Sembilan • Planning

604 85 11
                                    

TW // Agak mature (15+), dan membahas persoalan anak 25+ (ekonomi, mental dan lain sebagainya yang berhubungan dengan orang-orang usia seperempat abad)

silakan bagi yang kurang berminat bisa di skip 😊

silakan bagi yang kurang berminat bisa di skip 😊

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Erin

Waktu gue lihat ke arah jam jarumnya baru menunjukkan pukul satu dini hari. Tangan Dhanu masih melingkar dipinggang gue, gue masih memunggunginya belum berniat untuk ngeliat mukanya secara langsung untuk sekarang. Gue masih bisa merasakan napasnya yang belum sepenuhnya teratur setelah 'permainan' yang kami lakukan sebelumnya yang jadi penyebab kenapa di jam satu dini hari baik gue atau dia belum pergi ke alam mimpi.

Gue menaikkan selimut yang sebelumnya hanya menutupi sebatas dada karena merasa kedinginan. Bahkan setelah ada empat bulanan kami melakukan hubungan fisik, gue masih merasa canggung kalau permukaan kulit gue bersentuhan dengan kulitnya langsung setelah selesai 'ber aktivitas'.

Tapi sebelum tidur gue baru teringat sesuatu, hal yang sebelumnya gue sadar tapi seketika lupa karena jatuh ke dalam permainan kami. Hal yang gak biasa Dhanu lakukan setelah kurang lebih empat bulan kita memulai hubungan suami istri ini.

"Nu."

"Ya?" Oh dia masih bisa nyaut, jujur gue merinding karena suaranya terasa dekat banget bahkan sampai gue bisa merasakan hembusan napasnya walau gak yang sangat dekat tapi sampai di ceruk leher. Mana suaranya jadi yang serak-serak berat khas Dhanu kalau lagi capek.

"Ini mungkin agak ambigu tapi gue penasaran aja kenapa setelah berbulan-bulan lo baru pakai pengaman?"

Laki-laki pakai alat kontrasepsi tujuannya gak lain ya supaya apa yang mereka hasilkan gak 'jadi'. Tapi Dhanu baru pakai itu sekarang, setelah berbulan-bulan ngelakuin. Kalau emang tujuannya gak mau punya anak cepat kenapa baru pakai sekarang.

"Gue baru kepikiran kalau ternyata gue belum sepenuhnya mampu untuk jadi orangtua. Baik secara mental atau finansial. Gue rasa gue perlu nyiapin banyak hal sebelu benar-benar jadi orangtua," Dia diam sesaat dan gue sama sekali gak keberatan sama apa yang dia pikirkan karena ya gue setuju sama apa yang dia pikir.

"Gue harus nabung lebih banyak untuk memenuhi fasilitas lo sama anak kita. Gue harus nyiapin mental gue supaya gak kaget waktu gue mau punya anak. Tapi sorry baru omongin ini sekarang ke lo, menurut lo sendiri gimana?"

Anak kita gak tuh, ah kuping gue panas dengernya!

"Gue sama sekali gak keberatan kalau lo maunya gitu, gue sama kayak lo. Mental gue belum sepenuhnya siap untuk ngurus anak. Tapi gue juga gak masalah kalau misalkan dikasih cepat si. Tapi karena lo mau nunda dulu gue terima dengan senang hati." Ujar gue masih belum berminat untuk berbalik badan karena gue masih merasa degupan jantung gue belum normal.

Lagi-lagi gue dibuat terkejut saat tiba-tiba tangan Dhanu bergerak menyentuh perut bagian bawah gue.

"Please yang kemarin-kemarin jangan jadi dulu..." Katanya.

Gue gak tahu dia niat jahil atau enggak tapi gue seriusan kaget ya. He should know that my whole body will be sensitive if I gets his touch, aba-aba dulu kek kalau mau mindahin tangan.

Gue harus tidur biar gak mikir untuk ngelembur sampai pagi. Emosi gue benar-benar random hari ini. Marah, sedih dan heran karena kelakuan Juan ke Wiya terus terharu karena Dhanu sweet banget tadi pas gue pulang dan gue gak bisa menahan diri waktu kita mulai untuk 'main' dengan tujuan ngelupain masalah hari ini walau sejenak.

Entah hal apa lagi yang bakal gue temui besok. Setiap harinya penuh dengan kejutan.

Dhanu

Setelah gue tau Juan mau punya anak kemarin tapi mentalnya belum siap gue jadi kepikiran diri gue sendiri. Sebelumnya gue kepikiran untuk segera punya anak, tapi berkaca dari Juan gue tau kalau punya anak itu gak cukup dengan hanya punya doang. Lo harus mikirin gimana caranya lo ngerawat dia, gimana caranya lo nge thread dia dengan maksimal, gimana caranya lo bisa menahan ego lo sebagai manusia karena lo punya tanggung jawab yang bisa dibilang gak ringan sama sekali.

Gue mungkin punya tabungan dan Erin pun juga yang cukup untuk menghidupi kita sekalipun punya anak terlepas dari rumah yang masih harus dicicil dan keperluan bulanan kayak bayar listrik, air dan iuran masyarakat. Tapi saat lo punya anak tanggung jawab lo gak berhenti cuma ngasih makan dia, tapi banyak.

Belum lagi perempuan kalau hamil pasti punya banyak keperluan baik yang wajib atau yang mendadak. Katanya mood mereka juga akan berubah baik pas hamil ataupun setelah melahirkan, kalau mental lo belum siap bisa perang dunia ke tiga di dalam rumah. Logika gue jalannya begitu, gak tau kalau orang-orang.

"Mbak budget mobil berapaan si?" Tanya gue pada mbak Monic. Sekarang lagi jam makan siang, jadi gue bisa nyamperin dia untuk nanya.

"Tiba-tiba banget, istri lo udah isi atau pengen punya aja?"

"Ya, belum. Buat jaga-jaga aja, berapaan mbak?"

Dia kelihatan mikir sesuatu, "Rumah lo udah sedia garasi? Kalau belum saran gue sediain tempatnya dulu, tapi kalau lo mau tau saran gue si nanya-nanya ke bokapnya Lia. Dia ada showroom mobil mau yang second atau yang baru bokapnya Lia bisa nanganin. Budgetnya si tergantung kebutuhan lo Nu, lo mau yang gede modelan Pajero, sedeng kayak Avanza atau Xenia atau yang kecil kayak Ayla gitu?"

Iya juga, gue butuhnya yang kayak apa. Budgetnya tergantung apa yang gue pilih.

"Pajero gak dulu, mahalan dia daripada cicilan rumah gue. Tapi yang cocok untuk mobil keluarga tuh modelan Avanza atau Xenia gitu mbak?" Dia mengangguk. Banyak banget yang harus gue kumpulin.

"Nu dengerin gue, mobil tuh kebutuhan tersier. Lo gak perlu paksain untuk beli dengan anggepan keluarga lo butuh itu padahal lo masih berat untuk ngeluarin uangnya. Sekarang zaman udah canggih, kemana-mana bisa pakai taksi online. Jadi lo sekarang tentuin satu prioritas dulu. Misalkan prioritasin cicilan rumah dulu, misal udah dapet setengah baru lo bisa pikirin untuk beli yang lain. Menurut gue kalau bisa cash mendingan cash daripada beratin di bulanan tapi ya harus lo kumpulin dulu. Oke? Jangan dipaksain." Gue mengangguk, omongan mbak Monic sama sekali gak salah dan bikin pemikiran gue semakin terbuka.

Apa prioritas yang harus gue kumpulin mulai dari sekarang?

Apa gue buat satu tabungan lagi untuk dana masa depan? Omongin dulu ke Erin.

Pokoknya planning gue adalah gue bakal tunda untuk punya anak seenggaknya satu atau dua tahun. Selagi itu gue harus ngumpulin banyak hal mulai dari materi sampai tekad untuk jadi orangtua yang bisa jaga anaknya. Harus bisa lulus adaptasi nerima status ini karena gue sadar baik gue dan Erin belum sepenuhnya lulus dalam satu hal ini.

Sadar banget kalau kita berdua masih sama-sama merinding kalau urusan sayang-sayangan.

Buktinya gue aja kadang masih kena tampol di pipi kalau tiba-tiba nguyel-nguyel dia. Belum lagi habis itu kupingnya jadi merah karena salting, kan artinya adaptasi kita belum berhasil untuk nerima status baru ini.

 Belum lagi habis itu kupingnya jadi merah karena salting, kan artinya adaptasi kita belum berhasil untuk nerima status baru ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Kira-kira apa planning Dhanu berhasil para reader deull????

ADAPTASITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang