin dengan ucapan Lewis.

Memasuki gerbang mansion keluarga Hooper, ia sedikit gemetar.

"Kakek, ada yang akan aku bicarakan," Lewis menemui kakeknya di ruang baca.

Kakek Hooper melihat kedatangan mereka dan terkejut melihat Lyn.

'Lihatlah, dia masih saja seram seperti dulu,' batin Lyn.

"Bukankah ini Lyn yang dulu? Kau membawanya?"

"Benar Kek, dia... Ehmm aku akan menikahinya lagi," ujarnya segera.

"Tapi, gadis ini telah pergi meninggalkanmu, bukankah itu bisa saja terulang lagi kalau dia tersinggung dengan siapapun di keluarga Hooper?"

"Kakek, itu hanya salah faham, dan itu adalah kesalahanku. Jangan marah dengan Lyn, itu karena aku yang tidak menahannya," kata Lewis meyakinkan.

Kakek Hooper menatap Lyn sangat tajam, memindai dari ujung kepala sampai ujung kaki.
"Kakimu, sudah sembuh rupanya," gumam kakek Hooper.
"Aku belum yakin kalau dia bisa menjadi istrimu yang baik," kata kakek Hooper ke arah Lewis.

"Ayolah kakek, Lyn sudah melahirkan anakku, aku harus menikahinya," rengek Lewis.

Hal itu membuat kakek Hooper terperangah. "Jangan bercanda, kapan anak ini melahirkan?"

Sementara Lewis terus menggenggam tangan Lyn yang semakin dingin.

"Benar kakek, Lyn sudah melahirkan anakku. Mereka anak kembar yang cantik. Kakek tak percaya? Aku akan membawanya kalau kakek mau melihatnya."

"Kau bodoh?! Kalau mereka anakmu maka mereka adalah cucu Hooper. Mereka harus segera berada di rumah ini!" bentak Kakek Hooper.

Lyn menarik tangan Lewis. Bagaimana mungkin ia akan menyerahkan begitu saja kedua putrinya sedangkan ia tak diterima di keluarga ini? Ia tak akan menyerahkan kedua anaknya, enak saja!

"Cepat bawa segera kedua cicitku, aku harus melihat mereka!"

"Lewis, sudah kubilang ini tak akan berhasil," bisiknya di telinga Lewis.

"Apa maksudmu?"

"Ehm, biarkan anakku bersamaku. Aku tak mau mereka berada di sini," bisiknya lagi.

"Kenapa kalian masih ada di sini? Cepat bawa kesini cucu perempuanku!"

Lyn mulai pucat. Ia keluar dari ruangan itu dan kemudian Lewis mengikutinya.

Lyn sangat murung, bagaimanapun dia bukanlah orang yang diterima di sisi keluarganya.

"Kenapa cemberut?"

"Sudahlah, aku tak akan membawa anakku ke keluargamu," lirihnya.

Lewis tersenyum. Lyn pasti salah faham dengan ucapan kakeknya. Padahal kakek Hooper sebenarnya hanya gengsi untuk menerima begitu saja Lyn, mengingat bagaimana dulu kakek memperlakukan Lyn dengan buruk.

"Kenapa Lyn? Apa karena kakek?"

Lyn tak menjawab. Intinya ia sangat kesal saat ini.

"Lyn, kalau kakek menerima cucunya, itu berarti kakek juga menerima keberadaanmu, percayalah," Lewis meyakinkan.

"Bagaimana kau bisa tahu?"

"Aku mengenal kakek Hooper dengan baik. Sebenarnya ia cuma gengsi dan malu karena dulu pernah menyinggung perasaanmu."

"Itu lebih aneh lagi. Sekarang ia bahkan masih membuatku tersinggung, apa seperti itu keluargamu? Apa sih susahnya meminta maaf kalau memang salah?"

Lewis menghela nafas.
"Bisa dibilang seperti itu. Minta maaf itu hanya berlaku buat yang muda kepada yang tua, tapi kakek punya kedudukan tertinggi di rumah kami, dan seperti itulah yang terjadi."

"Sungguh keluarga yang aneh," rutuk Lyn.

"Tapi itu tidak berlaku untukku Lyn. Aku sudah berulang kali meminta maaf kepadamu, ayolah sayang, jangan marah ya...hmm?"

Lyn hanya melirik sekilas, lalu berpaling dari tatapan Lewis. Ia menyembunyikan senyuman yang terbit di bibirnya, sayangnya Lewis menangkap senyuman itu.

"Ah, begitu lebih baik," lirih Lewis nyaris tak terdengar.

Tiket Bulan Madu dari MantanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang