Dua Puluh Sembilan • Sweetest Thing

640 68 11
                                    

"Rin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Rin... Mataku udah berat nya minta ampun gini, tolong anteng tidurnya." Ujar Dhanu. Matanya tetap terpejam namun dari ekspresi yang ia tampilkan sudah dapat dipastikan bahwa ia sedang tidak dalam mood yang bagus.

Bagaimana tidak, seharian ini benar-benar berhasil menguras tenaga dan emosinya. Tubuhnya benar-benar lelah dan soalnya Dhanu bukan tipikal seseorang yang mudah tertidur, ia mungkin termasuk ke dalam jajaran orang yang sulit dibangunkan namun saat akan tidur jika ia mendengar suara atau gerakan yang terasa berlebih ia tidak akan bisa tidur dalam waktu yang cepat.

Wanita yang sedari tadi sibuk mencari posisi tidur yang nyaman itu hanya bisa menghela napas berat, ia memaklumi mengapa laki-laki berstatua suaminya itu agak risih dengan tingkahnya tapi mau bagaimanapun Erin sendiri bingung harus bagaimana supaya mendapat posisi yang nyaman untuk tidur.

Perutnya yang sudah berisi janin berusia 34 minggu itu terasa sangat berat dan menekan, napasnya mulai sesak dan rasanya tidak ada posisi yang pas untuk mengistirahatkan tubuhnya yang penat. Punggungnya bahkan sudah panas dan jangan lupakan kaki yang rasanya sudah tidak karuan.

Jika hamil seberat ini Erin rasanya ingin mempercepat waktu ke proses persalinan agar tidak perlu merasakan tubuh yang segala posisinya sudah tidak nyaman.

Akhirnya ia memutuskan untuk bangun dari tempat tidur, jalan keluar kamar dan berakhir mendudukkan diri di sofa. Tidak ada yang ia lakukan selain duduk. Ia bingung harus bagaimana dengan tubuhnya saat ini. Pergerakan di dalam perut membuatnya tersadar dari lamunan dan melihat langsung ke arah permukaan perut yang menampilkan bentuk dari aktifitas bayinya di dalam sana.

Belakangan ini pula perutnya seringkali menegang selama beberapa saat namun rasa sakitnya cukup untuk membuatnya meringis, orang bilang ini wajar dan dokter bilang pun seperti itu.

"Ibu baru sadar ternyata tugas ibu yang sekarang gak gampang selesai ya dek, ibu harus jaga adek sembilan bulan lebih di dalam perut ibu, terus pas adek lahir tugas ibu juga belum kelar. Maaf ya ibu ngeluh mulu, tapi ibu sayang adek kok jadi tolong sehat sampai hari dimana adek bisa ketemu ayah sama ibu supaya ibu bisa ngeliat adek dan bisa kuat untuk jadi ibu dengan versi yang jauh lebih baik ya?" Monolog Erin dengan tangannya yang terus mengusap perut buncit nya dan janin yang ia sebut dengan panggilan 'adek' itu seolah menjawab monolognya dengan menendang tepat di mana tangan Erin berada.

Kadang ini yang membuat Erin untuk sesaat melupakan lelahnya, berbicara dengan sang bayi yang entah mendengar atau tidak ia tidak peduli.

Setelah bergulat dengan pikirannya Erin akhirnya bisa terlelap di sofa dengan posisi setengah duduk yang Erin rasa cukup nyaman untuk tertidur dan bayi di kandungannya pun sudah tidak banyak bergerak seperti sebelumnya.

Tengah malam Dhanu bangun dari tidurnya dan agak khawatir saat tidak menemukan Erin di sisinya. Jelas ia tidak bisa tenang mengingat sebelum tidur tadi ia mungkin bisa saja melukai Erin hanya karena kelelahan. Pintu tertutup seolah tidak ada yang keluar sedari tadi dan saat dibuka ia merasa agak lebih lega karena menemukan Erin sedang terlelap di sofa dengan posisi menyamping setengah duduk. Sejurus kemudian rasa bersalah menggerogoti nya, ia jadi bepikir apakah ia yang menyebabkan Erin memilih untuk tidur di luar supaya tidak mengganggunya. Kenapa wanita itu tidak memilih untuk tidur di kamar tamu supaya posisinya lebih nyaman, begitu pikir Dhanu.

ADAPTASITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang