34. Menatap bintang

1.1K 179 12
                                    

"ABANG BANTUIN!!" teriak Harsa pada Hendra.

Hendra yang sedang bermain game di komputernya itu sedikit menghela napas lalu dengan terpaksa ia berjalan menghampiri adiknya yang entah sedang apa.

"Naon sih, dek?"

"Bang, ini bantu gue buka pintu buat ke balkon."

"Susah entar suruh tukang aja deh."

"Gue maunya sekarang anjir."

Hendra lagi-lagi menghela napas kemudian pergi ke gudang, mengambil beberapa perkakas untuk membuka pintu menuju balkon yang selalu tertutup itu.

"Lo tau dari siapa ini pintu buat ke balkon?" tanya Hendra.

"Kata papa, lumayan bisa gue pake nongkrong daripada di teras mulu."

Hendra tidak menjawab lagi, lalu ia mencoba untuk sedikit merusak knop pintu nya kemudian dengan sekali dorongan pintu itu terbuka dan menampilkan balkon yang luas namun ternyata kotor.

"Yes!!" sorak Harsa, "Tapi kotor, ya."

"Bersihin sama lo dah, gue udah bantu bukain." ucap Hendra yang kemudian pergi sambil membawa perkakas tadi dan menyimpannya di tempatnya.

Harsa juga langsung mengambil sapu juga pel dan ember berisi air yang dicampur dengan pembersih lantai.

Ia mulai membersihkan lantai yang sudah sangat berdebu dan kotor, juga ada beberapa genangan air yang sepertinya akibat hujan.

Kurang dari satu jam, balkon itu akhirnya bersih. Setelah ini Harsa berniat untuk mandi, tapi sebelumnya ia menelfon seseorang dulu.

"Kamu dimana?"

"Masih di rumah Nadif nih, kenapa?"

"Pulang nya kapan?"

"Sore mungkin. Kenapa sih Har?"

"Nanti aja. Kalau udah pulang kabarin lagi, ya."

"Hm.. iya iya."

Harsa pun memutuskan sambungan telfon lalu pergi mengambil handuk dan mandi.

.
.
.

Raska memasang ekspresi bingung saat ia telah selesai telfonan bersama Harsa. Raska mulai geer, apakah ada sesuatu yang disiapkan Harsa untuknya nanti?

Tapi tidak mungkin sih, memang sekarang hari apa, tidak ada yang spesial juga di hari ini.

Sekarang ia sedang berada di rumah Nadif, karena kedua orang tua nya tidak ada di rumah. Besok juga Raska kembali ke sekolah.

"Hadeh, masa papa sama mama di perpanjang sih diluar negeri nya? Ini gue gak dianggap apa gimana dah." gerutu Nadif.

"Sabar... mungkin mereka sengaja ninggalin lo dan nyari anak baru disana."

"Bangke!" Nadif memukul lengan Raska.

Raska hanya terkekeh lalu meraih kue yang ada diatas meja, kue yang sengaja Nadif beli di minimarket tadi pagi.

"Lo baik-baik aja kan sama Harsa?" tanya Nadif tiba-tiba.

"Baik kok, kenapa?"

Nadif  tersenyum kemudian menggeleng, "Nggak, bagus kalau gitu, berarti kalian itu emang cocok."

Raska ikut tersenyum, ia tidak kembali berbicara dan memilih fokus menonton televisi yang sedang menayangkan film horor. Oke tidak apa-apa, setidaknya langit masih terang jadi Raska tidak takut.

Sampai jam menunjukkan pukul 4 sore, Raska mengajak Nadif untuk kembali ke rumahnya. Karena Raska juga penasaran dengan perkataan Harsa.

Setengah 6 sore, Raska dan sepupunya baru saja tiba di rumahnya.

Raska langsung duduk di sofa dan menghubungi Harsa namun ponsel laki-laki itu tidak aktif membuat Raska misuh kesal.

Sekali lagi Raska menelfonnya dan tetap tidak ada tanda-tanda ponsel Harsa aktif. Raska mencoba keluar untuk mengecek rumahnya dan tampak tidak ada siapa-siapa.

Entah kenapa Raska mulai merasa malas dengan Harsa. Sejak Harsa ya, tentang kemarin dimana laki-laki itu foto bersama seorang perempuan dengan jarak yang sangat dekat, jujur Raska cemburu.

Raska lalu memilih untuk pergi mandi dan tidur saja, tidak peduli dengan ucapan Harsa tadi.

.
.
.

Harsa yang baru pulang dari supermarket terkekeh melihat spam pesan dari Raska dan juga 2 panggilan tak terjawab darinya.

Harsa meletakkan kantung belanja nya diatas meja makan lalu bergegas menuju rumah Raska.

"Eh, Harsa ya? Ada apa?" tanya papa Raska yang membukakan pintu.

Harsa tersenyum, "Ada Raska nya?"

"Lagi tidur sih orangnya, tapi kita bangunin aja."

"Eh om! Gak usah, kasian."

"Udah biarin."

Okelah, lagian itu kemauan papanya Raska. Harsa hanya menunggu diluar dan tidak lama Raska keluar dengan mata yang sedikit terbuka dan bibir yang maju.

Melihat itu Harsa gemas dan hanya terkekeh.

"Apa?"

Harsa tersentak saat Raska bertanya ketus seperti itu, "Maaf ganggu."

"Cepetan ish."

Harsa tertawa lalu menarik tubuh Raska untuk ia peluk karena sudah terlanjur gemas. Sekilas Harsa mengecup pipi Raska.

"Ikut aku yuk."

Raska pun ditarik oleh Harsa menuju rumah laki-laki itu. Harsa mengajak Raska ke balkon yang tadi siang sempat ia bersihkan.

Kebetulan langit malam sedang dihiasi bintang.

"Tunggu disini sebentar." ucap Harsa membuat Raska menggaruk kepalanya.

Tak lama Harsa kembali sambil membawa selimut, ia mengajak Raska untuk duduk lalu Harsa menyelimuti tubuh keduanya.

"Ini kita ngapain sih?" tanya Raska.

"Aku mau liat bintang sama kamu."

Pandangan Raska beralih pada langit malam yang begitu indah karena ditaburi banyak bintang bersinar.

Kedua sudut bibir Raska terangkat, lalu ia menyandarkan kepalanya di bahu Harsa.

"Dulu aku pernah jadi bintang yang redup. Sekarang bintang itu udah bersinar sangat terang karena ada kamu yang jadi sumber cahayanya." ujar Harsa membuat jantung Raska berdetak tidak karuan.

"Jangan pergi ya, nanti bintangnya redup lagi." ucap Harsa dibalas anggukkan kepala oleh Raska.

Lalu jari Raska bergerak di udara, seolah ia sedang menyambungkan bintang yang satu dengan bintang lainnya.

"Kamu... bikin apa?" tanya Harsa yang kebingungan melihat tingkah Raska.

"Aku lagi sambungin bintang-bintang biar kebentuk kata Harsaka."

Harsa terdiam beberapa saat mendengar kata terakhir yang diucapkan Raska.

"Harsaka?"

Raska mengangguk, "Iya, Harsaka, Harsa dan Raska."

Harsa sudah tidak sanggup menyembunyikan senyumannya. Kedua tangannya melingkar di tubuh Raska, memeluk laki-laki itu dengan erat dan penuh kasih sayang.

.
.
.

























Next chapter ending, jangan ngambek xixi

Vote & komen

My Ex My Neighbour | HyuckrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang