11. Sepintas dan membekas

2K 349 38
                                    

Matahari sore hari mampu membuat sang semilir angin terasa hangat. Menyapu rambut Harsa yang awalnya rapi menjadi sedikit berantakan.

Duduk di sebuah bangku taman sambil menatapi ponselnya yang mati. Harsa menunggu pesan dari seseorang, namun nyatanya satu jam semenjak ia mengajak orang itu untuk bertemu tak ada balasan sama sekali.

Harsa pun menekan tombol yang ada di sisi kanan ponselnya, menatap layar kunci yang awalnya adalah foto seseorang yang paling ia cintai kini berganti dengan foto langit waktu senja.

Harsa mengambil foto itu beberapa menit yang lalu.

Mata nya beralih menatap tanggal yang ada di layar itu.

19 April 2020

Harsa menghela napas. Seharusnya hari ini ia memberi sebuah kejutan pada Raska karena hubungan mereka sudah memasuki satu tahun.

Tapi nyatanya--

"Har."

Harsa menoleh, mendapati Raska yang berdiri disampingnya.

"Kok wa nya gak aktif?" tanya Harsa.

"Abis paketan." jawab Raska yang kemudian ikut duduk disamping Harsa.

Setelah itu tidak ada obrolan antara mereka, keduanya sama-sama terdiam sambil menatap para anak kecil yang sedang bermain sepatu roda di depannya.

Sampai Harsa menoleh menatap Raska, "Mau putus?"

Raska perlahan ikut menoleh juga, tidak langsung menjawab, melainkan menatap wajah Harsa yang sama sekali tidak ada ekspresi.

"Kita ada masalah apa, Ras?" tanya Harsa lagi.

"Kamu juga jangan bohong Har, kalo kamu itu bosen sama hubungan kita." ujar Raska, "Dari mulai chattingan kita yang jarang, slow respon, panggilan ditolak. Udah ketauan."

"Iya, oke, dan kamu juga bosen, kan?"

Raska mengangguk, "Aku juga gak kuat sama hubungan jarak jauh ini. Walau masih bisa ketemu sesekali, tapi aku juga pengen kayak orang lain yang bisa ketemu pacarnya minimal seminggu sekali."

Harsa menyibak rambutnya, "Kalo itu aku juga sama, kamu kira aku kuat ngejalanin hubungan jarak jauh ini? Aku kadang iri sama abang yang bisa pacaran tiap hari."

"Jadi, mau sepakat putus aja?" lanjut Harsa.

Raska menunduk, kedua tangannya terkepal diatas paha. Raska bingung, haruskah ia mengakhiri hubungannya bersama Harsa?

Sejujurnya Raska masih ingin bersama Harsa, disisi lain ia yakin bahwa hubungan ini tidak akan berjalan benar seperti sebelumnya.

"Iya." jawab Raska, "Iya. Putus aja, Har."

Harsa mengangguk kemudian bangkit dari duduknya. Menyimpan ponselnya ke dalam saku celana.

"Berarti ini pertemuan terakhir kita, ya?" ucap Harsa, "Aku pulang ke Bandung lagi, ya, Ras."

"Kamu serius mau pulang?" Raska mendongak, menatap Harsa yang berdiri di depannya.

Sementara kening Harsa berkerut, "Kenapa?"

"Hmm, nggak." Raska menggeleng.

Harsa mengangguk lagi. Tangan nya terulur, tadinya ingin mengusap rambut Raska namun urung. Padahal tinggal beberapa senti lagi tangannya menyentuh rambut Raska, Harsa kembali menarik tangannya lalu pergi dari sana.

Harsa berjalan, kepalanya mendongak menatap langit seraya berkata dalam hati, selesai, bertemu di bulan April dan berpisah di bulan April lagi.

Suasana apa yang harus dirasakan Harsa? Sedih? Atau justru senang?









"HAR!!"


TINNNNNN



Harsa terkejut ketika seseorang menarik tangannya untuk mundur dan detik itu juga sebuah mobil membunyikan klakson lalu melaju di depannya.

"Har, astaga. Kalo mau nyebrang tengok kanan-kiri dulu."

Harsa masih terdiam, sangat terkejut dengan apa yang baru saja terjadi. Lalu kepala nya menoleh pada seseorang disampingnya.

Itu Raska.

"Lain kali jangan bengong ya, Har." ujar Raska.

Kedua sudut bibir Harsa naik sedikit. Ingin tersenyum namun urung, teringat kejadian sepintas namun membekas dalam hatinya.

Patah hati pertama yang Harsa rasakan atas kesepakatan keduanya waktu itu. Harsa paham, bosan itu hal wajar di suatu hubungan. Tapi Harsa baru tersadar, bosan bukanlah alasan kenapa hubungan mereka selesai.

"Makasih." ucap Harsa yang menundukkan kepalanya, menatap tangan Raska yang masih memegang pergelangan tangannya.

"Jangan mati dulu, Har."

Harsa terkekeh, "Emang kalo aku mati, kamu bakal peduli?"

"I-i.. iyalah!!" jawab Raska meski rasanya gugup untuk mengatakan itu.

"Ini kita dimana sih?" Harsa menyapu sekelilingnya, berlagak seperti orang yang tidak tahu.

"Di sebrang sekolah, tuh sekolah kita ada di depan." Raska menunjuk bangunan yang ada di sebrang sana.

"Oh iya." Harsa mengangkat kedua halisnya, "Mau nyebrang, kan? Yaudah yuk bareng."

Raska mengangguk. Harsa mengulurkan tangan agar Raska memegangnya --karena mereka mau menyebrang.

Raska sempat bingung, tapi akhirnya Raska menerima uluran tangan Harsa. Dan entahlah, rasanya sudah lama tidak seperti ini. Keduanya sama-sama baru merasakan bersentuhan kulit lagi seperti ini.

.
.
.

"Kemarin kenapa balik sih? Mau gue kenalin ke temen gue juga." kata Rehan.

Saat guru sudah keluar, ia langsung pindah duduk di sebelah Harsa.

"Ada urusan."

"Alah boong, bilang aja biar gak liat si Marsel sama Raska."

"Diem deh."

Rehan terkekeh, "Eh tuh orangnya!"

Harsa menatap orang yang datang ke kelasnya, matanya membulat melihat siapa teman Rehan yang akan di kenalkan padanya.

"Lah elo!?"

"Lah?? Ini Han orangnya??" ujar orang itu pada Rehan sambil menunjuk Harsa.

"Ya.. iya, udah kenal ya kalian?"

"Tau ah Han, ni orang prik banget, gue gak suka."

"Lo... sodaranya Raska, kan? Bener kan ya gue." kata Harsa.

"Hooh. Sorry ya Han, gue gak mau sama dia." tolak Nadif.

"Yah..." Rehan memerosotkan kedua bahunya, "Padahal gue liat-liat kalian berdua cocok."

"Dih." suara Harsa dan Nadif bersamaan.

"Dah ah gue balik lagi, bye." Nadif pun kembali keluar dan tidak lama sepupunya yang datang ke kelas ini.

"Marsel gak masuk, Ras. Ijin dia." ujar Rehan yang peka akan kedatangan Raska.

Raska menggeleng, "Mau ke Harsa by the way."

"HAH?!" teriak Harsa.

.
.
.







Vote & komen

My Ex My Neighbour | HyuckrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang