Chapter 1 - Prolog

331 14 0
                                    

Chang Huasen, bisa dipanggil dengan sebutan Xiao Chang, pria berumur 24 tahun. Huasen memiliki hidup yang sederhana sejak ia kecil. Sebagai anak tunggal dari kedua orang tua yang sibuk bekerja, Huasen harus mandiri menjalani kehidupannya sejak kecil. Ia menjadi orang selalu memencilkan dirinya sendiri di rumah, menyimpan semua perasaan dan pendapatnya di dalam, tidak ada yang mendengarkannya.

Hingga pada saatnya ia dihadapkan dengan lingkungan baru, orang baru, ia menjadi gugup, bingung dengan segala hal yang dihadapinya. Awalnya Huasen sangat sedih, kecewa dengan dirinya sendiri. Seberapa pun ia berusaha untuk menyesuaikan diri dengan sekitarnya, tidak membuahkan hasil. Ia mencoba berani, berusaha untuk membicarakannya dengan orangtuanya. Alhasil, mereka menggap remeh permasalahan ini, fokus pada karir mereka. Semakin lama, sekelilingnya merendahkan keberadaannya. Hingga, Huasen menyerah. Sendiri di sekolah. Sendiri di rumah. Sendiri di dunia ini. Ia mengikuti arus, menerima apapun yang dunia berikan kepadanya, baik hal baik maupun buruk. Hingga untuk menentukan masa depannya, ia selalu menerima apa yang diputuskan oleh orang tuanya. Ia telah berpasrah dengan hidupnya.

Suatu hari saat ia kuliah, orangtuanya dikabarkan meninggal. Huasen yang memang dari awal tidak dekat dengan orangtuanya, hanya bisa menelan kenyataan akan kehilangan kedua sosok tersebut di hidupnya. Ia memutuskan untuk drop out dari kuliah dan lanjut bekerja di sebuah kantor kecil untuk bertahan hidup di dunia. Mulai dari sini, ia mengenal dunia pekerjaan. Setiap hari ia harus bekerja dari pagi hingga larut malam. Terlebih atasan yang memiliki tuntutan yang besar terhadapnya. Membuat hari - harinya dipenuhi dengan segala urusan pekerjaan. Setiap Senin sampai Sabtu ia bangun pagi, sarapan sehelai roti dan air putih, bekerja hingga larut malam, terkadang melewati jam makan siangnya untuk bekerja. Sampai di rumah ia akan kelelahan, mungkin ia akan ingat untuk makan malam, dan langsung tertidur untuk menghadapi keesokan harinya. Tidak ada waktu untuk memperhatikan mentalnya, di otaknya hanya 'Bekerja, agar bisa bertahan hidup di dunia'

Minggu, mungkin adalah waktu dimana Huasen akan memperhatikan keletihan tubuhnya dan tidur hingga sore hari. Di saat - saat tertentu ia akan ke supermarket untuk membeli makanan, tetapi selebihnya ia menghabiskan waktunya di rumah. Lagipula Huasen juga tidak mempunyai alasan lain untuk keluar rumah. Apakah ia bahagia di dunia ini? Tidak. Sebenarnya, ia selalu kesepian selama hidupnya. Kesunyian yang selalu ia rasakan sejak dulu.

Langit malam ini sudah gelap, bintang mulai bermunculan menghiasi kelamnya suasana. Bulan pun hadir, menemani bintang - bintang kecil. Huasen yang selesai bekerja, berjalan terhuyung - huyung ke pesisir pantai dekat kantornya. Mukanya yang kelelahan, kantung mata hitam yang tebal, bibir yang pucat, bahu yang menunduk. Kepalanya yang sangat berat, seperti ada ribuan jarum yang menusuk-nusuknya. Huasen duduk di pasir, menutup matanya dan menghirup angin malam laut yang kencang, mencoba untuk tenang. Walau kondisi kepalanya tidak cukup baik, ia memfokuskan pendengarannya ke suara ombak laut.

Perlahan- lahan ia membuka matanya yang terlihat sendu, air laut yang biasanya terlihat bening dan putih sekarang menjadi hitam, menunjukkan bayangan langit kelam. Mengambil dan membuang napasnya, angin kencang mengenai tubuhnya yang memakai jas tipis.

Huasen menjadi memikirkan, apa sebenarnya tujuan hidupnya? Ia tidak punya impian setinggi saat ia kecil, ia sudah tidak ada impian. Tidak ada motivasi. Tidak ada semangat maupun penyemangat. Tidak ada harapan. Tidak ada kebebasan. Tidak ada niat untuk melanjutkan hidup. Kehidupannya ter-kekal, setiap hari sama, membebankan pikiran dan tubuhnya untuk bekerja kantoran yang bukan gairahnya. Semua hanya untuk dapat membayar segala hutang dan pajak yang wajib dibayar untuk hidup di dunia ini. Hidup sendiri pun terasa sebagai beban yang harus ia tanggung.

Semakin lama ia meratapi hidupnya, semakin lama kepalanya terasa nyeri dan mata yang semakin berat untuk dibuka. Huasen selalu pasrah, hanya bisa menutup matanya yang berat, menyambut kegelapan.

Beloved Pelagic (XXRS AU)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang