"Aku rasa Lewis punya alasan untuk tidak mengatakannya kepadaku," Lyn mencengkeram kuat kursi rodanya, ia butuh kekuatan untuk pernyataan itu.
"Hmm, benar juga. Akan tetapi alasan terkuat adalah karena Lewis akan sibuk bekerja di perusahaan MALVIN. Tak perlu khawatir, di rumah kakek akan banyak yang menolongmu kalau Lewis sibuk. Benar bukan?"
Lyn terdiam. Ia tak tahu apakah berita kelumpuhannya benar ataukah cuma karangan Clara, yang jelas ia harus memikirkan cara untuk tinggal jauh dari keluarga mereka.
"Sekarang, bisakah kau tinggalkan aku? Ada pekerjaan yang harus aku lakukan."
"Ouh, baiklah. Tapi ada sesuatu yang ingin aku katakan kepadamu," katanya.
Lyn hanya diam, mendengarkan apa yang hendak dukatakan Clara.
"Aku dan Lewis, tidak mungkin hati kami bisa dipisahkan. Meskipun kau menikahinya, aku tak menjamin kami bisa saling melupakan begitu saja. Jadi maafkan kalau kami terkadang masih saling akrab dan bertemu, janganlah terlalu marah," Clara berbicara lembut, seperti biasa ia melakukan apapun untuk bisa menghancurkan hubungan mereka.
"Apa itu semacam pembertahuan, Clara?" Lyn menatap Clara dengan kesal.
"Iya, aku ingin kau menghadapi hubungan kami dengan hati lapang. Yang terpenting kau sudah menikahinya, sedangkan aku hanya memiliki hatinya."
"Jangan omong kosong Clara, bagi Lewis kau adalah adik perempuannya," pungkas Lyn.
"Lalu bagaimana menurutmu dengan ini?" Clara memberikan Lyn beberapa foto jepretan yang ia dapatkan dari memberi Lewis obat tidur.
Lyn melihatnya, melihat bagaimana Clara memeluk Lewis dengan mesra, bahkan mereka tanpa busana. Lyn menggeser seluruh foto tersebut yang menampilkan bagaimana mereka bersama di sebuah sofa hotel.
Di foto tersebut, Lyn tampak letih seolah mereka baru saja melakukan aktivitas intim.
Clara mengambil ponselnya, lalu berdiri menghadapi Lyn dengan tatapan mengejek.
"Aku sudah bilang, Lewis akan bersamaku kalau dia kesepian. Apalagi kalau kakimu menjadi lumpuh, kau akan menjadi beban untuk Lewis. Aku tak bisa melihat orang yang aku cintai begitu menderita," lalu wanita itupun berdiri menuju pintu keluar. Ia berbalik menatap Lyn sebelum membuka pintu.
"Jangan terlalu berpikir, dan jangan menekan Lewis dan membuatnya stress," cibir Clara mengultimatum Lyn.
Lyn menatapnya dengan air mata yang hampir tumpah. Clara jauh lebih muda darinya, tapi kemampuannya memprovokasi Lyn sungguh menakjubkan.
Setelah Clara menghilang, Lyn menangis sejadinya. Ia tak sanggup menanggung beban yang sedemikian berat di hari-hari terakhir ini. Ditambah lagi dengan berita kelumpuhan yang disampaikan Clara dan juga hubungan tak masuk akal yang Clara inginkan, membuatnya ingin marah dan frustrasi.
Ia ingin bertanya pada Lewis secepatnya, tapi yang terjadi Lewis bahkan sedang merajuk dan meninggalkan dirinya sendiri. Lyn jadi sedikit percaya bahwa Lewis memang merasa stress dengan keadaan dirinya.
"Lewis, benarkah kau berkhianat dariku? Benarkah kau melakukannya dengan Clara?" isaknya tak tertahankan.
Setelah Lewis kembali, Lyn hanya diam termenung tak menyapa Lewis. Lewis kembali bahkan menjelang larut malam. Selama ini Lyn tak tahu obat mana saja yang harus ia konsumsi sementara Lewis tak segera kembali. Tentu saja ia menjadi lebih kesal lagi.
"Lyn, maafkan aku. Aku terlambat pulang karena...," ucapannya terpotong dengan ucapan Lyn.
"Aku tak tahu obat mana yang harus aku konsumsi, Lewis. Kau tak memberitahuku," ketus Lyn.
"Oh, benar juga, maafkan aku. Aku sungguh teledor karena tak memberimu obat, bahkan ponselku tertinggal tadi. Biarkan aku mengambil obatnya," katanya lagi.
Lyn hanya diam tanpa ekspresi, ia membiarkan Lewis bertindak sesukanya.
"Baiklah, kita kembali dan tinggal di rumah Kakek kalau itu maumu, tapi aku tak mau kau membiarkan Clara tinggal di rumah itu."
"Lyn, mana mungkin aku melakukannya, kau tahu bagaimana Clara di dalam keluargaku, aku tak bisa berbuat apapun."
"Apa kau masih berhubungan dengan gadis itu?"
"Apa kau anggap aku gila Lyn, kalau dia yang mengatakannya maka itu hanyalah halusinasi Clara. Tak ada apapun diantara aku dengannya, percayalah Lyn. Itu hanya masa lalu yang telah dikubur dengan baik," Lewis mendekati Lyn dan menggenggam tangan Lyn. Akan tetapi kali ini Lyn menampik dan mengibaskan tangan Lewis.
Sekali lagi Lyn tak bisa memaksa Lewis mengakui apapun yang dikatakan Clara, hanya saja gadis itu memberikan bukti yang nyata, tidak seperti Lewis yang hanya memberinya janji, dan Lyn harus percaya?
"Lalu tolong jelaskan padaku tentang kondisi kakiku yang sebenarnya Lewis, apakah benar bahwa aku akan mengalami kelumpuhan permanen?"
"Lyn... Masalah itu masih belum dipastikan, kau tak perlu memikirkannya. Jangan terlalu dipikirkan, kita akan mencari terapis atau apapun itu untuk membuat keduanya berfungsi dengan baik," terang Lewis.
"Jadi benar bahwa dokter sudah menjelaskan kepadamu bahwa ada kemungkinan aku menderita kelumpuhan?" Lyn menatap tajam pria dihadapannya, ia sangat kecewa karena Lewis menyembunyikan kebenaran darinya dan bahkan Clara lebih dulu tahu dari istrinya sendiri.
Lewis yang ditatap seperti itu menjadi kelu, ia ingin mengatakannya di saat yang tepat, ia tak mau membuat Lyn tertekan, tapi sepertinya ia terlambat mengatakannya.
"Lewis, apakah kamu benar-benar suamiku?" lirih Lyn dengan bibir yang bergetar, ia sangat kecewa dengan pria ini.