CHAPTER 7 [SUDAH REVISI]

10.2K 630 70
                                    

Aku berencana mau cari ketenangan dengan keluar di malam hari. Aku udah mengeluarkan motor dan bersiap untuk pergi. Entah informasi dari mana, tiba-tiba si Fardan Furdin udah muncul aja di depanku. Padahal aku gak membalas satu pesan pun darinya. Apalagi ngajak dia. 

"Mau kemana?" 

"Ngapain disini?"

Dia mengernyitkan dahinya. Mungkin heran karena aku malah bertanya balik.

"Nyamperin kamu. Mau kemana?"

"Jalan-jalan."

"Kok pakai motor?"

Sekarang aku yang bingung. Maksudnya gimana? Kan emang aku mau jalan-jalan pakai motor. Ada yang salah?

"Maksudnya?"

"Jalan-jalan berarti jalan kaki, dong? Kalau pakai motor berarti motor-motoran, bukan jalan-jalan."

Hah?

Aku tau mungkin dia bermaksud untuk ngelawak, tapi aku gak bisa ketawa. Aku justru malah bengong. 

"Hehe, bercanda."

Aku cuma mengangguk-angguk. Sudah kuduga. Memang bercandaannya pasti selalu alot. 

"Saya ikut boleh?"

"Kenapa ikut?"

"Mau jagain calon istri."

"Kan lamarannya udah ditolak sama ibu."

"Aku kan melamar kamu, bukan melamar ibu kamu. Asal kamu masih mau, berarti masih bisa lanjut dong?"

Aneh.

Dia pikir gampang menentang keputusan ibu?

"Terserah."

"Saya yang nyetir, kamu di belakang."

"Aku belum bilang mas boleh ikut."

"Oh, belum ya? Ya udah gimana? Boleh, gak?"

Boleh gak, ya? Nanti kalau aku diajak kawin lari gimana????? 

Ah, yang bener aja!

"Ya udah, boleh."

Dia tersenyum lalu mengambil alih jadi si pengemudi motorku. Kebetulan aku juga lagi malas nyetir, beruntung banget dia datang menawarkan bantuan. 

Aku gak ada tujuan mau kemana, jadi si Fardan Furdin membawaku ke tempat kulineran malam lagi. Dia jajanin aku cimol, padahal aku maunya siomay. Salahku sih, aku gak bilang kalau aku mau siomay. Tapi cimolnya tetap aku makan. Mubadzir ya, yeorobun...

Sambil makan cimol, aku memperhatikan si Fardan Furdin yang lagi asyik makan siomay. Curang, ih! Masa aku dikasih cimol doang? 

"Aku mau, Mas..."

"Mau apa?"

"Mau siomay-nya."

"Kenapa gak bilang?"

"Mas gak nanya."

Si Fardan Furdin menghampiri si abang siomay untuk memesan satu porsi lagi. Aku kemudian menyusulnya dan menyebutkan pesananku pada si abang siomay. 

"Mas aku mau tahu-nya banyakin," bisikku pada si Fardan Furdin. 

"Bang tahu-nya banyakin, katanya."

"Siap. Istrinya lagi ngidam ya, Mas?"

Hah?

Ngidam? 

Ngidam darimana???

Si abang siomay kenapa mikirnya begitu? Ini lagi si Fardan Furdin bisa-bisanya cuma senyum dan gak ada niatan mau mengklarifikasi. 

My Husband is My NeighborTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang