Bagian 13

40 7 0
                                    

"Aku serius ingin memilikinya, 
tapi keadaan selalu punya cara untuk merayuku agar menyerah."

Kedatangan kita berdua sudah seperti adegan di drama Doctor Stranger, sementara tenaga medis yang ain sedang sibuk mengurus banyak pasien karena kecelakaan massal ini.

"Kahfa."

Aku dikejutkan oleh kehadiran Azzam di sini. Apakah dia relawan malam ini? kenapa tiba-tiba?

Dia menghampiriku yang sedang mengikuti tandu ambulans yang berada paling dekat denganku. Sedangkan Sana sudah menghilang entah menyingkir ke mana.

"Saya jadi saksi di sini."
"Kecelakaan masal?"
"Iya. Kebetulan saya korban yang selamat."
"Korban?"
"Keserempet motor."

Aku tidak bisa mencerna dengan baik perkataan Azzam karena memang tidak tahu alur kecelakaan tersebut. Akan tetapi, rasanya bukan waktu yang tepat untuk mendengar kisah rincinya saat ini.

"Jelas-jelas pasien ini lebih butuh tindakan cepat. Pasien yang dokter tangani itu masih terlihat baik-baik saja. Apa dokter tidak lihat banyak darah yang keluar dari kepala pasien? Apakah karena dia wali kota dan pasien ini orang biasa?"

"Jangan melewati batas!"

"Apakah SOP rumah sakit di sini sudah berubah? Apakah tingkat darurat pasien tergantung tebal tidaknya dompet mereka?"

Sangat jelas aku mengenali suara tersebut. Sana, iya itu suara Sana. Dia memang sedikit keras kepala dan akan memegang kukuh hal yang menurutnya benar tanpa mellihat dengan siapa dia berurusan.

Selangkah mau ke sana, tapi dihentikan oleh Dokter Andika karena memanggilku untuk menemaninya mengambil tindakan gawat darurat pada pasien. Fokusku pun sudah teralihkan karena kondisi pasien yang benar-benar buruk.

"Dokter Kahfa, pasang intubasi."

Aku melakukan sesuai intruksi yang diberikan olehnya. Dokter Andika adalah Dokter Kardiotoraks yang kebetulan sedang bertugas di bagian IGD.

Setelah memeriksanya lebih lanjut termasuk melakukan proses rontgen, Dokter Andika memintaku untuk menyiapkan ruang operasi karena jantung pasien mengalami masalah. Kemungkinan dada pasien terbentur begitu keras saat kecelakaan.

Keadaan rumah sakit sepanik ini. Kecelakaan massal itu sudah membuat kami tegang. Tidak aku temui jalan yang longgar. Semuanya disibukkan dengan aktivitas masing-masing. Kalau boleh jujur, terlalu banyak manusia di sini, lebih tepatnya keluarga korban.

________


Akhirnya aku bisa bernapas lega setelah banyak tegang. Memang, ada korban yang dinyatakan meninggal, tapi setidaknya lebih banyak yang berhasil terselamatkan.

Terlalu panik dan sibuk hingga tidak sadar kalau hari sudah berganti pagi. Terburu-buru untuk melaksanakan salat bukanlah hal yang baik hingga terpaksa berjalan tenang menuju mushalla meski sebenarnya ingin sekali berlari untuk mengejar subuh.

Kondisi rumah sakit sekarang sudah tidak sepanik beberapa jam yang lalu. Terlihat lorong di gedung ini sedikit bernapas. Kecelakaan 3 mobil yang tiap-tiapnya berisi 8 orang, dan 3 korban di mobil wali kota, serta satu motor itu benar-benar skor pasien gawat tertinggi di rumah sakit ini yang terjadi hanya semalam saja.

"Kaf."

Rekan kerja seumuran denganku bernama Raka menyapa di depan ruang kepala perawat yang pintunya sedikit terbuka.

"Ngapain?"

"Tuh."

Dia memberi isyarat dengan bola matanya hingga membawa pandanganku ke dalam ruangan itu. Salah satu alisku naik pertanda bingung. Untungnya, Raka bisa membaca raut wajahku yang bertanya siapa dan kenapa.

LaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang