Keraguan

132 10 0
                                    

"Lewis, aku mengira pernikahan kita adalah pernikahan bahagia yang aku miliki bersama pria yang aku cintai. Apa kau tahu bagaimana aku mencintaimu suamiku? Please, katakan padaku, apa ada yang kurang dari cintaku?" Wajah Lyn yang cantik diselimuti mendung, ia tampak lelah.

Lewis duduk bersimpuh di hadapan  Lyn yang terlihat penuh kesedihan, wanita itu tengah kecewa kepadanya.

"Lyn, aku tak mengerti apa yang membuatmu begitu marah. Akan tetapi apa yang kau alami saat ini bukan maksudku untuk membuatmu sedih dan terluka, kita akan menghadapi semua ini bersama, apapun itu. Hmm?"

"Tidak Lewis, kau tak mengerti apa yang aku rasakan saat ini. Aku tak akan memaksamu untuk mencintai ataupun mengerti diriku, pada saatnya nanti aku tak tahu apakah aku akan menyerah atau bertahan, aku tak mengerti...," Lyn menangis, di matanya bayangan Lewis bersama Clara masih sangat jelas di pelupuk matanya.

'Seamakin jelas bagi kita bahwa cinta itu sangat menyakitkan, Lewis,' bisik hati Lyn. Bahkan ia sudah merasa bosan untuk membahas masalah Clara dan Clara lagi dalam keadaan dirinya seperti ini, ia takut kalau dirinya benar-benar cacat.

"Bagaimana mungkin aku tak mengerti, Lyn. Aku suamimu, aku akan menjadi pendampingmu selamanya."

Lyn tersenyum getir, mengingat itu sangat mudah dikatakan Lewis dan tidak sesuai kenyataan dibelakangnya. Bagaimana kalau Lewis hanyalah pendamping yang tidak mencintai dengan jujur?

"Baik, katakan padaku apapun yang dikatakan dokter tentang kondisi kaki ini, katakan," lirih Lyn.

Lewis menghela napas. Ia tak tega mengatakannya, ia banyak memikirkannya, bahkan tadi ketika pergi meninggalkan Lyn cukup lama, ia sedang berkonsultasi dengan dokter untuk menghadapi trauma Lyn, nyatanya Lyn sudah mengamuk lebih dulu.

"Itu bukan apa-apa, Lyn. Itu hanya masalah waktu untuk pemulihan. Kita akan melakukan terapi dan pengobatan yang memadai di New York, jadi jangan merasa ini tak mungkin disembuhkan," ujar Lewis.

"Apa maksudmu merasa tak mungkin disembuhkan, Lewis? Jangan bertele-tele, dokter mengatakan bahwa harapan untuk berjalan sangat tipis, bukan?" Lyn mulai mengeluarkan air mata lagi.

"Lyn, mereka hanya dokter. Mereka tak bisa memastikan apapun, percayalah...," Lewis menekankan Lyn agar bersikap tenang.

"Hanya dokter katamu?" Lyn semakin menangis sedih, sementara Lewis bingung harus mengatakan apa. Ia memeluk Lyn, hatinya juga terluka, sakit saat melihat Lyn seperti putus harapan.

"Lyn, aku mencintaimu Lyn. Apapun dan bagaimanapun keadaanmu, kau adalah milikku, jangan lupakan itu," bisik Lewis di telinga Lyn.

Lyn mulai tenang, ia menguasai dirinya dengan baik. Lalu ia melihat Lewis yang termenung di dekat jendela.

"Bisakah aku keluar sebentar, Lewis. Aku merasa bosan berhari-hari di dalam ruangan," kata Lyn pada Lewis.

"Tentu, sayang. Mari kita berjalan-jalan ke taman."

Di lorong hotel, beberapa orang menatap mereka dan bahkan sebagian lainya saling berbisik.

Lyn sedikit terganggu, dia adalah manajer eksekutif di sebuah perusahaan besar, biasanya orang akan menundukkan kepala menghormatinya, tapi sekarang?

Kembali lagi ia teringat keluarga Hooper, mereka pasti akan mencemooh dengan tatapan mengerikan.

Lyn memikirkan Lewis, bukankah semua itu akan berimbas bagi Lewis? Ya, dirinya adalah beban untuk Lewis Hooper.

"Apa disini kau menyukainya, Honey?" Lewis menghentikan dorongannya, di hadapan mereka sebuah kolam ikan koi yang jernih dan sejuk.

"Ini sangat indah, Lewis. Dan bisakah kau membelikan aku Americano, sanwich dan beberapa camilan?"

Lewis heran dengan banyaknya pesanan Lyn. Itu akan membuatnya pergi ke minimarket lalu ke lobi dengan jarak yang lumayan.
"Apa aku akan meninggalkan kamu sendirian di sini?"

"Tidak apa, lagipula aku mau menelpon papa dan mamaku, kemarin sempat terputus panggilan kami karena papa mau rapat," terang Lyn.

"Baik, nikmati obrolannya dan aku akan mencari pesanan yang kau inginkan," katanya lalu ia melangkah pergi.

Lyn menggerakkan roda dan berkeliling untuk melihat panorama yang menyegarkan, ia butuh sedikit relaksasi agar lebih segar.

Lalu ia merenung sejenak untuk menghubungi seseorang.

"Jack, katakan pada papa kalau aku butuh bantuannya. Aku tak yakin apakah papa akan setuju, untuk itu aku menghubungimu," kata Lyn.

"Nona, ayah anda menyerahkan urusan ini sepenuhnya untuk Anda, akan tetapi yang terpenting adalah kesehatan anda," kata Jack kemudian.

"Baik, aku pertimbangan lagi. Tunggu aku menghubungimu," katanya.

Lyn berencana menyerahkan pembelian sebuah hotel atas nama Lewis Hooper, dan ternyata ayahnya menyetujui saja dan itu membuatnya senang. Akan tetapi ayahnya berpesan untuk Lyn melakukan pengobatan di Austria saja dan itu membuat Lyn sedang berpikir keras.

Lyn menggeser kursi rodanya lebih jauh lagi, melihat ke suatu arah di sisi hotel. Hanya saja sudut matanya menangkap sosok yang membuatnya terkejut.

Clara merangkul Lewis, bahkan menggapai wajah Lewis untuk menciumnya, dan mengapa Lewis berada di tempat itu? Lyn menggigit bibirnya hingga mengeluarkan darah. Ini sudah keterlaluan, ia meragukan semua ucapan Lewis detik ini juga.

Tiket Bulan Madu dari MantanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang