"Sebuah wabah menyerang seluruh penjuru dunia. Setiap harinya lebih dari 100 orang terkonfirmasi positif terkena wabah ini. Entah sampai kapan wabah ini akan selesai. Oleh karena itu tetap lakukan pro-" seorang wanita mematikan layar televisi.
"Ish... Jeongyeon selalu saja lupa mematikan televisi" gumam wanita itu. Dengan wajah bangun tidurnya, dia berjalan malas menuju kamar mandi. Setelah selesai bebersih, ia berjalan keluar mencari-cari seseorang.
"Jeongyeon-a!! Kamu di mana" teriak wanita itu sambil berjalan mengelilingi rumah. Siapa tahu Jeongyeon dapat dengan cepat ia temukan.
"Aku di dapur!!" seru Jeongyeon. Wanita itu pun berjalan menuju dapur dan melihat Jeongyeon sedang memasak. "Nayeon-a, apakah tidur mu nyenyak? Semalam kamu mengigau"
"Mengigau? Aku tidak berkata yang aneh-aneh kan?"
"Tidak. Kamu hanya meraung-raung dan membuat ku tidak bisa tidur semalaman" Nayeon tersenyum miris lalu berjalan mendekati punggung Jeongyeon
"Aigo... maafkan aku. Kamu masih mengantuk ya? Sini biar aku yang gantikan kamu memasak. Lagipula itu tugas seorang wanita untuk memasak" saat Nayeon hendak mengambil spatula dari tangan Jeongyeon, pria itu langsung mengangkat tinggi-tinggi tangannya.
"Biarkan hari ini aku melayani mu. Kamu hanya perlu duduk manis dan menunggu nasi goreng ku jadi"
"Tapi ka-"
"Tidak ada tapi-tapi an. Ini tidak gratis. Nanti kamu akan membayarnya setelah makan nanti"
"Yak!! Kamu jahat sekali pada istri mu. Masa disuruh bayar" kesal Nayeon. Jeongyeon mematikan kompornya lalu berbalik menghadap Nayeon.
"Tentu saja. Kamu tidak perlu membayarnya dengan uang atau apapun. Hanya perlu..." Jeongyeon mendekatkan wajahnya ke telinga Nayeon. "Hanya perlu suara dan tenaga mu saja" reflek Nayeon memukul lengan Jeongyeon.
"Aish... masih kecil tapi omongannya" Jeongyeon tertawa karena reaksi Nayeon.
"Umur ku sudah 27 tahun. Bukan aku yang masih kecil, kamu saja yang terlalu tua" Nayeon menjewer telinga Jeongyeon hingga telinga pria itu memerah. "Akh aduh lepaskan.. sakit"
"Enak sekali kamu bilang aku tua. Umur ku baru 32 tahun. Au ah aku kesal pada mu" Nayeon melepas jewerannya dan pergi berlalu ke kamar. Bahkan dia menutup pintu dengan kasar hingga menibulkan suara gaduh.
"Pintunya tidak akan copot kan?" gumam Jeongyeon. Pria itu melepas apronnya dan memindahkan nasi goreng dari wajan ke sebuah piring besar. "Akhir-akhir ini dia sensitif sekali masalah umur" gumam Jeongyeon lalu berjalan menuju kamarnya.
Saat membuka pintu, dia melihat Nayeon berbaring dengan selimut yang menutupi tubuhnya. Jeongyeon naik ke atas kasur dengan perlahan lalu memeluk Nayeon dari belakang secara tiba-tiba.
"Kenapa kamu sensitif sekali jika aku tidak sengaja menyenggol masalah umur?" Nayeon berbalik dan menatap Jeongyeon.
"Aku menjadi gelisah akan jarak umur kita. Apalagi di posisi ini, aku lah yang lebih tua. Pasti banyak gadis yang lebih muda dan lebih menarik dari ku yang bisa saja setiap saat mengambil atensi mu"
"Jadi... kamu berpikir kalau aku akan mengencani gadis yang lebih muda?" Nayeon mengangguk pelan. Jeongyeon menarik dagu Nayeon agar mendongak menatapnya. "Tidak mungkin sayang. Aku lebih tertarik pada wanita yang lebih tua dari ku. Aku tidak tertarik dengan gadis yang lebih muda"
"Jadi kamu akan mengencani wanita yang lebih tua lainnya gitu?" Jeongyeon langsung gelagapan karena ucapan Nayeon.
"B-bukan begi- aduh akh sakit aw" Nayeon menghujani Jeongyeon dengan pukul-pukulan yang di daratkan di punggung dan perut Jeongyeon. Jeongyeon berusaha menghindari pukulan Nayeon hingga dia pun terhempas dari atas kasur.