32

1.4K 205 37
                                    

Sebulan lebih berlalu dengan kejadian tak mengenakkan yang terjadi pada Shouyo. Membuat Haru makin paranoid dengan melarang Shouyo pergi keluar barang selangkah saja dari kediaman mereka.

Yang berarti, Shouyo tak bersekolah lagi melainkan homeschooling. Hal itu mendapat pertanyaan dari teman sekelasnya bahkan teman setimnya, mengenai alasan kenapa Shouyo tiba-tiba saja memutuskan untuk homeschooling.

Tapi Shouyo hanya menjawab seadanya dengan ia yang sudah pindah dan tak berada di Miyagi lagi. Shouyo mencoba mengalihkan pembicaraan jika di tanya hal itu, karena ia terus saja merasakan matanya panas kala mengingat kejadian itu.

Shouyo sudah mencoba mengatakan bahwa ia baik-baik saja pada Haru, tapi pria tampan yang memiliki status sebagai suaminya itu menulikan pendengarannya.

Seolah apa yang di ucapkan Shouyo hanya angin lalu untuknya. Memutuskan untuk pasrah dan menerima keputusan Haru, Shouyo dapat melihat senyum penuh kemenangan dari suaminya itu. Membuatnya jengkel.

Masalah ancaman Eiji bulan lalu tidak di laksanakan karena Shouyo tidak mau ikut. Pemuda jingga itu ahlinya membuat orang luluh, jadi ayahnya itu tidak berkutik.

Di kamar mewah itu, Shouyo terbangun di pagi harinya karena sinar matahari yang menyinari melalui celah gorden. Mengerjap sedikit kemudian ia membelalakkan matanya, kala merasakan sesuatu memaksa keluar melalui mulutnya.

"hoek mmn" Shouyo menutup mulutnya sedetik kemudian dengan tangannya. Ia membawa tubuhnya duduk dan mencoba melepas lengan Haru yang melingkar di pinggangnya.

Shouyo turun dari kasur dan berlari ke kamar mandi dengan terburu-buru. Menyebabkan suara berisik yang kemudian membawa Haru terbangun. Pria tampan bersurai hitam legam itu mengerjapkan matanya sembari menyipit sedikit kala mendengar suara dari kamar mandi.

Memutuskan melihat keadaan Shouyo, Haru turun dari kasur dan melangkah ke kamar mandi. "Sho~ ada apa?" tanyanya dengan suara serak khas bangun tidur.

Tubuhnya yang bertelanjang dada berdiri di pintu kamar mandi, menatap Shouyo yang terduduk di sebelah closet dengan mata terbelalak dan sedikit berair.

Shouyo membalikkan kepalanya patah-patah ke arah belakangnya, dimana suara Haru berasal. Ia gemetar ketakutan ketika memikirkan bagaimana jika apa yang selama ini ia takutkan benar-benar terjadi?

Haru mendatarkan ekspresinya ketika melihat wajah ketakutan Shouyo. Mata hitam legamnya menggelap, tau benar kenapa Shouyo membuat ekspresi tersebut.

Pria bermarga Nicolas itu membalikkan badannya dan berjalan ke arah nakas, di mana ponselnya berada. Mengabaikan Shouyo yang sepertinya hampir menangis di dalam kamar mandi.

Alih-alih menghubungi dokter keluarga Nicolas, ia menghubungi dokter keluarga Hinata. Dokter yang mengetahui asal-usul keluarga Hinata sekaligus menjadi dokter yang menangani pria yang bisa hamil di keluarga berciri khas surai jingga itu.

Tolong bangunkan Haru dari mimpi buruk ini, Shouyo tidak mungkin sedang hamil, kan?

~♥~

"itu benar, Shouyo hamil. Usia kandungannya sudah sebulan" kalimat dari dokter keluarga Hinata itu membuat Haru seolah tersiram oleh air es. Sementara Shouyo menggigit bibir bawahnya takut, menundukkan kepalanya takut menatap Haru.

Brak

Prang

Shouyo tersentak kala mendengar suara pukulan di susul dengan sesuatu yang pecah. Ia mengangkat wajahnya, menatap ke arah suara itu berasal hanya untuk mendapati Haru dengan matanya menggelap dan tangannya berdarah serta cermin di lemari yang pecah.

Dokter keluarga Hinata itu mengernyit bingung, "kenapa kau bereaksi seperti itu?" tanyanya tak tau dengan situasi yang menimpa Shouyo sebelumnya.

"keluar" desis Haru tak peduli dengan status pria itu sebagai dokter "jika kau memberitahu hal ini pada yang lain, kau akan jadi seperti kaca ini" ucapnya lirih, membuat dokter keluarga Hinata itu makin mengernyit bingung, bukankah seharusnya Haru senang jika istrinya hamil?

Tapi, ia tau tak baik untuk mengabaikan peringatan dari Haru. Menghela nafas pasrah ia lantas melangkah keluar dari kamar tersebut. Setelah di rasa pintu tertutup dan tau benar tak akan ada yang mengganggu mereka berdua, Haru menatap Shouyo yang sudah menangis.

"aku sangat yakin jika aku memakai pengaman terkahir kali, karena kau bilang belum siap" ucap Haru dengan nada lirih hampir seperti bisikan. Membuat Shouyo berjengit kaget mendengarnya.

Tak berani menatap Haru yang kini kembali tersulut amarah, "itu berarti pria itukan?" tanya Haru lebih pada dirinya sendiri.

Shouyo mau tak mau menengok ke arah Haru, terkejut saat melihat seringai mengerikan itu terpampang di wajah tampan milik Haru.

"ada gunanya juga waktu itu aku melarang Ayah membunuhnya" ucap Haru dengan kekehan kecil yang bagai maniak. Berjalan keluar dari kamar, mengabaikan Sbouyo yang menatapnya takut.

~♥~

Shouyo mengerjapkan matanya sakit, ia ingat ia tadi menangis hingga jatuh tertidur. Mendapati suasana kamar yang masih terang karena lampu yang belum di matikan, tapi dengan gorden jendela yang terbuka lebar. Menunjukkan langit malam yang indah.

Menatap ke sampingnya dimana kasur di sampingnya terasa dingin. Menandakan tak di timpa oleh sesuatu sebelumnya, Haru tidak ada di sana menemaninya.

Mengingat terakhir kali Shouyo melihat pria itu, membuat matanya memanas kembali. Apa yang ia takutkan selama ini benar-benar terjadi.

Haru mengabaikannya, atau lebih tepatnya marah padanya.

Shouyo menekuk lututnya, menenggelamkan wajahnya di antara lututnya sembari memeluknya. Ia kembali menangis, entah sudah keberapa kalinya hari ini ia menangis.

Pikirannya melayang pada apa yang dokter keluarga Hinata tadi katakan, ia hamil. Tapi bukan anak Haru. Memang benar, terakhir kali melakukan itu, Haru bagai pria sejati mendengarkan keinginan Shouyo yang belum siap.

Karena, bagaimanapun juga Shouyo masih anak sekolah. Ia masih punya kegiatan ataupun keinginan tersendiri. Tapi setelah itu, kejadian tak mengenakkan terjadi.

Seharusnya ia mendengarkan, seharusnya ia tak keras kepala, seharusnya ia bla bla bla. Pikirannya dan isi hatinya terus menyalahkan dirinya sendiri.

Shouyo mengangkat wajahnya dengan mata sembab dan sedikit bengkak. Ia mengelap air mata di pipinya dengan kasar, mengambil ponselnya yang ada di nakas.

Mengetik sesuatu di sana, lalu setelah yakin dengan apa yang dia rencanakan dalam hati, ia meletakkan ponsel itu kembali ke atas nakas.

Sekarang, ia hanya perlu menunggu.

~♥~
TBC

My sugar daddy [OC x Hinata Shouyo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang