CHAPTER 1 [SUDAH REVISI]

26.9K 944 56
                                    

Setelah resign dari pekerjaanku yang sebelumnya, sekarang aku jadi pengacara. Bukan, bukan pengacara yang ada di ranah hukum, tapi pengacara yang ku maksud adalah pengangguran banyak acara.

Ya gimana kan cari kerja susah, ya? Tapi aku emang gak niat sih buat kerja-kerja kantoran gitu. Aku gak betah aja jadi budak korporat. Bukan salah perusahaannya atau posisi jabatanku tapi emang akunya aja yang gak mau terus-terusan hidup secara monoton. Pagi berangkat kerja, sore atau malam aku baru pulang. Gitu deh, intinya aku gak cocok aja dan mencoba untuk menghasilkan duit sesuai passion-ku yang maunya fleksibel dan bebas mau kerja kapan aja.

Mending dagang aja gak, siiih???

Ceritanya hari ini ibu nyuruh aku ke pasar buat beli bahan-bahan masakan, ya iya dong. Kalau beli bahan-bahan bangunan kan di toko material, ya? Wkwk.

Selesai beli keperluannya ibu, aku pulang dengan mengendarai motor. Sebelum melewati tukang parkir yang sudah stand by di depan gerbang pasar, aku pun menyiapkan senyum manis dan senyum terbaikku harap-harap si abang tukang parkir luluh dan membebaskanku dari membayar biaya parkir.

"Parkirnya 2000 ribu, Mbak."

Ah, elah. Kenapa senyumku gak mempan, sih? Mau gak mau aku jadi keluarin uang 2000 buat bayar parkir. Bukan pelit sih, tapi ya males aja gitu kalau ada tukang parkir.

"Makasih, Mbak. Hati-hati."

Keluarlah aku dari pasar tersebut dan kembali pulang. Pulang kemana? Pulang ke rumahku, dong. Masa pulang ke rumah tetangga?

Eh, ngomong-ngomong soal tetangga pas banget nih aku lagi papasan sama tetanggaku. Karena aku kenal, jadi aku sapa.

"Assalamu'alaikum, Bu Sukma."

Bu Sukma ini tetangga depan rumah yang kebetulan lagi ngajak jalan-jalan cucunya pakai sepeda.

"Wa'alaikumussalam, Naya. Habis darimana?"

"Dari pasar bu belanja."

"Oh, iya."

"Halo, Almira! Lucu banget sih, gemes..."

Ini Almira. Cucunya Bu Sukma yang paling kecil. Usianya masih 2 tahun. Gemes banget aku sama dia. Lucu. Yaiyalah, anak kecil mah dimana-mana juga selalu lucu aja ya, kan?

"Mari, Nay!" Pamit Bu Sukma yang aku angguki.

"Hati-hati, Bu."

Selesai memasukkan motor ke dalam garasi rumah, aku membawa belanjaan tadi ke dalam rumah.

"Ibu... Ini belanjaannya."

"Cukup gak uangnya?"

"Cukup, kok. Sisa kembaliannya buat Naya beli kopi ya, Bu?"

"Berapa sisanya?"

"50 ribu."

"Beli kopi apa sampai 50 ribu? Beli aja kopi di warung yang 2000-an."

Si ibu mah lupa kali ya kalau zaman sekarang kopi-kopi di kafe gitu harganya memang mehong.

"Yaudah deh, ini uangnya buat ibu aja."

"Loh, emang itu uang ibu, Naya! Cah, gemblung!"

Waduh!

Aku langsung mengambil ancang-ancang untuk kabur karena ibu udah siap mengangkat seikat sawi untuk memukulku.

🔗🔗🔗

Ranaya Sasmitha Putri. Orang-orang biasa panggil aku Ranaya atau Naya. Pokoknya antara dua itu. Jangan sekali-sekali siapapun di dunia ini ngide manggil aku "Rana" karena kesannya kayak "Merana" gitu loooh... Dan lagi, kalau ada orang yang memanggilku Yuli, aku gak akan nengok.

My Husband is My NeighborTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang