Sepuluh • D-Day

589 81 3
                                    

Erin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Erin

Biasanya gue amat sangat senang kalau dapet orderan, karena artinya pelanggan gue nambah dan gue bisa dapetin penghasilan lagi. But for the first time i feel dissapointed with my choice to accept this order. Mau gimanapun gue harus profesional, tapi kenapa rasanya gue gak bisa bersikap netral.

Tiga hari yang lalu gue dapat job untuk hari ini, seperti biasa gue akan datang dengan bahagia ke tempat pelanggan gue ini berada. Awalnya gue biasa aja dan masih enjoy untuk apply make up di wajah pengantin wanita, tapi mood gue mendadak langsung down saat melihat siapa pengantin prianya.

Manusia yang selama beberapa hari ini gue hindari, karena takutnya gue bisa lepas kendali dan buat kacau banyak hal. Siapa lagi kalau bukan Arjuanda Bayuaji, si pelaku utama yang buat temen gue mogok pulang karena gak mau ketahuan keluarganya kalau dia lagi sedih dan pelaku utama yang buat gue malu sama Wiya dan diri gue sendiri. 

Setelah melihat kehadiran gue di ruang tunggu pengantin kayaknya Juan syok, dilihat dari ekspresi kaget yang dia tunjukkan. Gue memasang wajah masam ke arahnya dan lanjut memakaikan make up di wajah pengantinnya Juan. Inget Erin, customer lo sekarang ini lagi hamil lo harus hati-hati untuk semua hal. Lo gak boleh meledak sekarang, tarik napas... buang...

Akhirnya setelah menyelesaikan sisa make up yang sempat terhenti tadi denga berat hati jadi juga. Hasilnya gak mengecewakan karena gue masih tetap menjaga mood gue untuk gak benci sama si pengantin perempuan ini. Dia kelihatan senang dengan hasilnya dan dia bilang dia udah lama pengen banget di make up sama gue, gue ngerasa bersalah sama dia karena hari ini gue kerjanya dalam keadaan mood yang buruk tiba-tiba. Andai Juan gak masuk tadi gue yakin mood gue gak akan se berantakan ini. 

"Mas, what about my look?"

Mas? Sekarang gue penasaran dia tahu atau enggak kalau dia udah ambil pacar orang?

 "pretty, as usual from Erin's make up." Jangan sok akrab gue masih dendam sama lo.

"Erin? Kamu kenal sama Kak Rin?" Dia malah mengangguk, gue harus apa kalau enggak pura-pura senyum? Andai bisa sekarang juga gue mau ngomel-ngomel ke Juan.

Semakin emosi gue tahan, pening di kepala gue yang gak pernah benar-benar hilang selama beberapa hari terakhir semakin kerasa. Yaampun.

"Dia temen sekolahku dulu, istrinya temen ku juga." Wanita bernama Ala itu hanya mengangguk. Dulu kalau gue sama Juan ketemu pasti kalau ditanya kok kalian kenal, pasti kita bakal jawab 'mantan gue anjir!' dengan nada bercanda. Untuk sekarang kayaknya dia tahu gue gak berniat untuk bercanda.

Sekarang giliran kerjaan hair stylist yang akan merias rambut Ala. Gue memilih untuk keluar sejenak dengan niatan menarik napas sebagai usaha dalam menyurutkan amarah.

Mungkin ini karena efek tadi pagi belum makan atau gimana kepala gue rasanya berputar-putar dan badan gue jadi terasa lebih berat bahkan untuk jalan sampai harus bertumpu pada dinding. Beberapa kali gue mengerjapkan mata karena pandangan gue terasa mengabur dan lama kelamaan menggelap dan gue gak bisa mengontrol badan gue untuk gak limbung kemudian membentur lantai dan setelahnya gue hanya mendengar banyak suara di sekitar gue samar-samar yang semakin lama semakin menghilang.

ADAPTASITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang