29. Tentang senja dan Harsa

1.1K 184 22
                                    

Raska POV

Dulu aku pernah sangat mencintai satu orang laki-laki yang sulit kutemui. Sekadar berkabar lewat ponsel, jujur tidak pernah membuat perasaanku hilang setitik pun padanya.

Satu tahun berlalu, kami berpisah dengan alasan yang cukup klise, bosan.

Tidak sepihak namun sepakat untuk berakhir.

Apa yang orang katakan, bahwa bosan hanya datang sementara itu memang benar adanya. Apakah setelah berakhir aku biasa saja? Tidak, rasanya ingin kembali lagi. Namun ego terlalu memihakku saat itu.

Satu tahun berlalu lagi, tanpanya, tanpa berkabar dengannya.

Mungkin aku sudah mulai melupakannya, namun tak lama tahap melupakan itu gagal setelah mengetahui bahwa dia menjadi tetanggaku.

Hatiku pernah memaksa supaya aku kembali bersamanya, tapi pikiranku berkata lain sampai ia memiliki prinsip bahwa aku tidak perlu kembali lagi dengan masa laluku.

Pada akhirnya, hatiku menang. Aku kembali dengannya, dengan seseorang yang pernah sangat aku cintai.

Sampai hari ini, aku bersyukur, aku bahagia karena selalu berada di sisinya tanpa perlu mengkhawatirkan jarak yang akan memisahkan kita.

.
.
.

Setelah puas bermain, berkeliling, bahkan mencari tempat bagus untuk berfoto. Mereka kembali ke mobil dan duduk di kap mobil seperti yang mereka lakukan pagi tadi.

Para pengunjung pantai satu persatu mulai meninggalkan lokasi. Yang awalnya ramai karena obrolan orang dan teriakkan para anak kecil yang bermain, perlahan mulai sunyi, terganti dengan suara ombak yang mampu menenangkan hati.

Langit menguning, Raska bisa melihat dari sebelah kanan sang matahari perlahan turun dan menyembunyikan sebagian lingkaran nya.

Melihat itu, Raska kemudian menyandarkan kepala nya di bahu Harsa. Ini sangat di luar ekspetasi, Raska yang mengira ini akan romantis, ternyata malah lebih romantis dari bayangannya.

"Kalau boleh..." ujar Raska, "...sampai tua, aku pengen masih bisa rasain nyaman nya senderan di bahu kamu, Har."

Harsa tersenyum lalu mengusap rambut Raska sebentar, "Nikah nanti, kamu bisa sepuasnya senderan di bahu aku."

"Harsa..."

"Iyaa?"

Raska kembali menegakkan tubuhnya dan menatap wajah Harsa yang entah kenapa ketampanannya tampak terlihat berlipat ganda.

"Kita gak tau, manusia gak pernah tau siapa jodohnya. Selanggeng-langgengnya hubungan, kalau bukan jodohnya mau gimana lagi?" ucap Raska yang membuat Harsa terdiam, "Aku cuma bilang, sampai tua, walau kita gak nikah dan bukan jodohnya, atau terakhir kalinya sebelum aku menghembuskan napas terakhir, aku pengen sekali lagi nyender di bahu kamu."

Harsa memelengkungkan sudut bibirnya ke bawah, kemudian tangannya menangkup wajah Raska.

"Aku gak suka kata-katanya, seolah olah kita beneran gak bisa bersama lagi buat seterusnya." Harsa sedikit mendekatkan wajahnya ke wajah Raska, "Jangan bilang gitu lagi, ya? Jujur aku sedih."

"Aku gak pernah sekali pun kepikiran kayak apa yang kamu bilang tadi. Setiap hari aku cuma berharap kita terus di persatukan, aku selalu berdo'a supaya kita berdua bahagia." lanjutnya.

Kedua jempol Harsa mengusap pipi Raska, matanya menatap mata Raska begitu lekat.

"Jangan, bilang, gitu, lagi, oke?" tanya Harsa yang diangguki kepala oleh Raska, "Janji, ya?"

Raska tersenyum dan lagi-lagi mengangguk, "Janji! Aku minta maaf."

Harsa tersenyum lalu perlahan mengikis jarak sampai bibirnya menempel dengan bibir Raska.

Raska lalu berkata dalam hatinya, ini bukan hanya sekedar tentang dirinya dan perasaannya. Tetapi juga tentang senja dan Harsa, dua hal yang akan terus menjadi favorit selama hidupnya.

.
.
.

Harsa dan Raska sampai dirumah masing-masing pada pukul 10 malam. Keadaan rumah Harsa masih ramai karena suara kakak laki-lakinya yang sedang bermain game di pc.

Lalu mama nya yang entah sejak kapan memelihara kucing, mungkin baru saja. Dan sang papa yang sedang berbaring di sofa sambil menonton band idola nya sejak dulu yang sekarang sudah bubar.

Harsa menyapa mereka lalu masuk ke kamar untuk langsung tertidur tanpa pergi ke kamar mandi lebih dulu sebab ia merasa lelah dan harinya cukup panjang.

Selain lelah fisik, Harsa pun lelah batin. Walau beberapa jam sudah berlalu, tapi ucapan Raska masih menghantui kepala nya.

Harsa benar-benar tidak suka dengan itu.

Berbanding terbalik dengan rumah Raska yang sudah sunyi karena kedua orang tua nya sudah tidur. Nadif yang ternyata ada di kamarnya belum tertidur, ia masih bermain ponsel.

Raska menyimpan tas nya asal di lantai lalu duduk di tepi ranjang membuat Nadif menatap saudara nya heran.

"Ka--"

Raska memeluk Nadif dari samping, ia mulai terisak, punggungnya bergetar.

Nadif memeluk balik Raska dan mengusap-usap punggung laki-laki itu.

"Lo kenapa? Gak di apa-apain sama Harsa, kan?"

Raska menggeleng.

"Terus kenapa?"

Raska kembali menggeleng. Entah apa sebabnya, Raska hanya ingin menangis sekarang. Ia tidak mengerti dengan dirinya sendiri.

Jika siang tadi membayangkan Harsa rasanya begitu bahagia, tapi sekarang Raska ingin menangis jika teringat laki-laki itu.

Harsa tidak menyakitinya atau apapun, tidak. Raska hanya merasa ia sudah sangat mencintai Harsa seperti dulu sampai dia tidak bisa membayangkan bagaimana jika mereka kembali berpisah?

"Gue ambil minum dulu, ya." ujar Nadif yang berdiri dan pergi keluar dari kamar, meninggalkan Raska yang sedang menghapus jejak air matanya.

Tak lama ponsel Raska yang berada di dalam tas berbunyi. Laki-laki itu duduk di samping tas nya, dan mengangkat telefon dari ponselnya.

Raska tidak berbicara karena orang disana sudah berkata lebih dahulu.

"Aku sayang kamu. Cepet tidur, jangan bergadang, jangan lupa baca do'a sebelum tidur. Jangan mimpi indah, tidur yang nyenyak aja. Oke?"

.
.
.


















Sempetin update dulu gapapa deh, pengen cepet tamat soalnya :^

Vote & komen

My Ex My Neighbour | HyuckrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang