Orang bilang... suatu saat kita pasti mencintai seseorang.
Orang bilang... kita harus mencintai sesuai kodratnya.
Orang bilang... jangan cari pasangan yang terlalu tua dari kita.
Orang bilang... jangan cari pasangan yang terlalu muda dari kita.
Orang bilang... jangan memiliki orientasi seksual yang berbeda.
Orang bilang....
Orang bilang...Begitu banyak pendapat orang-orang tentang cinta dan pasangan. Tidak bisa kita pukul rata tentang pemikiran orang. Semua punya pendapat nya masing-masing.
Tapi... cinta adalah cinta.
Jika mencintai Ayah tiri yang jelas-jelas memilik umur puluhan tahun lebih tua dan merupakan suami dari ibu. Apakah tetap bisa dikatakan cinta?
"Papa~" rengek seorang gadis sambil berlari dan memeluk erat tubuh pria yang ia sebut 'Papa'. Sang Papa pun menggeleng pelan lalu membalas pelukan gadia itu.
"Ada apa lagi putri Sana?" Apa yang bisa raja mu ini lakukan?" Sana tertawa lalu melepas pelukannya.
"Raja Tzuyu, putri Sana ingin bertanya. Apakah ratu Jihyo berada di rumah?" Tzuyu tertawa lalu menarik tangan Sana dan duduk di sampingnya.
"Mama mu sedang tidak ada di rumah. Dia pergi ke luar kota selama seminggu. Papa juga mendapat cuti selama 5 hari kedepan"
Sana tersenyum senang lalu duduk dipangkuan Tzuyu dan memeluk erat leher Tzuyu.
"Papa temani aku cari alat tulis ya. Semua teman ku sedang pergi entah kemana"
"Baiklah tuan putri. Raja mu ini akan menuruti semua perintah dari sang putri. Tapi dengan satu syarat. Syaratnya... berikan raja mu ciuman di pipi kanannya" Sana melepas pelukannya dan menatap Tzuyu dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Ada apa sayang? Apa kamu sedang mengkhawatirkan sesuatu? Apa kamu merindukan Mama?" Sana menggeleng pelan.
Cup...
Sana mengecup kilas bibir Tzuyu. Tzuyu tersenyum pelan karena pria itu kira bahwa anak tirinya begitu menyayanginya. Tapi Sana? Gadis itu berusaha menormalkan detak jantungnya. Entah kebaikan apa yang Jihyo nya lakukan pada kehidupan sebelumnya hingga mendapatkan suami baru seperti Tzuyu.
"Papa kan mintanya di pipi kanan, sayang" ucap Tzuyu sambil mengunyel-unyel pipi Sana.
"Tidak apa-apakan. Aku ke kamar dulu ya Pa" pamit Sana lalu berlari cepat. Tzuyu tersenyum pelan lalu kembali membaca koran miliknya.
Sana langsung membaringkan tubuhnya dengan kasar dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut Frozen nya.
"Sana bodoh!!!" geramnya pada dirinya sendiri.
"Kenapa kau mencium ayah tiri mu sendiri, bodoh? Aku tau kau mencintai nya tapi dia berumur 40 tahun dan kau berumur 20 tahun. Jelas-jelas ia suami dari ibu mu sendiri, bodoh" omel Sana yang sedikit teredam oleh selimutnya.
Beberapa hari berlalu. Semakin hari Sana semakin lengket dengan Tzuyu. Sang ibu, Jihyo senang karena anaknya welcome dengan ayah tirinya dan memperlakukan ayah tirinya seperti ayah kandungnya sendiri.
Semakin hari perasaan Sana untuk menyatakan cintanya pada Tzuyu semakin besar. Dia berusaha mencari celah di mana Jihuyo sedang tidak ada di rumah dan kebetulan Tzuyu juga sedang berada di rumah.
"Pa!!" panggil Sana dengan lantang karena sudah berkali-kali ia berjalan mengelilingi rumah hanya untuk mencari keberadaan Tzuyu.
"PAPA DI KEBUN SAN" teriak Tzuyu. Sana berlari dan melihat Tzuyu sedang menyirami tanaman milik Jihyo.
"Papa aku cariin kemana-mana enggak ketemu. Ternyata di sini" gerutu Sana yang membuat Tzuyu tertawa lalu mematikan air dan membalikkan badannya.
"Ada apa sayang? Tugas kuliah mu sudah selesai? Mau makan?" Sana menggeleng pelan dan berjalan mendekati Tzuyu.
"Papa ikut aku. Ada yang mau aku katakan sama Papa" ucap Sana dengan tekadnya. Tzuyu tersenyum tipis lalu menggandeng tangan Sana dan berjalan menuju ruang tengah.
"Ada apa? Kenapa tiba-tiba jadi serius seperti ini? Ada masalah di kampus?" tanya Tzuyu setelah keduanya duduk di sofa ruang tengah. Sana menaruh kedua tangannya di atas pahanya dan meremat erat tangannya.
"Pa... aku mencintai seseorang" lirih Sana. Tzuyu tersenyum sedikit kecut saat mengetahui hal itu.
"Kamu sudah besar. Dengan siapa kamu mencintai?" Sana diam. Dia berpikir apakah harus sekarang dia mengatakannya? Jika dia mengatakannya, apa Tzuyu akan tetap menyayanginya?
"Papa sayang sama aku kan?"
"Tentu saja. Papa sayang banget sama kamu. Tidak peduli kamu anak tiri Papa"
"Papa cinta sama aku?"
"Tentu saja. Papa mencintai mu seperti orangtua pada umumnya. Ada apa?"
"Aku menyayangi dan mencintai Papa. Tapi..."
"Tapi?"
"Tapi aku menyayangi dan mencintai Papa tidak seperti anak kepada orangtuanya. Orang yang ku cintai adalah Papa. Mencintai selayaknya perempuan dan laki-laki, bukan anak dan ayah nya" Tzuyu diam. Dia bingung akan situasi ini.
"Aku mencintai Papa. Maafin aku Pa..." air mata Sana mulai mengalir deras dari kedua matanya. Tzuyu reflek memeluk erat Sana dan menenggelamkan wajah gadis itu di dada bidangnya.
"Papa tau... Papa tidak bisa menyalahkan perasaan mu. Itu normal sayang"
"Ini tidak normal Pa. Tidak ada anak yang mencintai ayahnya lebih dari sekedar anak dan ayah"
"Jika boleh jujur, Papa tertarik dengan mu tapi Papa sadar, Papa sekarang milik Mama. Kita memiliki jarak umur yang jauh, apa kata orang nanti. Papa akan dianggap sebagai pedofil dan kamu akan dianggap sebagai gadis yang mencintai pria-pria tua. Papa tidak mau kamu dianggap seperti itu nantinya. Alasan Papa lebih sering berada di rumah daripada di kantor adalah Papa ingin dekat dengan mu. Setidaknya rasa sayang dan cinta Papa dapat tersalurkan dengan memperlakukan mu seperti anak kesayangan Papa"
"Tidak bisakah kita menjadi sepasang kekasih? Aku tidak apa-apa menjadi yang kedua"
"Tidak ada orang yang mau dijadikan yang kedua oleh orang yang ia cintai" Sana diam. Dia masih menangis di pelukan Tzuyu.
"Sayang... kita punya cinta. Tapi... dunia juga punya norma. Hal itulah yang menjadi dinding pembatas kita. Kita tidak bisa saling memiliki satu sama lain tapi kita masih bisa menyalurkan perasaan itu sebagai ayah dan anak. Kamu juga tidak mau membuat Mama sedih bukan?"
"T-tapi..."
"Tidak sayang. Mungkin Papa terkesan egois karena lebih memikirkan perasaan Mama daripada perasaan mu. Kita tinggal bermasyarakat, di mana hal itu menjadi poin penting dalam aspek kehidupan. Papa takut kamu mendapatkan cibiran tajam" Tzuyu melepaskan pelukannya dan menghapus air mata di pipi Sana.
"Sudah jangan menangis lagi. Kamu akan mendapatkan pria yang jauh lebih baik dari Papa. Papa akan tetap menjadi sandaran mu jika kamu menginginkan pundak untuk bersandar" Sana mengangguk pelan.
Seminggu berlalu, sudah 5 hari Sana berada jauh dari orangtuanya. Sehari setelah kejadian itu, Sana meminta pada Jihyo untuk melanjutkan kuliahnya di luar negeri. Awalnya Jihyo menolak karena khawatir keadaan anak nya nanti. Tapi Tzuyu berusaha meyakinkan Jihyo hingga Sana bisa pergi ke luar negeri.
"Ku harap aku bisa melupakan perasaan ku pada Papa" gumamnya sambil menatap keluar jendela pesawat dengan mata berkaca-kaca.
*buat yang merasa aneh kenapa anak mencium bibir orangtuanya sendiri, di keluarga ku hal itu biasa pake banget. Untuk beberapa orang mungkin hal itu tidak wajar