43

31 2 0
                                    

Ps : 'Baca dengan jarak aman dan kondisi terbaik'

Happy Reading'

Alastair melajukan motornya dengan kecepatan tinggi menuju markas. Tidak mempedulikan teriakan dan makian pengendara lain.

Setelah sampai di markas,dia berjalan masuk ke kamar. Membanting apa saja yang bisa di raih nya.

10 menit berlalu,kamar Alastair tidak bisa disebut lagi sebagai kamar. Dia sekarang duduk disudut kamarnya.memeluk lutut,tangannya yang diperban kembali berdarah. Menatap figura besar yang memamerkan senyum tulus grandma nya.

"Grandma yang tulus sayang sama Air ninggalin Air dan tinggal di Austin. Dad sama Mom nggak peduli dan nggak nerima kehadiran Air di dunia. Destha yang dulu suka meluk Air kalau Air ada masalah sekarang sibuk sama pacarnya. Tuhan ngebiarin Air sendirian,jahat sama Air. Zhoey juga pergi ninggalin Air. Siapa lagi orang terdekat Air yang bakal ninggalin Air grandma? Zayn? Tian? Angkasa? Apa Air bener bener bakalan sendirian? Grandma Air capek". Seperti rintihan pelan,inner child seorang Alastair kembali bangkit.

"Air mau grandma,Air mau Dad sama Mom,Air mau Destha,Air mau Tuhan,Air mau Zhoey". Menyayat hati,sungguh. Siapapun yang melihat sosok Alastair sekarang,mereka akan melihat sosok beda yang selama ini tertutupi dengan aura dingin dan wajah datar laki laki itu.

Sehebat apapun Alastair menyembunyikan lukanya. Luka tetaplah luka.

Sekuat apapun Alastair mencoba bertahan. Dia tetap membutuhkan topangan.

Sejauh mana Alastair berlari sendirian. Dia tetap membutuhkan bimbingan seseorang.

Namun satu hal yang masih belum disadari oleh laki laki itu. Bukan Tuhan yang membuatnya sendiri,tapi dia yang memilih meninggalkan Tuhannya. Bukan kejamnya semesta yang mencoba merenggut kebahagiaanya,tapi dia sendiri yang mencoba berpaling dari keyakinannya. Dia harus bisa percaya pada keyakinannya,agar takdir dapat dia gapai. Dia harus bisa menemukan jalannya,agar cahaya mengalahkan kegelapannya.

-
-
-
-

Alastair sekarang tengah berdiri di pintu besar gereja.

Menatap datar pintu itu,lalu membukanya dan matanya disuguhi deretan bangku yang tersusun rapi.

10 tahun sudah Alastair tak pernah menginjakkan kakinya ke tempat ibadah ini. Dia melangkah maju menuju tempat dimana Pendeta biasanya berceramah dengan Al Kitab di tangannya. Dia sampai pada tujuannya. Menatap tajam salib besar dihadapannya.

Alastair menutup matanya dan tersenyum sakit. Air matanya menetes dihadapan salib Jesus.

"Ini buah dari segalanya karena gue ninggalin Tuhan? Ini hasil akhir dari permainan yang gue ciptaiin untuk nentang Tuhan? Se sakit ini? Gimana gue harus nerima maaf dari Tuhan? Apa yang harus gue lakuin?". Alastair menundukkan kepalanya dalam.

"Gue salah ambil jalan,Tian bener,jalan gue Gelap. Apa Tuhan bersedia nerangin kembali jalan gue? Apa Tuhan sudi memaafkan kesalahan gue?" Alastair mengangkat kepalanya. Dia benar benar rapuh sekarang.

Alastair mengepalkan tangannya kuat. "Apa siksa neraka Tuhan lebih pedih dari ini? Jadi gue telah salah meremehkan Tuhan?".

"Bagaimana bisa dengan bodohnya gue bikin tatto ini dengan alasan karena Tuhan gak pernah buat gue bahagia sama keluarga gue?" Alastair mengusap leher kanan nya yang menunjukkan tatto salib terbaliknya.

"Dan kenapa gue pakai ini? Apa alasan khusus untuk gue memakai ini?" tangan Alastair beralih mengusap Kalung dengan bandul salib terbalik,juga anting dengan salib terbalik.

"Apa yang harus gue lakuin?". Ucap Alastair lemah.

-
-
-
-

"Zayn,kamar Air berantakan banget. Gue khawatir. Dia juga nggak ada dikamar". Angkasa ketar ketir saat tidak mendapati Alastair di markas.

"Lo tenang. Kita lacak lokasinya". Zayn membuka aplikasi di hp nya,menunjukkan titik dimana Alastair berada.

Zayn mengerutkan keningnya. "Jasa membuat tatto?".

-
-
-
-

"Udah selesai. Yang ditenguk hapus juga?". Ujar seseorang.

"Iyaa,semuanya". Jawab Alastair.

Alastair sekarang tengah menahan sakit karena setrika khusus yang digunakan untuk menghapus tatto.

Setidaknya dia akan kembali mulai dari awal,tanpa tatto,tanpa salib terbalik.

"Gue kira lo kemana". Ujar Angkasa yang baru saja tiba bersama Zayn. Nafasnya tersenggal.

Alastair yang sedari tadi menutup matanya,dia membuka mata dan menengok ke arah Angkasa. Setelah itu ia acuhkan.

"Gue tenang lo gak bertindak hal hal bodoh yang merugikan.". Ujar Zayn lalu duduk di sofa yang ada diruangan itu.

"Gue masih pengen hidup dan nyoba buat memperbaiki diri". Tutur Alastair.

Zayn dan Angkasa saling berpandangan,mereka melempar senyum.

"Gue seneng,Air kita udah kembali ke 11 tahun yang lalu". Ujar Zayn tersenyum senang.

30 menit berlalu,Zayn teringat ucapan seseorang yang beberapa waktu lalu menelponnya.

"Air." ujar Zayn pelan yang dijawab deheman oleh laki laki itu.

"Ellena bakal balik kesini". Ucap Zayn

Tentu saja Alastair senang bukan main mendengar ucapan sahabatnya itu. Tapi dia kembali merasakan sakit,entah karena rasa panas akibat penghapusan tatto atau hal yang lain saat Zayn mengatakan sesuatu.

"Tapi Ellena pulang karena alesan ada yang mau ngelamar dia". Zayn mengucapkan kalimat itu dengan tangan mengepal dan kepala yang dia tunduk kan.

Alastair tersenyum paksa. "Pasti orang nya baik kan?  Satu keyakinan sama dia?. Gue bakal dateng dan ucapin langsung ke mereka. Pasti gue bahagia liat Zhoey bahagia".

"Air". Iba Zayn.

"Gue udah sadar diri kok Zayn. Gak papa,ini jalan gue.". Setelah perban ditempelkan di tenguk bekas tatto Alastair,laki laki itu bangkit.

"Its okey,Tuhan lebih tau siapa yang pantes buat hambaNya. Gue cabut dulu.". Ujar Alastair lalu keluar dari ruangan itu.

"Gue salah waktu buat ngomong ini ya Sa?". Ujar Zayn menyesal.

Angkasa menepuk pundak Zayn. "Nggak salah,daripada dia tau dari orang lain. Lebih baik lo kasih tau dulu." "Ayo pulang,udah mau maghrib". Kata Angkasa.

-
-
-
-

ALASTAIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang