CHAPTER 40 [SUDAH REVISI]

10.1K 397 59
                                    

Permiisiiiiii ~~~

.
.
.

Saat adzan subuh, aku dibangunkan oleh si Fardan Furdin. Dia sudah tampil segar dengan memakai kaos loreng yang menampakkan otot-otot di tubuhnya yang besar. Sungguh gagah perkasa sekali.

Sedangkan, bawahannya masih pakai sarung dan peci hitam sudah melekat dikepalanya. Aku jadi tersenyum. Sungguh indah makhluk ciptaanmu ini, Tuhan. 

"Woy, bangun! Malah ngelamun."

Astaga, Ya Rabbi. Suami macam apa yang menyapa istrinya dengan 'Woy' di pagi hari?

Sangat tidak romantis. 

Luntur sudah senyumku yang merekah itu, bestie. 

"Bangun, sayang... Bukan 'woy, bangun!' Gak sekalian aku disembur pakai air gayung?" Protesku. 

Namun, respon yang ku terima hanyalah cengiran bagai kuda. Ck. Mengesalkan sekali si Fardan Furdin ini. Tahu gitu aku gak mau capek-capek siapin seragamnya semalam suntuk. 

Bukan Naya kalau gak ada ide jahil. Si Fardan Furdin sepertinya sudah ambil wudhu, maka mumpung do'i lagi mendekat untuk melepas chager handphone-nya disamping tempat tidur aku menyentuh kulit lengannya. 

"Ups!" ucapku sembari menutup mulut. Biar seolah-olah aku gak sengaja menyentuhnya.  

Dilihat dari ekspresinya mas do'i sih cukup terkaget-kaget, ya.  Apakah aku sukses membuat laki-laki ini geram di pagi hari? 

Oh, tentu. 

Coba kita hitung...

1

2

3

"Astaghfirullahaladzim. Nayaaaa.... Mas udah wudhuuuu."

Aku langsung tertawa puas sampai rasanya gak kuat karena perutku jadi tertekan. 

"Maaf ya, Mas. Ganteng deh kamu. Gak mau main dulu sebelum flight?" Rayuku genit. 

"Mending mandi," katanya. 

"Oh, maksudnya sambil mandi?"

"Ya allah, salah ucap aku," gumamnya frustasi sambil mengusap wajahnya dengan gusar. Aku makin terkikik geli. 

"Aku ke masjid dulu," ucapnya datar lalu berjalan ke arah pintu. 

"Loh? Mas? Gak jadi?" Teriakku. 

"Assalamu'alaikum," pamitnya sebelum benar-benar menutup pintu. 

WKWK. 

Gemez banget sih ledekin bocil 34 tahun.  

🦖🦖🦖

Selepas sholat subuh -dengan masih memakai mukena- aku pergi ke dapur untuk ambil minum dan cemilan apapun yang bisa aku makan. Beginilah Naya di rumah mertua, serasa dirumah sendiri. Gak lama setelah itu Abi dan Mas Fardan pulang dari masjid disusul Haikal di belakangnya. 

Aku menghampiri Abi dan Mas Fardan untuk aku salimi. Lalu aku mengekori Mas Fardan yang masuk ke dalam kamar. Aku membawa-bawa cemilan di dalam toples dan masih mengekori Mas Fardan kemanapun langkahnya berjalan. Sampai akhirnya do'i menyadari dan berbalik lalu bertanya, "Apa?" Tapi pakai nada yang agak ketus. Ketus yang dibuat-buat. Dasar ngambekan! Udah tua juga. 

Aku mengulurkan tangan untuk meminta, "Mana hadiahku?"

Si Fardan Furdin menaik turunkan alisnya dengan bingung, "Hadiah apa?"

"Hadiaaahhhh... semalam Mas Fardan janji mau kasih aku hadiah hari ini."

"Aku bilang besok."

"Besoknya kemarin kan hari ini."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 27 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Husband is My NeighborTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang