Erin
"Papa bisa lihat Erin gak?" Mungkin orang-orang yang lewat akan menganggap gue gila karena bicara dengan sebongkah nisan dengan tangan yang gak henti memetik rerumputan dari atas tanah makam milik seseorang.
Seseorang yang perginya masih gak bisa gie terima sekarang. Bukan karena dia berharga, tapi karena bagi gue dia pergi terlalu mudah.
Tanpa mengatakan pamit atau sekedar maaf ke gue, saudara-saudara gue dan mama tentunya. Dia pergi untuk selamanya, mungkin bagi beberapa orang ini melegakan karena akhirnya orang yang membuat hidup lo gak tenang pergi juga tapi gak semudah itu bagi gue. Manusia diciptakan beserta hati nurani dan hawa nafsu. Manusia punya hati nurani untuk merasa bersalah, meminta maaf dan memaafkan tapi juga manusia punya nafsu untuk gak bisa menerima seseorang pergi dengan mudah tanpa menyelesaikan masalahnya.
"Papa inget dia? Dia orang yang sama yang Erin kenalin ke papa setahun lalu sebagai calon Erin, dan dia orang yang sama yang hampir jeblosin papa ke penjara gara-gara nyakitin Naren waktu itu. Papa tau sekarang status nya meningkat, dia bukan cuma orang yang hampir ngelaporin papa ke pihak berwajib, atau 'menantu' papa, tapi dia calon ayah dari anak Erin. Ya, anak Erin tapi Erin gak akan bersedia ngakuin dia cucu papa. Serius." Gue menghentikan ucapan gue saat mendapat sentuhan di pundak, itu nggak lain dari Dhanu.
Gue menarik napas dalam-dalam, terlalu banyak hal buruk yang gue ingin eluhkan di depan nisannya. Setiap kabar bahagia gue selalu sampaikan lebih dulu kepadanya, dengan pemikiran bahwa dia bisa dengar di alamnya sana dan menyesali perbuatannya yang buat gue sampai memamerkan kebahagiaan gue padanya dengan setiap kata sindiran di dalamnya. Tuhan dan malaikat pun pasti dengar apa yang gue katakan dan entah gue diampuni atau enggak untuk ini dengan pasal durhaka kepada orangtua. Tapi gue gak bisa menahan diri untuk gak memamerkan kebahagiaan gue kepadanya yang menjadi sumber penderitaan gue bertahun-tahun lamanya.
"Papa tau, papa selalu jadi yang pertama yang Erin kasih tau soal kebahagiaan Erin. Tentang Dhanu yang lamar Erin setahun lalu, tentang Erin yang sebentar lagi punya anak, Erin gak tahu kenapa Erin selalu kesini untuk ngabarin hal-hal itu ke papa pertama kali padahal Erin tahu papa gak akan dengar. Mungkin kalau papa masih ada papa akan marah-marah karena Erin kurang ajar, padahal sendirinya yang buat Erin se kurang ajar itu." Gue berhenti untuk sejenak, kenangan buruk itu kembali terputar bahkan gue berhalusinasi kalau gue mendengar suara barang-barang pecah persis seperti dulu waktu papa sering ngamuk di rumah.
Lagi-lagi pemikiran bodoh itu hinggap di kepala gue. "Makasih loh pa untuk 10 tahun terakhir, ternyata Erin kuat juga ngelewatin masa muda yang gila banget ini. Tahu gak pa? Erin sebenernya takut tau punya anak gara-gara papa, Erin takut Erin kayak papa. Serius, andai suami Erin bukan Dhanu yang kenal Erin lebih dari orang lain mungkin aja Erin bisa kayak papa. Setiap kali Erin ngerasa marah di saat itu juga Erin inget papa, tau gak pa susah banget nahan marah karena Erin takut Erin kayak papa. Sesak loh pa nahan emosi tuh."
KAMU SEDANG MEMBACA
ADAPTASI
RandomSimpelnya ini kisah ringan perjalanan Dhanu Erin setelah berganti status dari sahabat jadi pasutri. Perjalanan mereka dalam beradaptasi menerima status baru masing-masing yang terasa masih sangat canggung dan segan kepada satu sama lain. - Sequel T...