Tiga Puluh Tiga • Pertama

638 67 12
                                    

Dhanu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dhanu

Gue gak paham ini disebut tiba-tiba atau gimana. Sepuluh jam yang lalu gue masih bergelung di atas ranjang yang ada di kamar rumah gue sambil mencoba untuk berdongeng dan sekarang gue masih belum bisa percaya bahwa gue ada di depan salah satu ruangan di rumah sakit yang dibatasi oleh kaca dan di dalamnya ada lebih dari satu bayi sedang tertidur, dan salah satunya ada se sosok manusia mungil yang baru saja lahir ke dunia satu setengah jam yang lalu. Di saat yang sama dia tidur anteng di box nya itu, ayahnya bahkan masih belum percaya kalau sekarang dia udah jadi ayah.

Biar gue rangkum perjalanan sepuluh jam terakhir ini.

Berawal dari gue yang ngode untuk simulasi ngedongengin bocah ke Erin semalam, dan perdebatan kecil antara kami sampai akhirnya sama-sama tidur. Beberapa menit kemudian gue yang baru aja merem di bangunkan oleh Erin yang etha sejak kapan bangun dan hilang dari sisi ranjangnya.

Bahkan gue masih ingat dengan jelas apa yang dia bilang,

"Nu, kayanya kita harus ke rumah sakit sekarang deh."

Jelas gue kaget lah waktu mendengarnya, ya secara teknis memang baik gue atau Erin sudah sama-sama menunggu momen ini karena udah lewat lumayan lama menurut gue dari tanggal perkiraan. Tapi, kalau kejadiannya secepat itu —sebelumnya gak ada apa-aap— ya jelas gue butuh untuk mengumpulkan akal sehat lebih dulu bukan?

Singkat cerita, kami sampai di rumah sakit dengan semua persiapan yang telah gue bawa di mobil. Kemudian, yang buat semakin kaget adalah pernyataan dari dokter bahwa jalan lahirnya udah masuk pembukaan lima. Entah dia yang emang gak sadar atau emang merasa ini masih seperti biasa. Tapi, jawabannya setiap ditanya pasti 'enggak' atau 'kalau aku ngerasa ada apa-apa ya aku pasti kasih tau lah.' tapi nyatanya tiba-tiba udah pembukaan lima. Proses sebelum-sebelumnya dari apa yang udah gue baca lewat internet sudah membuat si ibu hamil gak nyaman dan dia oke-oke aja layaknya tidak ada pertanda akan melahirkan.

Beberapa jam berlalu, akhirnya gue lihat Erin kesakitan seperti apa yang pernah gue cari tahu di internet tentang tanda-tanda persalinan. Demi apapun, gue sendiri gak tega lihatnya. Napasnya menggebu ah bahkan sampai nangis juga karena katanya sakit banget. Entah sampai berapa kali gue nanya ke dokter untuk mempercepat proses dan entah udah berbagai cara gue coba untuk bantu Erin seenggaknya ngurangin sedikit rasa sakit yang gue sendiri gak bisa membayangkan se berapa.

Belum selesai di sana, awalnya gue sudah merasa agak lega waktu dokter bilang adek udah boleh di lahirin. Gue pikir rasa sakitnya bakal berkurang, tapi enggak. Gue melihat Erin yang semakin menggila setelahnya. Di tahapan ini membuat gue berpikir untuk gak punya anak lagi karena gak tega sama ibunya waktu ngelahirin.

Setelah berjuang entah satu jam atau lebih, akhirnya anak pertama kami lahir ke dunia. Dia sekarang ada di ruangan bayi di hadapan gue, si ganteng yang gue harap di masa depan nanti gak akan pernah bikin ibunya sedih. Sampai berani bikin ibunya sedih gue sebagai ayahnya gak akan tanggung-tanggung untuk ngasih pelajaran. Enak aja, istri gue udah nyaris mati untuk ngeluarin dia terus gedenya berani bikin istri gue sedih.

ADAPTASITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang